Latest Post

Aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen-Jokowi/Istimewa 


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendapat perhatian dari para aktivis, akademisi, dan penggiat demokrasi. Sebab, dalam beberapa bulan terakhir, Jokowi menunjukkan oligarki dengan membangun dinasti politik bersama keluarganya.


Jokowi dinilai ingin melanggengkan kekuasaan dengan mendorong putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pilpres 2024. Begitu pula dengan ditunjuknya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), maka Jokowi mendukungnya.


Aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen mengaku tak pernah merasa khawatir sedikit pun terhadap kekuasaan Jokowi. Ia kemudian menyinggung gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang mampu menggulingkan Presiden Soeharto. Padahal, saat itu pergerakan mahasiswa sangat sulit. Jauh dibandingkan sekarang.


“Tahun 1996-1997 tidak ada media sosial, kalau kita demo itu kita sakit atau jatuh ke parit tidak ada yang tahu. Iya kan, roboh kok Soeharto,” kata Patra M Zen saat menjadi narasumber Diskusi Daring bertajuk Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral? Rabu (24/1/2024). 


Aktivis 98 ini menolak narasi yang berkemang di kalangan aktivis penjaga demokrasi yang seolah Jokowi sangat kuat. Dia sangat yakin, kesewenang-wenangan Jokowi dan upaya membangun dinasti politik Jokowi sangat bisa dilawan serta dilemahkan melalui gerakan mahasiswa, anak-anak muda dan kelompok masyarakat sipil. 


“Penjaga demokrasi di otaknya ini seakan-akan Pak Jokowi kuat banget. Kata siapa? mahasiswa  ini sekarang bergerak lho. Ada forum intelektual muda lho. Masyarakat ini banyak yang muak, saya mau bilang semua upaya untuk menjaga demokrasi tidak akan sia-sia, hanya nunggu waktu. Maka inilah pemanasan ini, ini pemanasan,” tuturnya. 


Pria yang biasa disapa Bung Patra ini juga melihat bahwa media sosial dapat menjadi kekuatan untuk mendukung dan menyelamatkan demokrasi. Gerakan di dunia maya, lanjut dia, sangat efektif untuk memperjuangkan kebenaran dan hak-hak masyarakat. 


“Saya kasih contoh, kita (YLBHI) sidang bolak balik ke DKPP. Tidak ada media yang meliput. Eh kita mikir wah ada TikTok, kita buat akun TikTok penjaga.demokrasi. Belum 2 minggu followers-nya udah 10 ribu lebih, videonya ditonton 500 orang lebih. Bahkan sidang kita itu banyak yang tahu dari WA grup ngambil di TikTok,” pungkasnya. 


Kegiatan Diskusi Daring bertajuk Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral? digelar Forum Intelektual Muda dengan menghadirkan Aktivis YLBHI Patra M Zen, Pendiri OM Institute Okky Madasari, CEO Founder Youth Society Bryan Pasek Mahararta dan Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti sebagai narasumber. Kegiatan ini juga diikuti puluhan mahasiswa dan pemuda dari berbagai daerah. 


Co Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan, diskusi ini merupakan upaya membangun kesadaran kelompok intelektual terhadap sikap kesewenang-wenangan Jokowi dan upaya pelemahan demokrasi. Dia melihat bahwa Jokowi lebih mementingkan keluarga pribadinya ketimbang membangun bangsa dan negara. 


“Ini yang menjadi perhatian kita bersama,” ucapnya. 


Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa presiden dan menteri mempunyai hak demokrasi dan politik yang membolehkan mereka untuk ikut kampanye pemilu. Hanya saja, tidak boleh menggunakan fasilitas negara.


Jokowi menyatakan hal itu untuk menanggapi adanya sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju yang masuk sebagai tim sukses untuk mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-cawapres) Pilpres 2024.


"Hak demokrasi, hak politik, setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak. Boleh," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).


Sontak pernyataan presiden ini mendapatkan respons yang beragam dari berbagai tokoh dan masyarakat. Banyak yang menilai, pernyataan Jokowi ini semakin menegaskan keberpihakan Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. (wartaekonomi)


Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli/Istimewa
  

SANCAnews.id – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo yang menuai pro dan kontra terkait isu bolehnya pemimpin negara berkampanye dan berpihak pada Pemilu 2024 asalkan tidak menggunakan fasilitas negara


Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik Zoelkifli mengatakan, presiden dan menteri boleh ikut berkampanye namun harus cuti.


"Secara UU memang diatur bahwa presiden bisa berkampanye, tapi harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara," kata Taufik saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (25/1).


Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta itu mencontohkan pemilu sebelumnya saat Jokowi kembali maju untuk periode kedua. Sehingga sangat wajar jika Jokowi saat itu melakukan kampanye dan mengambil cuti.


Begitupun saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali maju sebagai calon presiden untuk periode kedua melakukan hal yang sama.


Namun demikian kondisi saat ini jauh berbeda, karena Jokowi tidak kembali maju sebagai capres. Sehingga Taufik Zoelkifli menilai Jokowi tetap tidak etis bila bersikeras mengambil cuti untuk ikut berkampanye.


Taufik menambahkan, Jokowi sudah seharusnya berada dalam posisi netral dan tidak ikutan kampanye mendukung putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.


"Walaupun presiden cuti dan pakai fasilitas pribadi, tapi semua orang tahu bahwa Jokowi adalah Presiden Indonesia yang sedang menjabat. Tentu semua perangkat negara yang ada akan bergerak sesuai yang dikehendaki Jokowi," pungkas Taufik Zoelkifli. (*)


Ketua DPP Bidang Media Partai Ummat, Buni Yani 


SANCAnews.id – Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani mengatakan, alasan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari jabatannya sudah cukup, setelah yang bersangkutan tidak netral pada Pemilu 2024.


Buni Yani mengklaim Jokowi berpihak kepada pasangan nomor urut dua dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sehingga pengerahan sumber daya pemerintah untuk memenangkan keduanya tak terelakkan.


"Sudah cukup alasan memakzulkan Jokowi. Jokowi terang-terangan tidak netral dan berpihak ke no 2. Yang artinya semua sumber daya pemerintahan dikerahkan untuk memenangkan no 2. Ini jelas kecurangan yang harus dilawan. Makzulkan!" ungkapnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Kamis (25/1).


Sudah cukup alasan memakzulkan Jokowi. Jokowi terang-terangan tidak netral dan berpihak ke no 2. Yang artinya semua sumber daya pemerintahan dikerahkan untuk memenangkan no 2. Ini jelas kecurangan yang harus dilawan. Makzulkan!


— Buni Yani (@BuniYani) January 24, 2024

Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan seorang Presiden juga diperbolehkan melakukan kampanye saat pemilu berlangsung. Selain itu, Jokowi menyebut seorang Presiden juga boleh memihak pasangan calon tertentu.


"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024) dikutip dari Republika.


Selain merupakan pejabat publik, kata dia, presiden juga merupakan pejabat politik. Kendati demikian, Jokowi menegaskan dalam berkampanye, Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas negara.


"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.


Untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan, Jokowi pun menekankan agar dalam berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara. Saat ditanya apakah ia akan menggunakan kesempatan berkampanye itu, Jokowi tidak menjawab jelas.


"Ya boleh saja saya kampenye tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," kata dia.


Ia hanya mengatakan akan melihat waktu yang tepat untuk berkampanye. "Ya nanti dilihat," ujarnya. (populis)



Capres-nomor-urut-2-Prabowo


SANCAnews.id – Pegiat media sosial Lukman Simandjuntak menilai PT Djarum dan Adaro berpotensi mengetahui hasil survei pasangan nomor urut dua Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Bodong.


Karena PT Djarum dan Adaro membantah memberikan dukungan kepada Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, spekulasi bahwa keduanya mengetahui hasil survei sebenarnya tidak bisa dihindari.


"Djarum dan Adaro bantah dukung Prabowo-Gibran, apakah ini artinya mereka tahu yang beredar selama ini adalah surePAY bodong," ucap Lukman dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Kamis (25/1).


Djarum dan Adaro bantah dukung Prabowo-Gibran, apakah ini artinya mereka tahu yg beredar selama ini adalah surePAY bodong ???? pic.twitter.com/iTBXeqkNWk


— Lukman Simandjuntak (@hipohan) January 24, 2024

Seperti diketahui, PT Djarum dan Adaro membantah perusahaan memberikan dukungan kepada salah satu paslon setelah keduanya disebut mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.


Corporate Communications Manager PT Djarum Budi Darmwan mengatakan pernyataan dukungan perusahaan kepada Prabowo-Gibran dilontarkan Garibaldi 'Boy' Thohir sebagai pendapat pribadi.


"Yang klaim itu pak Boy [Thohir]. Kami tidak deklarasi," kata Budi seperti dikutip dari Kontan.co.id.


Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira juga menyatakan serupa, bahwa dukungan perusahan kepada Prabowo-Gibran merupakan pendapat pribadi kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir itu.


Ia menyatakan pendapat Boy Thohir sebagai pemegang saham tidak mewakili seluruh karyawan, Febriati menyampaikannya melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Kompas.tv, Selasa (23/1/2024) petang.


“Pendapat yang disampaikan Bapak Garibaldi Thohir kemarin, sebagai salah satu pemilik/pemegang saham Adaro Group, merupakan pendapat pribadi beliau sebagai warga negara, dan bukan mewakili pendapat seluruh karyawan,” jelasnya.


“Partisipasi setiap individu dalam politik adalah hak konstitusional dasar dan kebebasan warga negara, yang diatur oleh undang-undang dan peraturan negara lainnya,” imbuhnya.


Febriati menegaskan, sebagai perusahaan, Adaro menjamin kebebasan seluruh karyawan dalam partisipasi politik. “?Adaro, sebagai perusahaan yang berkomitmen menjalankan Good Corporate Governance (GCG), menghormati dan menjamin kebebasan seluruh karyawan dalam kehidupan dan partisipasi politik sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.” tuturnya. (populis



Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden boleh berkampanye/Net 


SANCAnews.id – Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden boleh berkampanye dan berpihak. Ubedilah menyebut Jokowi terang-terangan melanggar hukum.


"Menurut saya pernyataan itu secara terang benderang melanggar undang-undang," kata Ubedilah dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024. 


Ubedilah mengatakan di dalam Undang-Undang Pemilu mengamanatkan beberapa ketentuan yang menekankan perlunya netralitas presiden. Misalnya, Pasal 48 ayat 1 huruf b UU Pemilu, menetapkan bahwa Komisi Pemilihan Umum harus melaporkan pelaksanaan seluruh tahapan pemilu dan tugas-tugas lainnya kepada DPR dan Presiden.


"Artinya posisi struktural itu, KPU lapor ke presiden, menunjukkan bahwa presiden bukan menjadi bagian yang terlibat dalam proses kontestasi elektoral, agar tidak ada abuse of power dalam proses pemilihan umum," ujarnya.


Selanjutnya pada Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU tersebut, mengatur bahwa presiden memiliki peran dalam membentuk tim seleksi untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR. "Posisi menetapkan tim seleksi KPU itu kewajiban presiden supaya netral dalam seluruh proses pemilu," kata dia.


Pengajar UNJ itu menilai ucapan Jokowi sangat berbahaya. Jika posisi presiden tidak netral sejak menyusun tim seleksi anggota KPU, maka seluruh anggota KPU dimungkinkan adalah orangnya presiden. "Ini pintu kecurangan sistemik. Pada titik inilah presiden berkewajiban netral," tutur Ubedilah.


Dia juga menjelaskan soal mengapa kewajiban presiden harus netral. Sebab, menurut dia, presiden bukan sekadar jabatan politik, tetapi menurut UUD 1945, melekat pada dirinya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden membawahi jutaan aparat penegak hukum, polisi, tentara, dan Aparatur Sipil Negara (ASN).


"Bayangkan jika presiden tidak netral, akan muncul persoalan turunan di bawahnya," ujarnya.


Menurut dia, cara berpikir Jokowi yang mengatakan boleh kampanye itu menempatkan presiden semata-mata sebagai jabatan politik. "Dia sangat keliru dan bahkan bisa melanggar UUD 1945."


Ubedilah mengatakan mencampuradukan antara jabatan politis, kepala negara, dan kepala pemerintahan, tidak dapat dibenarkan. Menurut Ubedilah, hal itu bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang, abuse of power. "Pasal 17 ayat 2 huruf b UU Administrasi Pemerintahan sangat jelas diatur agar tidak mencampuradukan kewenangan," ujarnya.


Dia mengatakan, mencampuradukkan wewenang itu sama seperti bekerja di luar ruang lingkup bidang atau materi wewenang yang diberikan atau bertentangan dengan tujuan yang diamanatkan oleh wewenang. "Sesungguhnya Presiden Jokowi telah nyata melanggar undang-undang," ucap dia. (tempo)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.