Latest Post

Pengamat politik Rocky Gerung/Ist 

 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menilai Anies Baswedan tidak mungkin menjadi Presiden karena dihadang Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rocky mengatakan perolehan suara Anies Baswedan akan diatur agar tidak bisa memenangkan Pilpres.


"Saya kasih kuliah di Malborn, lalu ada yang bertanya Anies menang gak. Lalu saya bilang Anies gak bakalan menang dia maksimal dapat 17 persen. Kalau sekarang dapat 24 persen" kata Rocky Gerung, dilansir dari sebuah dialog eksklusif di Metro TV, Minggu 18 Februari 2024.


"Saya bilang karena ada penghalangnya. Siapa penghalangnya ya Jokowi" imbuhnya. 


Rocky Gerung mengatakan, jika Anies Baswedan jadi Presiden maka bisa saja dalam dua minggu menjabat, langsung menjebloskan Jokowi di rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 


"Ketika kita lihat dari Awal tu Jokowi tidak bakal berikan ruang bagi Anies untuk jadi Presiden . Kan itu artinya begitu Anies jadi presiden dua minggu kemudian Jokowi ditangkap KPK" kata Rocky Gerung. 


Rocky melanjutkan,  itu bukan karena Anies tapi karena desakan politik tuntu Jokowi dipenjara. 


"Jadi semua ide perubahan itu diaklamasi-kan dalam suara Anies tuh. Maka orang akan tuntut pada Anies, bahwa Anda presiden 'kan, persoalkan money laundry yang pernah terduga pada keluarganya (Jokowi)" kata Rocky. 


Rocky menilai, berbeda dengan Ganjar Pranowo yang masih bisa dikendalikan Jokowi dan Partainya 


"Jadi bukan suara Anies dipindahkan,  tapi memang Anies akan dikendalikan alogaritmanya untuk tidak mungkin jadi presiden" pungkasnya. (fin)


Mahfud MD Cawapres nomor urut 03/Net 


SANCAnews.id – Calon Wakil Presiden nomor urut 03 Mahfud MD angkat bicara soal sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menegaskan, dalam sengketa pemilu, jika Mahkamah Konstitusi mempunyai bukti pelanggaran maka partai pemenang dapat didiskualifikasi atau memerintahkan pemilihan ulang.


Awalnya, Mahfud mengatakan, dalam setiap pemilu, pihak yang kalah akan mengajukan gugatan atas dugaan kecurangan. Namun terkadang kecurangan memang terjadi dan penggugat tidak selalu kalah.


"Tapi jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan," kata Mahfud MD setelah menyaksikan sidang pengukuhan tiga Guru Besar UI di Salemba Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2024). 


Hal itu dia contohkan ketika dirinya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menemukan bukti kecurangan yang dilakukan pihak pemenang sehingga dia memutus pembatalan hasil pemilu dan dilakukan pemilu ulang. 


"Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, sehingga yang menang dinyatakan diskualified dan yang kalah naik," jelasnya.


Lebih detail Mahfud memberikan contoh hasil pemilu kepala daerah Jawa Timur 2008. Saat itu Khofifah dinyatakan kalah dari Soekarwo, kemudiam MK memerintahakan pemilu ulang dan hasilnya dimenangkan oleh Khofifah. 


Contoh lain ketika Pilkada Bengkulu Selatan. Saat itu yang menang didiskualifikasi dan yang kalah secara otomatis memenangkan dalam Pilkada tersebut. Contoh ketiga Pilkada Waringin Barat Kalimantan Tengah, yang hasil sidangnya mendiskualifikasi pihak yang menang dan memenangkan pihak yang kalah. 


"Tahun 2008 ketika MK memutus sengketa Pilgub antara Khofifah dengan Soekarwo, saya waktu itu hakimnya. Dan setelah menjadi dasar, vonis-vonis lain untuk selanjutnya masuk secara resmi di dalam hukum pemilu kita," jelasnya.  


"Jadi ini sudah menjadi Yurisprudensi dan juga menjadi aturan di undang-undang, di peraturan KPU, di peraturan Bawaslu itu ada. Pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif itu. Jadi ini bukan hanya Yurisprudensi sekali lagi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan. Dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi," pungkasnya. (okezone)


Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari (menggunakan mikrofon) saat konferensi pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/2/2024). 

 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, larangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak ada orang yang berteriak soal kecurangan pada pemilu (pemilu) 2024 menjadi persoalan. Sebab di sisi lain, kata Feri, ada kontestan yang mengaku menang dan tidak dilarang oleh Jokowi.


"Kami dilarang teriak-teriak curang, tetapi yang lain boleh teriak-teriak sudah menang, itu masalah bagi saya," katanya saat konferensi pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/2/2024).


Selain itu, Feri juga menyebut pernyataan Jokowi menunjukan dirinya tidak berimbang dalam menyikapi Pemilu 2024.


Sebab itu, Feri menilai pernyataan Jokowi sebagai bentuk ketidaktahuan atas hak warga negara untuk bersuara dan menyederhanakan peristiwa kecurangan yang terjadi.


"Jadi bagi saya ucapan presiden itu tidak tau hak warga negara dalam perlindungan hak sipil mereka dalam pemilu sehingga kemudian mengeluarkan pernyataan yang kesannya menyederhanakan masalah," imbuh dia.


Feri mengatakan, kecurangan pemilu yang kini terus diteriakan koalisi masyarakat sipil memiliki argumentasi kuat. Bahkan beberapa temuan juga mengindikasikan ada keterlibatan Jokowi dalam kecurangan pemilu tahun ini.


"Padahal kalau dilihat apa yang kami tampilkan dalam kecurangan pemilu, proses kecurangan terjadi luar biasa dan melibatkan presiden sebagai salah satu pelaku kecurangan," tandasnya.


Sebelumnya, Jokowi meminta agar pihak-pihak tertentu tidak hanya mengeluhkan soal pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang disebut banyak kekurangan.


Menurut Jokowi, jika ada bukti bahwa pelaksanaan pemilu curang maka langsung dibawa saja ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Mahkamah Konstitusi (MK).


"Yang pertama, mengenai kecurangan, caleg (calon anggota legislatif) itu ada saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Partai ada saksi di TPS, capres-cawapres (calon presiden-calon wakil presiden) kandidat ada saksi di TPS. Di TPS ada Bawaslu. Aparat juga ada di sana, terbuka untuk diambil gambarnya," ujar Jokowi di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024).


"Saya kira, apa, pengawasan yang berlapis-lapis seperti ini akan menghilangkan adanya kecurangan. Tapi, kalau memang ada betul, ada mekanismenya untuk ke Bawaslu. Mekanisme nanti persidangan di MK. Nanti saya kira udah diatur semuanya. Jadi janganlah teriak-teriak (pemilu) curang, ada bukti bawa ke Bawaslu, ada bukti bawa ke MK," katanya lagi. (kompas)


Capres-Cawapres No Urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming /Net 

 

SANCAnews.id – Paslon nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul dalam quick count di berbagai lembaga survei. Tingginya hasil survei pada pemilu 2024 menimbulkan pro dan kontra di berbagai pihak.


Bahkan, tak sedikit masyarakat yang menilai hal tersebut telah dimanipulasi dan salah satu pasangan calon diduga melakukan kecurangan.


Kritikus politik Faizal Assegaf menyebut hasil quick count lembaga survei menjadi alat yang digunakan untuk melakukan kecurangan.


“Apa yang dilakukan oleh quick count bukan sesuatu yang baru. Ini suatu perangkat yang sudah disiapkan untuk melegalkan jalannya proses kecurangan,” kata Faizal Assegaf dikutip Youtube Abraham Samad SPEAK UP, Jumat, 16 Februari 2024.


Faizal Assegaf menyebut bahwa kecurangan hasil quick count ini sempat terjadi pada Prabowo Subianto, saat dirinya mencalonkan diri sebagai capres pada tahun 2014 dan 2019 silam.


Ia juga mengatakan bahwa pada tahun 2019 Prabowo Subianto beserta partainya pernah menyebutkan bahwa quick count adalah kebohongan.


“Pada tahun 2019 yang bertebaran di seluruh Indonesia Prabowo sudah lakukan sosialisasi bahwa quick count adalah kebohongan,” tandasnya.


Faizal menuturkan bahwa pernyataan Prabowo tersebut pernah dimuat dalam berbagai media nasional.


Namun, Faizal menyayangkan karena pernyataan Prabowo tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat ini.


“Tapi sekarang Prabowo bekerjasama dengan pembohong untuk bisa menang dengan cara kebohongan, dan kecurangan,” ungkapnya.


Dengan adanya hal ini Faizal menegaskan lembaga survei harus bisa mempertanggungjawabkan mengenai hasil quick count yang dikeluarkannya.


Diketahui, saat ini hasil quick count yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga survei. Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka menempati angka tertinggi dari paslon yang lainnya. (ayojakarta)


Lautan manusia menyambut kedatangan calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan saat berkampanye di Padang /Net 

 

SANCAnews.id – Perolehan suara pasangan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar unggul sementara di Sumatera Barat. Padahal, pada Pemilihan Presiden 2019, Sumbar merupakan lumbung suara calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto. 


Dari data real count KPU Sumbar, Jumat (16/2/2024) pukul 08.30 WIB, Anies-Muhaimin unggul dengan raihan 547.480 suara atau 57,34 persen. Sementara itu, Prabowo-Gibran 367.779 suara atau 38,52 persen. Adapun paslon 03  Ganjar-Mahfud memperoleh 39.513 suara atau 4,14 persen. Data ini berdasarkan 48,34 persen suara yang masuk pukul 08.30 WIB. 


Lalu, apa faktor yang membuat Anies mampu mengungguli Prabowo di Sumbar? 

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas Padang, Asrinaldi, menjelaskan, dalam memilih pemimpin, masyarakat Sumbar selalu mengutamakan 3T, yaitu takah (mampu), tageh (kuat), dan tokoh (ketokohan). 


Asrinaldi menilai masyarakat Sumbar melihat Anies kuat di tiga faktor ini. Asrinaldi juga melihat faktor keagamaan menjadi penyebab Anies unggul di Sumbar. Jadi, kendati dua Pilpres sebelumnya Sumbar selalu dikuasai Prabowo, tidak bisa serta-merta hasilnya tetap sama. 


"Kemampuan, kekuatan, dan ketokohan menjadi pilihan utama. Setelah itu intelektual dan keagamaan," jelas Asrinaldi saat dihubungi, Kamis (16/2/2024). 


Faktor Jokowi Faktor lainnya yang membuat suara Prabowo rendah di Sumbar terkait Presiden Jokowi yang dinilai tidak netral pada Pemilu 2024. Seperti diketahui, Jokowi disebut-sebut mendukung Prabowo dan Gibran yang merupakan anak sulungnya. 


"Faktor-faktor kecil lainnya juga ada. Misalnya, faktor Jokowi yang tidak netral. Ini bisa menjadi penyebab warga Sumbar beralih ke Anies," ungkap Asrinaldi. 


Bagaimana dengan Ganjar? Sementara untuk Ganjar-Mahfud, kata Asrinaldi, belum mendapat tempat di Sumbar. Termasuk di sejumlah daerah di Sumbar yang dikuasai PDI-P, seperti Dharmasraya dan Mentawai, di mana Ganjar-Mahfud tidak menang. 


"Fenomena politik di Sumbar ini sangat menarik dan hampir selalu sulit diterka. Yang jelas, dalam tiga Pilpres selalu hasilnya berbeda dengan nasional," kata Asrinaldi. (kompas)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.