Latest Post

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) 

 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial Lukman Simandjuntak menyindir Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang mengaku kesulitan memahami bantuan sosial (bansos) dengan stiker pasangan calon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.


Lukman menyindir, jika Bawaslu berhasil mengusut bansos berstiker Prabowo-Gibran, sanksi yang diberikan bisa jadi hanya berupa ancaman, sehingga pelanggaran akan terulang kembali.


"Kalaupun berhasil didalami, Bawaslu emang bisa ngapain? Paling cuma ngancam "Awas Loe!", lalu terjadi lagi pelanggaran ke sekian," ucapnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Senin (29/1).


Kalaupun berhasil didalami, Bawaslu emang bisa ngapain ? Paling cuma ngancam "Awas Loe !", lalu terjadi lagi pelanggaran ke sekian ???? pic.twitter.com/dV9Rzy4KHj


— Lukman Simandjuntak (@hipohan) January 29, 2024

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diketahui belum menemukan fakta tentang bansos dengan stiker pasangan calon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.


Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan foto yang tersebar di media sosial perlu ditelusuri untuk memastikannya, apalagu lokasi penyaluran bansos yang tertera di dalam gambar tersebut.


"Kan itu perlu telusuri. Satu, bentuknya foto, terus di mana dan bagaimana kan belum jelas," kata dia, di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP, Jakarta Pusat, Senin, 29 Januari 2024, dikutip dari Tempo.


Ia pun menjelaskan yang perlu diselidiki adalah asal usul foto. "Apakah kemudian foto itu didapat A dan B atau kemudian benarkan foto demikian? Atau bagaimana kan kita enggak ngerti juga," kata dia.


Lebih lanjut, ia mengaku mencari tahu foto yang memuat stike Prabowo-Gibran dalam bansos sulit. Rahmat menyatakan sedang mencari tahu kebenaran informasi terkait hal tersebut di Kementerian Sosial dan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.


Dan pengunggah foto akan dipanggil saat Bawaslu menemukan adanya pelanggaran dalam penyebarannya. "Kemungkinan dipanggil kalau sudah ada temuannya," ujar dia. (populis)


Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja 


SANCAnews.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyayangkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengabaikan saran perbaikan terkait jumlah penonton jelang debat mendatang.


“Kami sudah sampaikan agar tidak mengganggu, dan juga yang kita perlu dengar adalah perdebatan para capres dan cawapres bukan teriakan para pendukung,” ujar Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja di kawasan Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).


Menurutnya, tidak masalah jika penonton atau pendukung yang hadir sebagai bentuk menyemangati para paslon saat debat, akan tetapi pada praktinnya tidak demikian.


“Kalau menyamangati para kandidat, ya silakan, biar ramai. Tapi pertanyaannya kalau sudah mengganggu kan inti debat jadi hilang,” tuturnya.


Meskipun begitu, ia mengaku pasrah seraya meyakini bahwa KPU memiliki solusi lain untuk menangani keriuhan pendukung saat debat terakhir mendatang. “Saran perbaikan kami itu tidak (diindahkan). Tapi mungkin KPU punya pendapat lain,” kata dia.


Sebelumnya, Bawaslu meningatkan keriuhan penonton debat rentan menganggu konsentrasi kandidat Pilpres 2024, sebagaimana gelaran debat keempat pilpres pada Minggu (21/1/2024) lalu.


“Catatannya noise (berisik) aja, supporternya yang terlalu noise. Bahkan cenderung mengganggu,” ujar dia kepada wartawan, Jakarta, Rabu (24/1/2024).


Namun, Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa format pada debat terakhir mendatang tidak akan berubah dari format sebelumnya.


“Format debat termasuk penyelenggaranya tetap.Tetap ada tim pasangan calon yang jumlahnya 75 orang, jadi tetap,” ujar Hasyim saat ditemui awak media di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024). (inilah)


Fahri Hamzah, Fungsionaris Partai Gelora 


SANCAnews.id – Sebuah video yang memperlihatkan petinggi Partai Gelora, Fahri Hamzah, mengobrol dan menyebut Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar akan menjadi tersangka pasca Pilpres 2024 membuat heboh dan menghebohkan internet.


Video itu mendapat reaksi netizen, khususnya pengguna X. Di awal-awal video itu diunggah akun X @Gojekmilitan, Fahri langsung mendapat serangan balik netizen. 


“Tampang Lu kusut bener @Fahrihamzah sampai kalap statment lu,” komentar @macanutara_. 


“@Fahrihamzah Tenang rakyat lagi mengusahakan semua masuk termasuk benih benur,” imbuh @tatargaluh77 menyinggung kasus yang kerap dikaitkan dengan sang politisi. 


Ada juga yang menilai gesture Fahri. “Gesturnya bimbang, rambut memutih, muka kusam, mimik membosankan… ciri-ciri bentar lagi dipanggil Tuhan,” kata @Oddy2Ruddy. 


Yang lain menganggap apa yang dilontarkan sebagai bentuk aksi menjilat. “Jilatannya ngerihhhhh… Saking takutnya kasus benur diungkap…. Mirip prabowo yg dl macan skrng jadi meong…… Gw bilang si @Fahrihamzah  tolol setolol tololnya orang,” kritik @pejoeangretjeh. 


“Dari  rambut  yang  udah  memutih  itu  menandakan @Fahrihamzah  sangat  lelah  nyebokin  belimbing sayur  dan Omon – omon,” ujar @WiberMelayu. 


“Warga “X” mengatakan, pasca Pemilu, Para ketua partai yg mendukung Paslon 02 akan jadi tersangka, karena membela penculik aktivis 98,” tegas @LamsijanReborn. 


Diberitakan sebelumnya, dalam video yang salah satunya dibagikan akun X @Gojekmilitan tampak Fahri Hamzah sedang duduk dengan orang-orang mengobrol dengannya sambil merekam pendukung Prabowo-Gibran tersebut. 


Di bagian lain tempat itu terlihat tiga pria ikut menyimak perbincangan mereka. Video berdurasi 1 menit 33 detik itu diawali dengan pernyataan Fahri bahwa Anies dan Muhaimin akan jadi tersangka. 


“Yang tersangka setelah Pilpres ini namanya Anies Baswedan dan Muhaimin,” kata Fahri. 


Lawan bicaranya yang terdengar adalah dua pria kemudian sempat bertanya sebaliknya nanti kalau Anies menang situasinya bagaimana. Mereka juga menyinggung soal proyek Food Estate. 


Obrolan itu sedikit terpotong dan tampaknya mereka menanyakan kemungkinan Food Estate ini juga nantinya berproses hukum. 


“Ndak ada. Belum pernah diperiksa. Itu tidak ada fakta hukumnya. Yang tersangka setelah Pilpres ini namanya Anies Baswedan dan Muhaimin,” tegas Fahri mengomentari pertanyaan itu. 


“Sudahlah bos, Anda ini bayes, Anda tidak suka Jokowi. Ini pendukung-pendukungnya Prabowo lama itu, nggak Suka Jokowi akhirnya benci Prabowo. 


Pendukung-pendukung Ganjar itu intinya sama, nggak suka Prabowo akhirnya benci Prabowo,” ujar Fahri. 


Kedua pria yang mengobrol dengan Fahri kemudian berkata, “Kami tidak seradikal itu juga Bang.” 


Tidak diketahui di mana video itu direkam dan kapan. Juga belum diketahui soal keasliannya dan siapa yang mengobrol dengan Fahri. 


Namun, soal adanya capres tersangka setelah pilpres sudah pernah dilontarkan Fahri lewat tweet-nya di akun X pribadinya beberapa waktu lalu. (herald)


Klose Jokowi vs Roky Gerung 

 

SANCAnews.id – Pengamat politik terkemuka Rocky Gerung melontarkan kritik pedasnya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Rocky Gerung menyoroti strategi kontroversial Jokowi yang menggunakan program bantuan sosial (Bansos) sebagai alat politik untuk mendukung putranya, Gibran, sebagai calon wakil presiden pada 2024.


"Sejarah akan mencatat bahwa pemilu di ujung masa Pak Jokowi ternyata hanya sebuah permainan makelar kekuasaan, bukan tindakan seorang negarawan". 


Rocky Gerung menyatakan bahwa pemberian Bansos kepada rakyat seolah menjadi alat untuk membeli dukungan agar suara pada pemilu nantinya jatuh pada Jokowi. 


"Rakyat diijon oleh duitnya sendiri, itu gila. Tidak ada dana presiden, hanya uang rakyat yang dimanfaatkan untuk menipu rakyat". 


Ia menyebutnya sebagai taktik makelar kekuasaan yang memanfaatkan dana rakyat untuk tujuan politik pribadi. Rocky Gerung menyoroti ironi bahwa dana presiden, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan negara, justru menjadi instrumen untuk menipu rakyat. 


"Bansos sebagai alat politik, memperlihatkan betapa busuknya strategi kekuasaan hanya untuk meneruskan legasi politik dinasti". 


Ia menyatakan bahwa strategi ini memperlihatkan ketidaksempurnaan persiapan Jokowi, yang akhirnya memanfaatkan sisa-sisa kekuasaan untuk mencapai ambisinya. 


"Pak Jokowi memanfaatkan kemiskinan dan ketiadaan pendidikan rakyat untuk mencapai ambisinya. Itu kejam dan tidak etis". 


RockyGerung juga menyoroti dampak sosial dari kebijakan tersebut, terutama terkait Bansos beras yang dijanjikan sebelum hari pencoblosan.  


"Politik dirusak oleh presiden sendiri, negara dijadikan percobaan untuk menanam benih kekuasaan yang hanya bisa tumbuh melalui ambisi pribadi". 


Ia menilai hal tersebut sebagai pameran kekuasaan dan festival politik yang merusak tatanan demokrasi. 


"Penggunaan Bansos sebagai alat untuk mendukung Gibran menunjukkan kekacauan dan kekacauan berpikir dalam rezim ini". 


Rocky Gerung mengkritik kebijakan ini sebagai penggunaan uang rakyat untuk kepentingan politik pribadi, yang menunjukkan busuknya strategi kekuasaan yang semata-mata untuk meneruskan dinasti.  


"Rakyat tidak hanya menjadi saksi, tapi juga korban dari politik yang memanfaatkan uang mereka demi kepentingan politik pribadi". 


Ia menegaskan bahwa rakyat seharusnya tidak menjadi korban dari ambisi politik yang tidak etis. Rocky Gerung menyebut bahwa perubahan politik di masa depan harus mempertanggungjawabkan tindakan Sri Mulyani, menteri keuangan yang terlibat dalam alokasi dana tersebut.  


"Sri Mulyani terpaksa menjadi kasir yang mengetahui ketidaksempurnaan kebijakan, namun tunduk pada perintah Pak Jokowi." 


Rocky Mengatakan bahwa mencerminkan keprihatinan terhadap kemungkinan keterlibatan aparat negara dalam kepentingan politik yang dapat merugikan rakyat. (viva)


Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komjen Dharma Pongrekun (Photo : YouTube: Richard Lee) 


SANCAnews.id – Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komisaris Jenderal (Komjen) Dharma Pongrekun menyatakan, Ahli Biokimia dan Penemu PCR, Kary Mullis dibunuh karena menolak menggunakan alatnya untuk menguji gejala COVID-19.


Pernyataan Komjen Dharma tersebut bertolak belakang dengan informasi yang beredar, Kary Mullis meninggal dunia karena pneumonia pada usia 74 tahun pada 7 Agustus 2019. 


“PCR (polymerase chain reaction) tujuannya bukan buat tes virus, ini cuma garis-garis, ini kloni DNA, penemunya dokter Kary Mullis, tahun 1993, dia mendapatkan nobel,” kata Komjen Dharma di YouTube Richard Lee. 


“5 bulan sebelum COVID, dia dibunuh. Memang tidak akan dikatakan dia dibunuh, dia mati karena dia protes tak mau alatnya digunakan,” sambungnya dilihat Selasa, 30 Januari 2024. 


Jenderal Polisi Bintang 3 itu membantah saat pernyataannya dinilai cocoklogi dan sambunglogi oleh Richard Lee. “Time will tell (waktu yang akan menjawab),” tegasnya. 


Lebih lanjut, Komjen Dharma blak-balan menyebut pandemi COVID 19 sudah direncanakan sejak 2010 oleh Rockefeller Foundation.


“Covid sudah direncanakan sejak 2010 oleh Rockefeller Foundation dan disimulasikan tahun 2015, lalu dimainkan tahun 2020 untuk Indonesia, tapai kalau di luar sudah disosialisasikan tahun 2019,” kata dia.


Dharma menilai COVID-19 sengaja diciptakan atau disosialisasikan ke seluruh negara untuk percepatan program digitalisasi. Dia mengklaim bahwa data yang ia sampaikan merupakan hasil temuan intelijen. 


“Makanya kenapa COVID di belakangnya ada ‘ID’ Identity Digital. ‘oh itu cocoklogi’ lihat aja, time will time (waktu yang akan menjawab). Kelemahan sains di situ, kalu belum ada data, bukti dan jurnal dia belum bisa melihat benang merah,” kata dia. 


“COVID itu adalah singkatan dari Certificate of Vaccine Identity Digital. Lihat sekarang, siapa yang sudah kena (suntik vaksin) akan menerima sertifikat sebagai identitas digital untuk menjadi persyaratan boleh kemana-mana,” pungkasnya. (viva)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.