Latest Post

Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) menyatakan deklarasi menolak pemilu curang di Gedung Balai Sarbini, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024). 

 

SANCAnews.id – Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya menyusul tudingan pemilu (pemilu) 2024 yang curang


Deklarasi ini disuarakan oleh Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) yang diisi oleh 9 presidium diantaranya mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin dan mantan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.


Deklarasi dibacakan oleh salah satu Presidium GPKR, Sabriati Aziz dan diikuti oleh peserta lain yang hadir.


"(Meminta) Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia sebagai pertanggung jawaban atas kejahatan terhadap rakyat dan pengerusakan kedaulatan rakyat yang dilakukannya," ucap Sabriati di Gedung Balai Sarbini, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).


Selain itu, GPKR juga menuntut dua hal lain yakni menolak Pemilu 2024. Kemudian, mendesak DPR RI menggunakan hak angket terkait dugaan kecurangan pemilihan presiden (pilpres).


Sabriati menegaskan tiga tuntutan ini dinyatakan dengan penuh kesadaran sebagai bagian dari rakyat Indonesia.


"(Meminta) DPR RI agar gunakan hak angket tentang pemilu pilpres 2024," ucap dia.


Dalam deklarasi ini, Sabriati mengatakan bahwa Pemilu 2024 merupakan puncak dari perwujudan otoritarianisme yang menjelma dalam kecenderungan untuk berkuasa, mempertahankan atau melanggengkan kekuasaan dengan melakukan segala cara.


Hal ini, kata dia, membuat hak rakyat terampas dan rusak. Terlebih dengan adanya mobilisasi alat lembaga negara yang mengarahkan pilihan rakyat, menekan, menakut-nakuti, memanipulasi lewat bantuan sosial yang dinilai inkonstitusional dan menebarkan uang politik.


"Kedaulatan rakyat yang dijunjung tinggi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jatuh ke titik nadir dengan adanya keterlibatan nyata presiden dan jajarannya untuk memenangkan partai politik dan atau paslon tertentu," tambah dia.


Oleh karena itu, GPKR muncul dalam rangka menegakan kedaulatan rakyat.


Sabriati menekankan GPKR adalah gerakan rakyat Indonesia lintas agama, suku, profesi, dan generasi yang menolak pilpres curang demi Indonesia maju, adil, makmur berdaulat, bermartabat di masa depan.


"Sehubungan dengan itu, GPKR mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk berjuang bersama membebaskan diri dari kelaliman dan penyelewengan cita-cita nasional yang disepakati oleh para pendiri negara," ucapnya.


"Semoga Allah yang Maha Esa menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari malapetaka akibat kejahatan konstitusional yang dilakukan pemegang amanat rakyat yang berkhianat," sambung Sabriati.


Adapun sembilan tokoh Presidium GPKR adalah Din Syamsuddin, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Hafid Abbas, Abdullah Hehamahua, Sabriati Aziz, Paulus Januar, Rochmat Wahab, Komjen Pol (Purn) Oegroseno, dan Didin S Damanhuri. (kompas)


Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah menyiapkan strategi untuk merespon kenaikan minyak dan gas bumi 

 

SANCAnews.id – Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kecurangan Pemilu untuk mengungkap banyaknya dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024.

 

Rencana pembentukan pansus disepakati anggota DPD dalam Sidang Paripurna ke-9 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. Sidang tersebut berlangsung diketuai oleh Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

 

"Komite I yang membidangi soal Pemilu sudah menyatakan sikap terkait kecurangan dalam Pemilu 2024, tetapi ada usulan untuk pembentukan Pansus. Apakah dapat disetujui?," kata LaNyalla dalam siaran pers yang diterima Tempo.

 

"Setuju..."

 

"Mohon Kesekjenan untuk memperhatikan dan mempersiapkan tindak lanjut pembentukan Pansus ini," lanjut LaNyalla.

 

Pembentukan Pansus tersebut atas usulan yang disampaikan oleh Tamsil Linrung, anggota DPD asal Sulawesi Selatan. Menurutnya, diperlukan tindaklanjut lebih jauh soal pengaduan tentang pelanggaran dan kecurangan pemilu tidak hanya sebatas disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu.

 

"Perlu lebih jauh berpikir untuk membuat pansus pelanggaran atau kecurangan pemilu. Jadi tidak sebatas di Komite I, tetapi dibuat lintas komite untuk semua menyampaikan pandangan-pandangannya. Karena mungkin kecurangan ini ada imbasnya kepada teman-teman anggota yang tidak terpilih sekarang," ujar Tamsil Linrung.

 

DPD telah membentuk posko pengaduan dugaan pelanggaran pemilu di setiap Kantor DPD RI di ibu kota provinsi. Upaya itu dilakukan untuk ikut mengawasi pelaksanaan pemilu serentak 2024 agar tercipta pemilu yang demokratis, jujur-adil, bebas politik uang, dan legitimate.

 

Berdasarkan data yang diterima dari Kantor DPD RI di ibu kota provinsi, pengaduan yang masuk melalui posko sebanyak 4 (empat) laporan, yaitu dari Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 2 laporan, Sumatera Utara sebanyak 1 laporan dan Maluku sebanyak 1 laporan.

 

Laporan yang masuk tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku, telah disampaikan Bawaslu. Disamping itu, mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat Pimpinan DPD meminta kepada Komite I untuk segera menindaklanjuti dengan mengundang KPU, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri.

 

Jika dipandang perlu, dapat juga mengundang Kapolri, Panglima TNI, dan Jaksa Agung, dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk meminta penjelasan dan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran dan/atau kecurangan pemilu. (tempo)


Tangkapan layar menu perolehan suara Pilpres 2024 di Sirekap per Selasa malam (5/3), yang tak lagi menampilkan diagram hasil perolehan suara calon/rmol 

 

SANCAnews.id – Perolehan suara peserta pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024, tak lagi ditampilkan dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).


Hal itu diketahui Kantor Berita Politik RMOL saat mengakses situs Sirekap pada tautan http://pemilu2024.kpu.go.id/ pada Selasa malam (5/3).


Jika ditelusuri, ketika publik mengakses link Sirekap, dan memilih jenis pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPRD Kabupaten/Kota hingga Provinsi, dan termasuk DPD RI, tidak ada perolehan suara yang terlihat untuk para kandidat.


Biasanya, ketika publik mengakses Sirekap terlihat diagram berbentuk bulat atau batang, yang menunjukkan perolehan suara dari masing-masing peserta pemilu.


Selain itu, biasanya juga tercantum di bagian bawahnya mengenai keterangan jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang sudah memasukkan data perolehan suara di Sirekap.


Namun pada malam ini, baik diagram perolehan suara peserta pemilu maupun keterangan jumlah TPS yang memasukkan data Formulir C.Hasil Plano, tidak ditayangkan KPU RI.


Melainkan, publik melihat formulir C.Hasil Plano di TPS-TPS yang ada di daerah-daerah pemilihan, dan itu terjadi baik di menu pilpres, pileg DPR RI, DPRD Kabupaten/Kota hingga Provinsi, maupun DPD RI.


Belum diketahui maksud KPU RI, mengubah format penayangan hasil perolehan suara peserta Pemilu 2024 seperti itu.


Karena, belum ada pimpinan KPU RI yang menjelaskan mengenai hal tersebut. (rmol)


Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melihat menu makanan milik siswa saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis 29 Februari 2024. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meyediakan 162 porsi dengan empat macam menu makanan sehat senilai Rp15 ribu per porsi pada simulasi program makan siang gratis. 

 

SANCAnews.id – Komisi Pemilihan Umum atau KPU belum mengumumkan secara resmi hasil Pemilu 2024. Padahal Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meraih suara terbanyak dalam real count KPU. Perolehan suara pasangan nomor urut dua mencapai 58,83 persen suara hingga Senin 4 Maret 2024 pukul 13.00.


Meski belum diputuskan apakah mereka akan menang di parpol, namun program Prabowo-Gibran sudah ramai diperbincangkan oleh pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi saat ini. Sebenarnya, program makan siang dan susu gratis ini disimulasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang pada 29 Februari 2024.


Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar menilai hal tersebut salah secara etika. Namun saat ini, kata dia, orang sudah tidak lagi peduli dengan etika.


Kalaupun bila dikaji secara hukum, tidak ada aturan yang dilanggar. Namun, media menyoroti potensi maladministrasi dan korupsi jika kebijakan dengan dana besar dipolitisasi.


"Seperti procurement makan siang gratis, balas jasa politik. Maka idealnya, fungsi pengawasan eksekutif harus berjalan dan itu idealnya dilakukan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)," tutur dia saat dihubungi Tempo pada Senin, 4 Maret 2024.


Namun lagi-lagi, kata Media, DPR juga tidak menjalankan fungsi pengawasan tersebut. "Tapi DPR juga rusak."


Saat ini, makan siang gratis baru berupa program yang diusung oleh Capres-cawapres. Artinya, bukan merupakan kebijakan pemerintahan yang berjalan. 


Dia menuturkan, adanya menteri-menteri Presiden Jokowi yang sudah mulai berbicara soal makan siang gratis harus direspons serta diawasi oleh publik dan DPR. 


"Jangan sampai dipolitisasi, di mana menteri-menteri memaksakan program ini demi mengamankan kursi menteri," ucapnya. (tempo)


Pakar Telematika, Roy Suryo bersama TPDI di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (4/3/2024). (Akurat.co/Nanda Prayoga ) 

 

SANCAnews.id – Laporan dengan bukti-bukti yang dibawa Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 melalui aplikasi Sirekap KPU, masih ditolak Bareskrim Polri.


Pakar telematika Roy Suryo menyayangkan hal tersebut. Sebab, dia menilai laporan tersebut bukan hanya soal isu pemilu, melainkan memuat berita bohong dan pernyataan tidak benar. 


“Tapi kan akhirnya sekarang kita harus mengacu pada UU ITE pasal 27 ayat 3 di mana harus ada kerusuhan fisik. Ini kan malah kita jadi ngeri,” kata Roy di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (4/3/2024).


“Andaikata laporan dari Pak Petrus dan kawan-kawan diterima, mungkin masyarakat bisa tenang. Tapi kalau mereka mendengar bahwa laporannya masih ditangguhkan seperti itu. Itu kan nanti apa, nunggu kerusuhan fisik?" tambahnya.


Mantan Menpora ini mengaku tak berharap peristiwa 1998 terulang kembali. Namun, ia menyayangkan UU berkata demikian, harus ada kerusuhan fisik. 


Lebih lanjut, ia menjelaskan isi laporan tersebut juga memuat pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi, server yang ada di dalam negeri, server yang ada di luar negeri, Sirekap dan para jajaran KPU.


“Jadi ini bukan sekedar pelanggaran Pemilu, karena dalam pelanggaran Pemilu itu ada 9 hal yang diatur. Termasuk misalnya ada Caleg yang dia harus melaporkan suaranya atau yang mengganggu proses di TPS, itu hal yang sangat mikro,” ungkapnya.


Menurutnya, persoalan yang dibawa TPDI adalah persoalan yang sangat makro. Maka dari itu, dirinya siap mendukung kalau misalnya TPDI dipanggil lagi.


“Agar tidak terjadi kerusuhan di masyarakat. Itu aja, jadi kita bongkar semuanya, supaya yang salah juga akhirnya menjadi salah, bukan yang salah berlindung di balik undang-undang atau di balik kekuasaan,” tutupnya. (akurat)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.