Latest Post

Lautan manusia sambut Anies di Padang/Ist 


SANCAnews.id – Acara akbar kampanye calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar akan digelar di Jakarta International Stadium (JIS).


Jelang acara, bus pendukung Anies-Cak Imin mendadak dibatalkan. Hal tersebut disampaikan Said Didu di akun Twitternya.


"Tim saya sudah pesan bus untuk acara kampanye akbar pasangan AMIN di JIS tanggal 10 Februari dua hari lalu dan sudah dibayar. Hari ini kami ditelepon bahwa dibatalkan dengan alasan yang tidak masuk akal," tulisnya dikutip Senin (29/1/2024). 


Atas hal tersebut Politisi PKS Mardani Alu Sera menyebut pendukung AMIN akan melakukan longmarch untuk menuju JIS. 


Ia mengatakan bahwa dengan pembatalan bus tersebut tidak menyurutkan semangat para simlatisan untum ke JIS. 


"Saya bertemu byk orang, mereka akan hadir pd kampanye Akbar di JIS, namun bis di cancel dan menolak di sewa." 


"Gerakan perubahan tidak terbendung, masyarakat akan LONGMARCH JALAN KAKI menuju JIS," cuit Mardani. 


Cuitan tersebut pun turut dikomentari oleh akun resmi PKS. 


"Long march untuk Perubahan.. Bersiaaaap!" cuit akun @PKSejahtera. 


Netizen juga turut meninggalkan komentarnya dalam cuitan tersebut. 


"Ada aja yang terjadi dengan 01, semangat pejuang ini cobaan buat kita," tulis netizen. 


"Gapapa ini adalah bukti perjuangan," tulis netizen. 


"Tenang pak anies, kita akan datang," tulis netizen lainnya. (tvone)

 

Gibran Rakabuming Raka/Ist 


SANCAnews.id – Keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 bukan karena keinginan pribadi, melainkan karena paksaan orang tuanya. 


Hal tersebut disampaikan budayawan Soegeng Rahardjo Djarot atau kerap disapa Eros Djarot dalam podcast Abraham Samad yang ditayangkan di YouTube, dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/1).


Eros mengaku tak tega melihat Gibran yang kini menjadi cawapres nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto.


"Kalau saya melihat Gibran kasihan lah," ujar Eros.


Eros mengamati, Gibran kini menjadi bulan-bulanan khalayak publik, baik karena proses pencalonannya maupun gaya komunikasinya dalam debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI beberapa waktu lalu.


Menurutnya, yang patut dikritik atas semua hal tentang Gibran adalah orang tuanya, terutama sang bapak Presiden Joko Widodo.


"Bapaknya ngajarin enggak? Yang mengajarkan A, B, C, D kan bapak ya. Jadi kalau dia berperilaku begitu, semua dibebankan kepada Gibran, kasihan lah. Jangan lah," tutur Eros.


"Kita sebagai orang tua, janganlah menyiksa anak kita terlalu jauh," sambungnya.


Eros memandang tidak tepat jika publik menyalahkan Gibran terkait keterlibatannya dalam Pilpres 2024, termasuk cara dia berkomunikasi di hadapan publik.


"Jadi sudahlah, jangan terlalu mempersoalkan Gibran, kita soalkan Pak Jokowi. Kenapa kok tega amat sih Pak Jokowi sama anaknya, memberi tugas yang begitu luar biasa," kata Eros.


Maka dari itu, sosok yang dikenal sebagai pencipta lagu dan juga sutradara film itu meyakini, Gibran tidak berdasarkan keinginannya menjadi cawapres, tetapi karena menuruti keinginan Jokowi mempertahankan kekuasaan.


"Buat saya, dia (Gibran) mau disuruh aja. Itu sudah (jadi) anak yang berbakti kepada orang tuanya. Tapi mencelakakan Indonesia kan enggak tahu dia," ucapnya.


"Atau karena anda (Jokowi) tidak bisa lagi 3 periode, maka jadi joki dia (Gibran). Kasihan anak ini dijadikan begitu ya," demikian Eros menambahkan. (*)

 

Tim Bawaslu saat menertibkan anak di bawah umur yang mengikuti kampanye Prabowo-Gibran di Simpang Lima Semarang, Minggu (28/1/2024) 


SANCAnews.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan banyak anak-anak yang mengikuti kegiatan kampanye Calon Presiden (Capres)-Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02, Prabowo-Gibran di Simpang Lima Kota Semarang, Minggu (28/1/2024).


Ketua Bawaslu Kota Semarang Arief Rahman mengatakan, ada sekitar ratusan anak di bawah umur yang terpantau membawa atribut bendera berunsur kampanye. Mereka bahkan terang-terangan mengibarkan bendera di depan umum.


Saat ini pihaknya hanya mengingatkan orang tua anak tersebut untuk pulang atau menjauhi kegiatan kampanye.


“Sejauh ini sudah kami himbau untuk yang bersangkutan melalui orang tuanya kalau dia menggunakan kaos dibalik, kalau dia menggunakan bendera atau atribut bahan kampanye untuk tidak dibawa kan ke anak-anak kecil itu. Dan sejauh ini baru itu (temuannya) ada ratusan,” kata Arief Rahman saat ditemui di lokasi. 


Lebih lanjut, ia menjelaskan jika anak-anak dilarang terlibat dalam kampanye atau pesta demokrasi. Selain masih dibawah umur, anak-anak juga belum bisa menentukan atau memperoleh hak di ajang pemilu. 


“Itu peraturannya di 280 ayat 1 menjadi hal yang dilarang, tapi sejauh yang kita himbau bersedia ya selesai atau bagian dari upaya preventif kami,” paparnya. 


Disisi lain, terkait pelaksanaan kampanye ini pihaknya mengerahkan 50 personel gabungan dari tingkat Kecamatan, Kota dan Provinsi. Pihaknya memang berfokus pada pengawasan adanya pelanggaran. 


“Kalau konteksnya pelaksanaan kampanye pasti yang kami orientasikan terhadap hal-hal yang dilarang pasti itu ya. Mulai dari keterlibatan anak-anak, kita coba pastikan tidak ada pembagian uang dan keterlibatan pihak-pihak yang dilarang. Keterlibatannya secara aktif, dia menggunakan atribut tertentu kemudian mengacungkan jari tertentu jadi masuknya keterlibatan secara aktif,” imbuhnya. (tvone)


Sidang vonis Caleg DPRD Purworejo dari Partai Nasdem Muhammad Abdullah (MA)/Ist 


SANCAnews.id – Pengadilan Negeri (PN) Purworejo, Jawa Tengah, memvonis calon DPRD Partai Nasdem Muhammad Abdullah (MA) tiga bulan penjara dalam kasus keterlibatan anak di bawah umur dalam kampanye..


"Menjatuhkan terhadap terdakwa Muhammad Abdullah dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Agus Supriyono saat membacakan putusannya di PN Purworejo, Senin (29/1).


MA juga dikenakan putusan denda sebesar Rp 6.000.000 dengan subsider 3 bulan dan biaya perkara sebesar Rp2.000.


Majelis hakim menilai terdakwa melanggar Pasal 493 Junto Pasal 280 ayat (2) huruf k UU 7/2017 tentang Pemilu.


"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana kampanye pemilu yang mengikutsertakan warga negara Indonesia yang belum memiliki hak pilih," tegasnya.


Terhadap putusan Pengadilan Negeri Purworejo tersebut penasehat hukum dan terdakwa serta Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.


Vonis tiga bulan kurungan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya. Di mana selain hukuman penjara, JPU juga meminta majelis hakim menghukum MA denda Rp12 juta subsider dua bulan.


Adapun MA  duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Purworejo lantaran melibatkan anak-anak dalam kampanye Pileg 2024.


Video kampanye berdurasi 20 detik yang merekam dua anak berseragam pramuka, diunggah di akun TikTok dan viral. (rmol)


Tim kuasa hukum TPDI, Patra M Zein, di PN Jakarta Pusat, Senin (29/1)/rmol 


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib meminta maaf kepada masyarakat selama 7 hari berturut-turut atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.


Selain itu, para tergugat juga diharuskan membayar kerugian sebesar Rp1 triliun yang akan digunakan untuk membangun sekolah demokrasi bagi rakyat.


Demikian disampaikan kuasa hukum Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Patra M. Zein, saat mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Jokowi, Pratikno, Anwar Usman dan KPU, Senin ( 29/1).


Dari segi pidana, kata Patra, penggugat meminta agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tergugat melanggar hukum.


"Tuntutan dari para penggugat sudah jelas. Tuntutannya kita minta PN Jakpus untuk menyatakan para tergugat dan turut tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar Patra M. Zein di PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Senin (29/1).


Selain itu, pihak tergugat juga diminta untuk meminta maaf di media kepada seluruh rakyat Indonesia atas perbuatan yang mereka lakukan.


"Kita minta mereka melakukan permohonan maaf secara tertulis di dua media selama tujuh hari berturut. Kepada siapa kita minta maaf? Kepada prinsipal, kepada masyarakat, kepada rakyat, atas perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan," tegasnya.


Dari sisi perdata, lanjut Patra, pihak penggugat menuntut agar tergugat membayar Rp1 triliun yang akan digunakan untuk membangun sekolah demokrasi.


"Tentu dalam perdata dimungkinkan para penggugat mengajukan tuntutan materiil berupa 1 juta rupiah, sementara immateriil sebesar 1 triliun. Untuk apa uangnya? Prinsipal menyatakan untuk membangun sekolah demokrasi supaya masyarakat bisa mendapatkan pencerahan pendidikan politik dan tidak dibodoh-bodohi. Jadi itu garis besarnya," ujar Patra.


"Gugatan ini semoga dapat berlangsung dapat diperiksa dan diputus pada saatnya nanti," tutupnya. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.