Latest Post


 

SANCAnews.id – Pakar Politik dan Pemerintahan Prof Ryaas Rasyid mengatakan polisi harus menindak Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari terkait kecurangan pemilu yang sangat jelas, terstruktur, sistematis, dan masif. (TSM).


Ryaas mengatakan, Hasyim harus mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemilu 2024 yang tidak kredibel dan penuh kecurangan.


Hal ini antara lain terlihat dari pendistribusian surat suara melalui pos ke luar negeri yang tidak berjalan dengan baik sehingga menghilangkan puluhan ribu hak pilih Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, penipuan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang melibatkan petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), hingga kejanggalan pada Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Suara).


"Ini kan sudah jelas kecurangannya dilakukan oleh jajaran KPU sampai ke TPS secara TSM di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Jadi, berdasarkan tanggung-jawabnya, Ketua KPU harus ditangkap. Polisi harus menangkap Ketua KPU karena sudah jelas kok referensi kecurangan di Pemilu 2024," kata Ryaas di Jakarta, Selasa (27/2/2024).


Menurut dia, berbagai kecurangan Pemiku 2024 yang dibuka publik di berbagai platform media sosial (medsos) dan juga pemberitaan media massa dapat menjadi referensi bagi polisi untuk menangkap Ketua KPU dan jajarannya, tanpa perlu menunggu laporan atau aduan dari peserta pemilu.


Dia menjelaskan, penangkapan Ketua KPU akan menjadi jalan masuk untuk menyelidiki penyebab kecurangan pada Pemilu 2024 yang berlangsung secara TSM. Jangan sampai Ketua KPU mengetahui tapi membiarkan saja karena ada campur tangan pihak lain.


"Bisa saja terjadi Ketua KPU tahu dan membiarkan atau mendiamkan pihak lain atau sindikat yang masuk untuk bekerja di bawah tangan dan menggerogoti penyelenggaraan Pemilu 2024. Nah nanti dalam pemeriksaan Ketua KPU bisa diperiksa semua yang terlibat dan bisa ketahuan apakah sudah dilaporkan ke presiden karena Ketua KPU bertanggung-jawab langsung kepada presiden," tutur Ryaas.


Harus Berani

Dia mengungkapkan, kecurangan Pemilu 2024 secara TSM hanya bisa terjadi jika KPU dikontrol oleh penguasa atau terpaksa membiarkan hal itu terjadi karena tekanan.


Ryaas mendorong Ketua KPU harus berani membuka siapa sebenarnya yang membuatnya mendiamkan atau berani membiarkan semua kecurangan pemilu terjadi secara TSM.


"KPU tidak bisa diam. Anda harus mengatakan siapa yang memerintahkan ini atau siapa membuat Anda berani membiarkan semua ini terjadi. Harus ada keberania dari KPU sendiri untuk membongkar berbagai kecurangan demi menjaga nama baik dan legitimasi atas hasil pemilu 2024," tutur Ryaas.


Dia juga mendorong kepolisian bertindak cepat dalam penyelidikan dan memproses berbagai kecurangan di Pemilu 2024 yang juga mengarah pada tindak kriminal.


"Kami tahu polisi itu loyal pada perintah atasan, dan kita tahu pimpinan tertinggi kepolisian itu presiden, tapi jangan sampai polisi jadi alat politik penguasa," kata Ryaas.


"Kondisi negara ini dalam bahaya kalau untuk pemilu yang tujuannya menghasilkan pemerintahan yang bersih dan dapat memimpin negara ini ke depan, ternyata penuh kecurangan dan dibiarkan begitu saja bahkan oleh pihak kepolisian," ungkap Ryaas.


Dia menambahkan, pihak kepolisian seharusnya tidak takut membongkar kecurangan Pemilu 2024 karena kepolisian sedang melakukan tugas dalam mengayomi serta menjaga keamanan, dan ketertiban masyarakat. (tribunnews)


TPDI memberikan dukungan terhadap penggunaan Hak Angket DPR tentang dugaan kecurangan Pemilu 2024. 


SANCAnews.id – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) saat menyampaikan surat di Gedung Sekjen DPR, Jakarta, Selasa (27/2/2024).


Mereka memberikan dukungan terhadap penggunaan Hak Angket DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 dan tuntutan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi serta penolakan Capres dan Cawapres hasil pemilu curang. (inews)


Logo Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)/Net 

 

SANCAnews.id – Ada seruan agar seluruh anggota Komisi Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) diperiksa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


Seruan ini disampaikan Wakil Ketua Bidang Pelanggaran Kode Etik Timnas Amin, Muhammad Akhiri, menyusul dua laporan Timnas Amin yang tidak ditindaklanjuti Bawaslu.


"Patut diduga Bawaslu tidak profesional dan tidak transparan. Kami minta DKPP memeriksa seluruh komisioner Bawaslu RI. Jika terbukti melanggar kode etik, maka sudah sepantasnya seluruh komisioner Bawaslu dipecat," tegas Muhammad Akhiri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/2).


Sementara itu, Kuasa Hukum pelapor yang juga Tim Hukum Nasional Amin, Reza Isfadhilla Zen mengatakan, ada dua laporan THN Amin tidak diregistrasi karena alasan tidak memenuhi syarat materiil.


Namun dalam surat pemberitahuan status laporan yang diterima Tim Hukum Amin, disebut tidak dijelaskan syarat materiil mana yang tidak memenuhi syarat.


Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan DKPP 2/2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 6 Ayat (3) Huruf d yang berbunyi, "Penyelenggara Pemilu memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaidah keterbukaan informasi publik".


Reza lantas menyinggung Peraturan Bawaslu 7/2022 Pasal 24 Ayat 1 yang menyebutkan, Bawaslu harus memberitahu kepada pelapor terkait syarat materiil mana yang kurang untuk dilengkapi.


"Pada Pasal tersebut juga dijelaskan, pemberitahuan paling lama satu hari setelah kajian awal selesai. Dalam Surat Pemberitahuan Status Laporan, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait syarat materiil mana yang tidak terpenuhi. Ini aneh," sambung Reza. (rmol)


Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (tengah) dan Anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda (kanan) dalam jumpa pers bersama Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro (kiri), di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/2)/rmol 

 

SANCAnews.id – Puluhan dugaan pelanggaran pidana Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kini tengah ditangani Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) bersama Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia ( Dirtipidum Bareskrim Polri) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).


Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan proses penanganan dugaan tindak pidana pemilu bersama Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/2).


"Sebanyak 46 dugaan pelanggaran pidana pemilu ditangani Bawaslu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," ujar Bagja.


Dia menjelaskan, dugaan pelanggaran pidana sejumlah itu diperoleh Bawaslu RI dari 27 temuan pengawas pemilu di lapangan, serta 19 laporan yang masuk ke Bawaslu.


"Per 27 Februari 2024 Bawaslu RI selesai melakukan kajian awal, dan meregistrasi seluruhnya," sambungnya menjelaskan.


Namun, Bagja menyebutkan mayoritas perkara dugaan pidana pemilu telah selesai ditangani dan telah dinyatakan terbukti melanggar.


"Bawaslu melakukan kajian akhir yang hasilnya 40 berkas dinyatakan pelanggaran, dan 4 bukan pelanggaran pidana pemilu. Sedangkan 2 temuan atau laporan masih dalam tahap klarifikasi dan kajian akhir," urainya.


Berbeda dengan data Dittipidum Bareskrim Polri

Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan, pihaknya sebagai salah satu unsur di dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) bersama Bawaslu RI dan Kejagung, menangani perkara dugaan pelanggaran pidana pemilu yang lebih banyak.


"Di (Pemilu) tahun 2024, sampai dengan hari ini ini kita ada laporan temuan sebanyak 322 (perkara), kemudian 149 proses kajian, 108 dihentikan, dan 65 kasus ditangani oleh kepolisian, dalam hal ini kepolisian baik itu di Bareskrim maupun di Polda jajaran," ucapnya.


Djuhandhani merinci, dari total 65 kasus yang diproses rata-rata telah mencapai tahap akhir.


"Sampai dengan saat ini terhadap 65 kasus tersebut, 16 perkara masih dalam proses penyidikan, 12 perkara dihentikan atau di SP3, kemudian 37 perkara sudah di tahap 2 dan sudah ada beberapa sudah vonis dan inkrah," tambahnya. (rmol)


Ilustrasi logo PDI Perjuangan/Net 


SANCAnews.id – Rencana penggunaan hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu 2024 belum terwujud.


Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, keberhasilan penggunaan hak angket sangat bergantung pada kekompakan gabungan partai politik.


Oleh karena itu, penting bagi gabungan partai politik untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan individu atau partai. Jika tidak mempunyai tujuan yang sama, upaya penggunaan hak angket bisa saja sia-sia.


"Sesungguhnya prakondisi untuk menggulirkan hak angket sudah memadai," kata Adi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (27/2).


Usulan hak angket pertama kali digaungkan Capres PDIP, Ganjar Pranowo, didukung Parpol pengusung Anies-Muhaimin, Nasdem, PKS dan PKB.


Melihat kondisi itu, PDI Perjuangan seharusnya tidak perlu ragu segera menggulirkan hak angket, karena sudah memenuhi persyaratan.


"Terlebih jumlah gabungan partai paslon Amin dan Ganjar unggul jauh dari partai Paslon Prabowo-Gibran. Jadi tunggu apalagi? Tinggal dikonkretkan," tukas analis politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.