Miris Aktivis 98 Punya Jabatan, Barata Brahmana: Justru Kini Pengkhianat Reformasi
Barata Sembiring Brahmana saat berbicara pada diskusi film Dirty Vote di hadapan ratusan mahasiswa USU/Ist
SANCAnews.id – Tujuan reformasi adalah mengemban misi mengubah Indonesia dari Orde Baru yang sangat otoriter dan pemerintahan yang korup menjadi Indonesia demokratis yang membawa kemakmuran bagi bangsa. Namun nyatanya, belakangan ini situasi politik semakin melenceng dari cita-cita reformasi yang ditandai dengan semakin menguatnya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Hal tersebut disampaikan Tokoh Masyarakat Karo Barata Sembiring Brahmana di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang mengikuti diskusi dan dialog bersama Dandhy Dwi Laksono, sutradara film dokumenter Dirty Vote dan pakar hukum tata negara Feri Amsari serta tim film dokumenter di Inter Coffee Kampus Komplek USU, Padang Bulan, Medan, Minggu (3/3).
“Yang berkuasa sekarang itu adalah mahasiswa yang memperjuangkan reformasi 98, namun sekarang mereka itu mengkhianati reformasi. Mereka lupa cita-cita reformasi dan hanya mau ambil bagian dari istana,” katanya.
Menurut Barata, cita-cita reformasi yang membawa Indonesia terhindar dari kolusi, korupsi dan nepotisme merupakan hal yang palin ideal untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang sangat maju. Namun faktanya, belakangan ini praktik korupsi menjadi hal yang justru tidak memunculkan rasa tabu lagi bagi masyarakat. Hal ini karena korupsi sudah berlangsung secara massif.
“Saya kira ini menjadi PR bagi kalangan mahasiswa saat ini. Apakah akan membiarkan hal ini terus terjadi atau mendorong sebuah gerakan untuk menghentikan semua bentuk-bentuk nepotisme dan KKN yang kembali dilakukan oleh para penguasa,” ujarnya pada diskusi yang juga dihadiri guru besar USU Prof Dr Ningrum Sirait, Prof Dr Nurlisa Ginting dan beberapa akademisi lainnya tersebut.
Sementara itu, Feri Amsari mengatakan fllm ini menjadi salah satu bagian dari upaya mereka untuk menunjukkan bahwa pesta demokrasi seperti Pemilu 2024 menjadi agenda politik yang sangat massif terjadinya kecuranga oleh penguasa. Jika pada pemerintahan orde baru lalu hal ini dikenal dengan istilah KKN, maka menurutnya sekarang ini yang terjadi adalah peristiwa penguasaan negara oleh dinasti.
“Ironisnya hal ini sudah terencana dan didesain secara sangat terstruktur dan massif oleh penguasa sekarang. Jadi perencanaan kecurangan untuk memuluskan dinasti itu dilakukan dengan desain menggunakan kekuatan dari kekuasaan. Kami tidak pada posisi ingin memihak pihak mana pun dalam pemilu 2024, namun kami lebih pada memberi kesadaran mengenai kecurangan yang terjadi sehingga kita bisa tergerak untuk melakukan koreksi,” pungkasnya. (rmol)