Latest Post

Forum Penyelamat Reformasi Indonesia (FPRI) menggelar jumpa pers terkait ditangkapnya sejumlah pendemo usai aksi di depan Gedung DPR kemarin. 

 

SANCAnews.id – Tim Hukum Forum Penyelamat Reformasi Indonesia (FPRI) Sunggul Sirait menyampaikan beberapa pandangan penting dalam menyoroti penangkapan sejumlah demonstran yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI kemarin, Selasa (19/3/2024).


Ia menanyakan apa dasar penangkapan para pengunjuk rasa, seraya mengingatkan bahwa tindakan tersebut sah dan telah mendapat izin dari polisi. “Pertama, itu demo ada izinnya semua,” kata Sunggul dalam jumpa pers di Sekretariat Forum Penyelamat Reformasi Indonesia (FPRI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).


Sunggul juga membantah soal adanya penolakan pembubaran diri. Ia mengatakan, pihaknya memang sejak awal sudah berencana membubarkan diri setelah melaksanakan buka puasa bersama di depan Gedung DPR RI. Namun, situasi menjadi tidak terkendali lantaran ada dugaan provokasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian melakui intel mereka.  “Kedua, menjelang magrib sudah mau membubarkan diri dengan tertib, tahu-tahu ada provokasi,” ucapnya.


Adapun faktor yang memperlambat membubarkan diri, tutur dia, dikarenakan menjelang waktu berbuka pihak Fraksi PDIP menyatakan ingin menemui pendemo sekaligus mengundang perwakilan massa untuk berdiskusi di dalam Gedung DPR. “Keempat, memang sudah ada gejala gejala pembubaran paksa padahal itu dilindungi undang-undang,” ujarnya.


Ia juga mengungkapkan, setidaknya ada kurang lebih 100 orang yang belum memberikan keterangan kepulangannya pasca melakukan aksi. “Kami tim hukum aliansi memberi peringatan keras kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo 1x24 jam keluarkan teman teman kami dari tahanan,” tuturnya.


FPRI mengaku mendorong petinggi Polri membebaskan massa yang saat ini tengah ditahan di Polda Metro Jaya. Jika tidak, Sunggul menyatakan bahwa aparat telah melakukan perampasan kemerdekaan dan telah melanggar hukum berat. “Ini serius, sangat serius. Jangan lagi terjadi praktik-praktik orde baru saat ini,” ujarnya.


Sebelumnya, aparat kepolisian menangkap sejumlah pendemo yang unjuk rasa di depan Gedung KPU hingga DPR RI, Jakarta Pusat pada Selasa (19/3/2024) kemarin. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan total ada 16 massa yang ditangkap dari dua lokasi yang berbeda.


"Dari lokasi aksi unjuk rasa di KPU ada 8 orang yang dilakukan pemeriksaan. Aksi unjuk rasa di gedung DPR RI ada 8 orang yang dilakukan pemeriksaan untuk didalami secara simultan oleh petugas kepolisian," kata Ade Ary kepada wartawan, Jakarta, Rabu (20/3/2024).


Ade Ary mengatakan mereka ditangkap lantaran menggangu ketertiban dan keamanan saat menjalankan aksi demontrasi tersebut. Hal tersebut melanggar aturan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.


"Tentunya ada alasan rekan petugas kepolisian melakukan pemeriksaan terdapat beberapa orang ini karena ada gangguan keamanan dan ketertiban tadi malam. Namun secara persuasif sudah dilakukan imbauan literasi komunikasi sudah dilakukan," ujarnya.


Ade Ary mengatakan saat ini ke-16 orang tersebut masih menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Pihak kepolisian akan meminta keterangan terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan kemarin. (inilah)


Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun saat hadir dalam aksi menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2024 di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (20/3/2024) 

 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun turut hadir dalam aksi penolakan hasil rekapitulasi Pemilu 2024 di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Rabu (20/3).


"Kita tolak hasil Pemilu 2024 karena penuh kecurangan," katanya saat berorasi bersama sejumlah massa yang menolak hasil Pemilu 2024.


Refly menjelaskan Pemilu 2024 telah dinyatakan penuh kecurangan saat presiden Joko Widodo mengajukan dirinya maju menjadi presiden untuk tiga periode.


"Saat pencalonan dirinya menjadi presiden tiga periode gagal maka dia menitipkan anaknya (Gibran Rakabuming Raka) yang masih bau kencur, " katanya.


Selain itu, Refly juga berorasi untuk memakzulkan presiden Jokowi karena menurutnya dialah sumber dari segala kecurangan ini bermula.


"Kita ingin presiden Jokowi dimakzulkan karena dia adalah sumber dari semua (kecurangan) ini, demokrasi kita mulai hancur karena dia, " katanya.


Refly juga mengimbau kepada peserta aksi unjuk rasa untuk tetap menjalankan aksi ini dengan damai.


Sejumlah massa telah memadati depan gedung KPU untuk berunjuk rasa dalam keputusan hasil rekapitulasi hasil Pemilu 2024.


Ada dua kelompok massa yang hadir dalam aksi ini, pertama massa yang menolak hasil pemilu dan kedua, massa yang mendukung hasil pemilu.


Keduanya berunjuk rasa dengan jarak sekitar 200 meter, tidak jarang kedua kelompok tersebut saling sahut-sahutan berorasi.


Polda Metro Jaya juga telah memperkuat pengamanan terkait putusan rekapitulasi hasil Pemilu 2024 di gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat pada hari ini, dengan menerjunkan sebanyak 4.376 personel.


"Sebanyak 4.376 personel ditempatkan di sejumlah titik, pertama di Monas, ada 550 personel, di Bawaslu 530 personel, sektor KPU ada 2.355 personel, kemudian di sektor DPR RI ada 940 personel," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi. (antara)


Massa aksi membakar kardus, plastik, dan kertas sisa-sisa sampah di area edung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu malam (20/3) 

 

SANCAnews.id – Sejumlah massa penentang hasil pemilu 2024 masih berdiri tepat di seberang kanan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu malam (20/3).


Berdasarkan pantauan Kantor Berita Politik RMOL, hingga pukul 19.05 WIB massa sudah berkumpul usai berbuka puasa dan salat Maghrib. Massa bahkan membakar karton, plastik, dan kertas sisa sampah di jalanan.


Sementara akses lalu lintas di Jalan Imam Bonjol tepatnya depan Kantor KPU Pusat masih ditutup sementara. Artinya, tidak ada kendaraan yang melintas di depan kantor KPU.


Di sisi lain, kantor KPU dijaga aparat kepolisian dengan pembatas beton dan mobil water cannon. Hingga saat ini, Komisioner KPU belum merilis hasil resmi rekapitulasi Pemilu 2024. (*)


Politikus PDIP Adian Napitupulu (tengah) di depan Gerbang DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3) 

 

SANCAnews.id – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan keyakinannya mengajukan hak angket kepada DPR untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu 2024. Meski demikian, Fraksi PDIP masih menunggu perintah dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.


“Kita sudah yakin tinggal menunggu perintah ketua umum,” kata politikus PDIP Adian Napitupulu kepada wartawan seusai menemui massa aksi di depan Gerbang DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3).


Saat disinggung mengenai apakah Fraksi PDIP masih menunggu keputusan resmi KPU RI pada Rabu 20 Maret 2024 terkait Pemilu 2024, Adian enggan berspekulasi mengenai hal tersebut. Sebab, keputusan Fraksi PDIP akan menjadi surprise.


“Ya kagak bisa dijawab lah, gak jadi element of surprise,” tegas pentolan Aktivis 1998 itu.


Adian menyatakan saat ini pihaknya tengah mempelajari hak angket DPR RI. Namun, pihaknya tidak setengah-setengah dalam menggulirkan hak angket kecurangan Pemilu 2024.


“Kalau maju jangan setengah-setengah. Kenapa? Gak boleh dalam posisi lemah. Kenapa? Kalau kita sudah kita putuskan A, (maka) A dengan seluruh argumentasinya, dengan seluruh gagasan, ide, pemikiran, dan sebagainya. Dan kita sudah dalam tahap itu,” pungkasnya. (rmol)


Gerakan Penegak Kedaulatan Rakyat (GPKR) dan sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2024). Mereka menggungat Pemilu 2024 yang dianggap cacat secara hukum.

 

SANCAnews.id – Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) dan berbagai elemen masyarakat penyelamat demokrasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2024). Mereka menggugat Pemilu 2024 yang dinilai cacat hukum.


Berdasarkan pantauan Inilah.com, massa hadir di depan Gedung DPR sekitar pukul 14.30 WIB. Hadir pula Presidium GPKR Din Syamsuddin. Massa yang hadir pun membawa berbagai spanduk mulai dari spanduk bertuliskan "No More Democracy in Indonesia Impeach Jokowi the Democracy Destroyer" (Tidak Ada Lagi Demokrasi di Indonesia Impeach Jokowi Sang Penghancur Demokrasi) hingga spanduk bergambar keluarga Jokowi.


"Kita semua menolak yang namanya Pemilu, kita minta ke DPR untuk segera melaksanakan hak angket," kata salah satu orator.


Sementara itu, polisi mengerahkan ribuan personel gabungan untuk mengamankan aksi di depan Gedung DPR dan Kantor KPU RI, Selasa (19/03/2024).


"Kami melibatkan personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI dan Instansi lainnya. Di DPR/MPR RI melibatkan 2.970 personel, dan KPU RI melibatkan 385 personel," ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (19/3/2024).


Lebih lanjut, Susatyo mengatakan penutupan atau pengalihan arus lalu lintas di sekitar DPR/MPR RI dan KPU RI bersifat situasional. Rekayasa arus lalu lintas akan diberlakukan melihat perkembangan dinamika situasi dilapangan. (inilah)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.