Latest Post

Jokow berikan arahan mengenai penanganan Covid-19, di Istana Merdeka, 18 Juni 2020/Net 


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo menyatakan, seorang presiden boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon pada pemilu 2024. Hal itu diungkapkan Presiden Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1).


"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak," kata Jokowi.


Namun, kata Jokowi, yang paling penting adalah tidak menyalahgunakan fasilitas negara dalam berkampanye.


"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," ujarnya.


Menurut Kepala Negara, dia merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Begitu pun, dengan para menteri di Kabinet Indonesia Maju.


"Masak gini ngga boleh, berpolitik ngga boleh, Boleh (kampanye). Menteri juga boleh," pungkasnya. (rmol)


Jokowi-sst/Net 


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi sikap angkat dua jari dari mobil Kepresidenan saat melakukan kunjungan kerja di Salatiga, Jawa Tengah, Senin (22/1). Kata Jokowi, hal ini merupakan sesuatu yang menyenangkan.

 

"Kan ya menyenangkan," kata Jokowi di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

 

Kepala negara tidak menjelaskan siapakah yang mengacungkan dua jari dari mobil Kepresidenan tersebut, apakah dirinya atau sang istri Iriana Jokowi. Sebab, Iriana juga ikut dalam kunjungan kerja Jokowi ke Jawa Tengah.

 

Jokowi pun tidak menjelaskan lebih jauh maksud menyenangkan tersebut. Ia hanya menyatakan bahwa menyenangkan bisa bertemu dengan masyarakat.

 

Baca Juga: Makan 4 Jam jadi Alasan Ibu di Manyar Surabaya Cabut Gigi Anaknya, Siram Air Panas karena Sang Anak Menantang Dirinya

 

"Ya nggak tahu menyenangkan. Kalau ketemu masyarakat kan menyenangkan," ucap Jokowi.

 

Sebagaimana diketahui, beredar cuplikan video di media sosial pose dua jari keluar dari mobil Kepresidenan saat melintas di kawasan Salatiga, Jawa Tengah. Dalam cuplikan video tersebut, pose dua jari ke luar dari dalam mobil Kepresidenan saat masyarakat yang berada di samping jalan meneriakan pasangan capres-cawapres nomor urut tiga Ganjar-Mahfud. (jawapos)


Remaja konten creator ditawari jadi buzer Paslon. (Ist) 


SANCAnews.id – Seorang pembuat konten berbagi cerita saat ditawari menjadi buzzer setiap pasangan calon (Paslon). Dalam unggahan video berdurasi 2,20 menit tersebut, pemuda tersebut mengaku ditawari menjadi buzzer pasangan calon.


Pria yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan, melalui chat, dirinya ditawari pasangan calon nomor urut 03 untuk membuat video senilai Rp 1 juta per postingan.


"Satu video itu ya hampir Rp1 juta lah per post, dan gak ada minimal views," kata pria tersebut.


Namun dirinya menolak ajakan dari Paslon nomor urut 03 tersebut, sebab dia berpikir konten yang akan dimuat dalam media sosialnya sangat berpengaruh terhadap bangsa.


"Gue tolak lah dari 03 karena gua mikir Ganjar apasih yang bisa dipuaskan, secara raja blunder juga juga bingung, yang ada kebeban di gua, gua tolak," ucapnya.


Pria tersebut lagi-lagi membeberkan jika Paslon 02 juga menawari dirinya menjadi buzer. Sama halnya dengan Paslon 03, pria tersebut disuruh membuat konten video berkaitan kampanye 02.


Ia mengaku saat 02 menawari job tersebut, sempat berpikir dua kali karena Capres 02 Prabowo Subinto berdasarkan penilaiannya mempunyai sepak terjang yang cukup baik.


"Bisa mencetak politisi-politisi lainnya seperti Anies Baswedan, terus Ridwan Kamil, dan lainnya. Pokoknnya keren lah," katanya.


"Cuma yang gua takutin tuh ada orde baru part II, itu gua takut sih. Secara beliau juga sekarang beliau banyak gimmicknya gitu, orang yang biasa ada niat jahat terselubung menurut gua itu biasanya yang ditampakkin gimmick doang," sambung pria tersebut.


Alhasil, dirinya pun menolak untuk menjadi buzer Paslon 02.


Pria itu ternyata menanti dihubungi oleh Paslon 01 yakni Anies-Muhaimin. Sejauh ini hingga menjelang Pilpres, ia mengaku belum ada tawaran dari Paslon 01 tersebut menjadi buzer.


"Karena menurut gua ya 01 banyak juga lah prestasi yang bisa gua up. Dan gua gak masalah kalau beliau menjadi Presiden," kata pria tersebut.


Namun pria tersebut menilai jika memang sampai pada Pilpres tak kunjung ada penawaran menjadi buzer oleh Paslon 01, maka ia menyimpulkan jika Paslon ingin jujur dalam Pemilu.


"Beliau ingin yang milih dia itu tau kenapa harus milih dia. Itu jujur gua sih merasa ada aura yang berbeda di pemilu sekarang," tukasnya. (poskota)


Iriana Jokowi/Net 


SANCAnews.id – Pengaduan terkait dugaan tindak pidana nepotisme yang dilakukan sekelompok aktivis yang mengatasnamakan Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat dan Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (For Asli) ke Bareskrim Polri turut menyeret nama istri Presiden Joko Widodo, Iriana Jokowi.


Anggota Petisi 100 Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat mengatakan, selain Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Iriana diduga telah melanggar Pasal 5 angka 4 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN yang menyatakan: “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme".


Yayat menjelaskan, Pasal 22 UU No.28 Tahun 1999 menyatakan: “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".


"Peran Iriana istri Jokowi juga besar sehingga layak dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat kepada pihak Polri untuk diproses secara hukum atas delik melanggar Pasal 1 angka 5, Pasal 5 angka 4, dan Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jo Pasal 55 KUHP (deelneming /penyertaan)," kata Yayat, Senin (22/1).


Mengingat bahwa nepotisme merupakan tindak pidana khusus dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara, menurut Yayat, maka para tersangka/pelaku yang terlibat dapat atau harus segera ditahan.


Namun sejauh ini, laporan tersebut masih bersifat aduan masyarakat (dumas) yang dilayangkan Petisi 100 melalui 25 perwakilan yang memberikan surat kuasa kepada 20 pengacara di Ruang Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (22/1). (rmol)


Puluhan aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 mengadukan keluarga Presiden Joko Widodo ke Bareskrim Polri, Senin (22/1)/Ist 


SANCAnews.id – Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat dan Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (For Asli) menjelaskan alasan pelaporan dugaan tindak pidana nepotisme yang dilakukan keluarga Presiden Joko Widodo ke Bareskrim Polri.


Anggota Petisi 100 Rizal Fadillah mengatakan, nepotisme merupakan tindak pidana khusus di luar korupsi sehingga pelaporannya dilakukan ke Bareskrim Polri, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


"Nepotisme adalah tindak pidana khusus di luar korupsi, karenanya bukan kewenangan KPK yang hanya khusus menangani korupsi," kata Rizal saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (22/1).


Menurut Rizal, hal itu juga diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK.


"Sedangkan nepotisme diatur secara khusus dalam Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Nepotisme bukan korupsi. Karenanya menjadi kewenangan Bareskrim," kata Rizal.


Namun sejauh ini, laporan tersebut masih bersifat aduan masyarakat (dumas) yang dilayangkan Petisi 100 melalui 25 perwakilan yang memberikan surat kuasa kepada 20 pengacara di Ruang Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (22/1).


Sementara itu, Anggota Petisi 100 Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat mengatakan, dumas tersebut berlandaskan pada amanat TAP MPR VI/ MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, khususnya Bab II TAP MPR mengenai etika penegakan hukum yang berkeadilan.


Yayat menyinggung Pasal 1 angka 5 UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.


Ia juga menyinggung Pasal 22 UU 28 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap penyelenggara negara atau anggota komisi pemeriksa yang melakukan nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan penjara paling singkat dua tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.


“Bukti-bukti menunjukkan bahwa Anwar Usman, Iriana, hingga Joko Widodo telah melanggar Pasal 5 angka 4 yang menyatakan, 'Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme',” kata Yayat. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.