Terkait Putusan MK Tentang Gibran, Indonesia Jadi Aib di Mata Internasional
Jokowi menggendong Gibran (Tangkapan layar)
SANCAnews.id – Penyelenggaraan pemilu 2024 di
Indonesia terus mendapat sorotan tajam dari Komite Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau CCPR. Dalam publikasi Komite Hak Asasi
Manusia PBB yang memuat temuan sejumlah negara dalam penerapan Konvensi
Internasional Hak Sipil dan Politik.
Komite menyampaikan kekhawatiran atas dugaan adanya pengaruh
yang tidak semestinya terhadap pelaksanaan pemilu 2024 di Indonesia.
Menariknya, Indonesia mendapat sorotan tajam. PBB mengkritisi keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan batas minimal usia calon presiden dan
wakil presiden demi kepentingan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
"Komite juga merasa terganggu dengan pelecehan,
intimidasi, dan penahanan sewenang-wenang terhadap tokoh oposisi," bunyi
laporan Komite HAM PBB, Kamis (28/3) yang dikutip dari website resmi mereka
ohchr.org.
Karena masalah itu, PBB mendesak Indonesia menjamin pemilu
yang bebas dan transparan, mendorong pluralisme politik yang sejati, menjamin
independensi komisi pemilihan (KPU), dan merevisi ketentuan hukum.
Mereka juga meminta pemerintah Indonesia memastikan tempat
pemungutan suara dapat diakses mudah dan bebas pengaruh yang tidak semestinya
dari pejabat tinggi.
Sebelumnya, Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye juga
mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo dan pencalonan Gibran Rakabuming
Raka dalam Pilpres 2024.
Pertanyaan itu disampaikan pada Sidang Komite HAM PBB CCPR di
Jenewa, Swiss, Selasa (12/3). Ndiaye melontarkan sejumlah pertanyaan terkait
jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024.
Sidang tersebut dihadiri perwakilan negara anggota CCPR
termasuk RI. Pembahasan seputar isu HAM terbaru di sejumlah negara dibahas di
forum itu dengan sesi tanya jawab antara masing-masing anggota komite HAM PBB
kepada perwakilan negara yang dibahas.
Ndiaye memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan MK
tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.
"Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang
mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam
pencalonan," kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV,
Selasa (12/3).
Dia menambahkan, "Apa langkah-langkah diterapkan untuk
memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tidak bisa memberi
pengaruh berlebihan terhadap pemilu?"
Tak berhenti di situ, Ndiaye juga bertanya apakah pemerintah
sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut.
Perwakilan Indonesia yang dipimpin Dirjen Kerjasama
Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan itu.
Saat sesi menjawab, delegasi Indonesia justru menjawab pertanyaan-pertanyaan
lain. (harianterbit)