Latest Post

Tangkapan layar - Ahli yang dihadirkan oleh KPU, Marsudi Wahyu Kisworo 

 

SANCAnews.id – Hakim Konstitusi Saldi Isra menegur anggota tim pembela Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea, yang menilai pembahasan Sirekap dalam sidang perselisihan pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi atau MK hari ini tidak penting. Saldi mengingatkan, jika Hotman menilai pembahasan Sirekap tidak penting, maka Hotman diminta tidak datang ke sidang MK.

 

Pernyataan itu disampaikan Saldi saat Hotman melontarkan pertanyaan kepada saksi KPU, yakni pengembang Sirekap dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yudistira Dwi Wardhana Asnar.

 

Hotman mengutip pertanyaan Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang mengatakan pada akhirnya hasil pemilu yang ditetapkan KPU tidak menggunakan Sirekap, melainkan perhitungan berjenjang. Karena itu, Hotman mempertanyakan alasan saksi dan ahli KPU masih menjawab pertanyaan pemohon soal Sirekap.

 

"Ngapain kita bahas-bahas lagi soal Sirekap ini, ya sekali lagi saya hormat kepada Bapak Arief Hidayat karena bapak sudah mengingatkan kami bahwa kami ini adalah sarjana hukum, dari tadi kami kuliah komputer," kata Hotman.

 

Saldi lantas menanyakan kepada Hotman mengenai inti dari pertanyaannya. Hotman lantas menanyakan kepada saksi jika yang dipakai adalah penghitungan manual, mengapa Sirekap masih dibahas.

 

"Pertanyaan saya, saudara saksi kalau ternyata yang dipakai dalam SK pengumuman. Final penghitungan suara adalah manual dan penghitungan berjenjang bukan hasil dari Sirekap masih perlu enggak bapak kuliah di sini, masih perlu nggak kita bahas tentang Sirekap?" kata dia.

 

Saldi lantas menegaskan, pembahasan Sirekap penting dibahas dalam sidang karena menjadi dalil pemohon dan MK berkepentingan untuk mendapatkan penjelasan mengenai hal ini. "Pak Hotman tadi saya sudah tegaskan ini didalilkan kami, mahkamah berkepentingan mendapat penjelasan soal ini," ucap Saldi Isra.

 

Saldi lantas mengingatkan Hotman agar tidak menganggap kehadiran saksi atau ahli tidak penting. Dia menegaskan, MK menganggap semua yang dihadirkan itu penting.

 

"Apakah saksi setuju karena yang diumumkan itu perhitungan manual dan berjenjang bukan hasil dari Sirekap. Maka kelemahan dari Sirekap enggak perlu lagi dibicarakan," tanya Hotman.

 

Saldi kemudian menegaskan untuk menganggap pembahasan Sirekap ini penting,  "Jadi jangan kita mengabaikan ya, mengganggap ini tidak ada pentingnya, itu keliru juga. Kalau enggak, enggak usah datang aja ke sini," ucap Saldi.

 

Hari ini, Rabu, 3 April 2024, MK kembali melanjutkan sidang sengketa Pilpres dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU sebagai pihak termohon dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu sebagai pihak terkait. KPU menghadirkan satu orang ahli dan dua orang saksi, sementara Bawaslu menghadirkan satu ahli dan tujuh saksi. (tempo)


Kuasa Hukum Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Bambang Widjojanto menginterupsi ahli yang dihadirkan KPU dalam sidang sengketa Pilpres 2024, Rabu (3/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Momen memanas terjadi saat sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024) hari ini. Kuasa hukum Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar terlihat menyemprot ahli yang dihadirkan tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo.

 

Saat itu, Marsudi sedang menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, termasuk soal aplikasi Sirekap. Dalam penjelasannya, Marsudi menjelaskan, hasil Sirekap sejajar dengan hasil real count KPU yang juga sama dengan beberapa lembaga lainnya.

 

"Kemudian menurut saya apa yang ada di Sirekap sama dengan perhitungan lain. Sama juga dengan perhitungan manual juga, kemudian Sirekap ini tidak digunakan untuk keputusan. Jadi kita ribut-ribut capai di sini, bahas Sirekap itu ya lapisan kosong ajalah kira-kira, enggak ada gunanya," kata Marsudi.

 

Di tengah-tengah penjelasannya, Bambang Widjojanto menyampaikan interupsi dengan mempertanyakan apakah sanding data dari paparan Marsudi. Ia pun meminta paparan materi dari Marsudi kembali ditayangkan.

 

"Di slidenya ahli tadi coba dilihat, itu tidak compareable. Sirekap KPU itu sudah 88%, Jaga Pemilu hanya 50%. Bagaimana kemudian ahli membandingkan itu disebut compareable? Keahlian apa yang bisa menyatakan itu? Coba dibuka," pinta Bambang di ruang sidang MK, Rabu (3/4/2024).

 

Saat tayangan materi milik Marsudi belum tersaji, Marsudi hendak menjawab pertanyaan Bambang. Namun Bambang bersikukuh agar paparan materi disajikan terlebih dahulu, di momen itulah Bambang terlihat menyemprot Marsudi.

 

"Ya, ya saya jawab saja, saya tahu," kata Marsudi.

 

"No, no kita buka dulu Pak, jangan sok tahu Pak, kita buku dulu ininya (materi), Pak," jawab Bambang.

 

Melihat itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra terlihat langsung menengahi. Saldi kemudian langsung meminta agar materi diperlihatkan.

 

"Pak Bambang, sabar. Ke sini semua, silakan coba dibuka slidenya ahli tadi," ucap Bambang. (sindonews)


Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk memberikan keterangan setelah dihadirkan oleh tim hukum Ganjar-Mahfud di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024) 

SANCAnews.id – Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk menduga pasangan Prabowo-Gibran akan kalah dalam Pilpres 2024 di Aceh dan Sumatera Barat (Sumbar) karena tidak mempengaruhi perilaku memilih masyarakat di dua provinsi tersebut melalui penyaluran bantuan sosial pemerintah.

 

Hamdi awalnya menjelaskan, penyaluran bansos yang dilakukan presiden petahana bisa mempengaruhi perilaku pemilih. Sehingga dia bisa memenangkan pemilu. Kesimpulan ini diambil setelah Hamdi melakukan meta-analisis terhadap 734 penelitian terkait bantuan sosial dan perilaku memilih dari seluruh dunia.

 

Dalam konteks Pilpres 2024, kata Hamdi, Presiden Jokowi bukan kontestan. Meski begitu, pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran berada di peringkat setengah karena Gibran merupakan anak Jokowi.

 

"Tinggal dibangun persepsi publik bahwa setengah petahana juga mewakili petahana. Di situ mekanisme psikologisnya berlangsung. Kalau ini berhasil tentu kepuasan terhadap petahana terkonversi kepada kepuasan setengah petahana yang sedang menjadi kontestan hari ini," ujar Hamdi selaku ahli yang dihadirkan pasangan Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024).

 

Menurut Hamdi, penyaluran bansos yang dilakukan Presiden Jokowi menjelang Pilpres 2024 berkontribusi mengarahkan preferensi pemilih untuk mencoblos pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan tersebut diketahui meraih 58,58 persen suara sah secara nasional dan menang di semua provinsi, kecuali Aceh dan Sumbar.

 

Kekalahan Prabowo-Gibran di Aceh dan Sumbar, kata dia, kemungkinan terjadi karena perilaku memilih masyarakat di dua provinsi tersebut tidak ditentukan oleh bansos. Dia mengingatkan, berdasarkan hasil risetnya, faktor bansos hanya berkontribusi 29 persen terhadap perilaku memilih masyarakat.

 

Sebanyak 71 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor penilaian terhadap kandidat dan sosiologis. Faktor penilaian terhadap kandidat itu contohnya penilaian atas kompetensi kandidat, kinerjanya, cara kampanyenya, dan cara komunikasinya. Adapun faktor sosiologis itu contohnya seseorang memilih karena kesamaan suku.

 

"Hanya 29 persen (perilaku memilih masyarakat) yang disumbang oleh ketertarikan orang dengan bansos. Jadi, mungkin di dua tempat itu (Aceh dan Sumbar) bekerja faktor lain.... Jadi tidak bekerja faktor-faktor bansos," ujar Hamdi. (republika)


Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

 

SANCAnews.id – Komisi III DPR RI mengizinkan Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024.

 

"Iya, silakan saja ya," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (2/4)

 

Politisi dari Partai Gerindra itu tidak banyak berkomentar terkait usulan pemanggilan Kapolri ke persidangan. Adapun usulan itu muncul dari kubu Ganjar-Mahfud melalui Tim Pemenangan Nasional (TPN).

 

Sebagai legislator yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan, Habiburokhman pun meminta hakim MK untuk menilai sendiri atas adanya usulan tersebut. Adapun Polri dan Mahkamah Konstitusi merupakan institusi yang bermitra dengan Komisi III DPR RI.

 

Sebelumnya, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengungkapkan bahwa pihaknya mengajukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan keterangan pada sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

 

"Kami meminta kepada Ketua Majelis untuk menghadirkan Kapolri pada sidang berikutnya," kata Todung ketika ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, (2/4).

 

Ia mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Mahkamah Konstitusi terkait permintaan tersebut.

 

Alasan pengajuan nama Kapolri, karena menurut pihaknya terdapat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian. (jawapos)


Ketua Tim hukum PDI-P Gayus Lumbuun (tengah) usai mengajukan gugatan untuk KPU di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024) 

 

SANCAnews.id – Tim hukum PDI Perjuangan resmi mendaftarkan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Selasa (2/4/2024). Gugatan tersebut dilayangkan karena KPU dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

 

Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT, PDI-P menilai tindakan KPU yang menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden merupakan perbuatan melawan hukum.

 

"Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksudkan dalam gugatan ini adalah berkenaan dengan tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan Pemilu karena telah mengenyampingkan syarat usia minimum bagi cawapres, yaitu terhadap Saudara Gibran Rakabuming Raka," kata Ketua Tim Hukum PDI-P Gayus Lumbuun di Kantor PTUN, Cakung, Jakarta Timur.

 

Ia menjelaskan, Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.

 

Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.

 

"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ujar Gayus.

 

Di lain sisi, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN ini bukan merupakan sengketa proses atau pun sengketa hasil Pemilu seperti yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).

 

"Tetapi ditujukan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (onrechmatige overheidsdaad) sebagai pokok permasalahan atau objeknya," tegas dia.

 

Dia menyebut, apa yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran dalam Pilpres 2024 adalah kecelakaan hukum dalam demokrasi Indonesia.

 

Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan oleh KPU adalah membatalkan cawapres Gibran.

 

"Dan menjadi pembelajaran bagi kita untuk mencegah permasalahan yang sama terjadi pada Pemilu selanjutnya," pungkas Gayus.

 

Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa partainya tengah menyiapkan gugatan ke PTUN mengenai dugaan penyimpangan proses Pilpres 2024.

 

"Iya untuk PTUN itu bukan dalam rangka untuk membatalkan hasil pemilu, begitu, tidak," kata Djarot di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara Nomor 19, Jakarta, Senin (1/4/2024).

 

Djarot menjelaskan tentang dugaan penyimpangan proses Pilpres 2024 dimulai sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/202 tentang syarat usia capres-cawapres.

 

Kemudian, Djarot melihat proses penyimpangan itu terjadi mana kala pimpinan KPU terbukti melanggar etik atas pencalonan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

 

Tak sampai situ, PDI-P juga bakal menyoroti dugaan adanya pengerahan aparat dalam memenangkan pasangan nomor urut 2, saat ke PTUN.

 

Baca juga: Saat TKN dan PDI-P Kompak Minta Kehadiran Puan di Rumah Rosan Jangan Ditarik ke Politik...

 

"Jadi ke PTUN dalam rangka itu, untuk mencari keadilan dan supaya pelaksanaan pemilu, kelemahan-kelemahan yang kemarin terjadi yang kita rasakan," imbuh dia. (kompas)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.