Latest Post

Remaja konten creator ditawari jadi buzer Paslon. (Ist) 


SANCAnews.id – Seorang pembuat konten berbagi cerita saat ditawari menjadi buzzer setiap pasangan calon (Paslon). Dalam unggahan video berdurasi 2,20 menit tersebut, pemuda tersebut mengaku ditawari menjadi buzzer pasangan calon.


Pria yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan, melalui chat, dirinya ditawari pasangan calon nomor urut 03 untuk membuat video senilai Rp 1 juta per postingan.


"Satu video itu ya hampir Rp1 juta lah per post, dan gak ada minimal views," kata pria tersebut.


Namun dirinya menolak ajakan dari Paslon nomor urut 03 tersebut, sebab dia berpikir konten yang akan dimuat dalam media sosialnya sangat berpengaruh terhadap bangsa.


"Gue tolak lah dari 03 karena gua mikir Ganjar apasih yang bisa dipuaskan, secara raja blunder juga juga bingung, yang ada kebeban di gua, gua tolak," ucapnya.


Pria tersebut lagi-lagi membeberkan jika Paslon 02 juga menawari dirinya menjadi buzer. Sama halnya dengan Paslon 03, pria tersebut disuruh membuat konten video berkaitan kampanye 02.


Ia mengaku saat 02 menawari job tersebut, sempat berpikir dua kali karena Capres 02 Prabowo Subinto berdasarkan penilaiannya mempunyai sepak terjang yang cukup baik.


"Bisa mencetak politisi-politisi lainnya seperti Anies Baswedan, terus Ridwan Kamil, dan lainnya. Pokoknnya keren lah," katanya.


"Cuma yang gua takutin tuh ada orde baru part II, itu gua takut sih. Secara beliau juga sekarang beliau banyak gimmicknya gitu, orang yang biasa ada niat jahat terselubung menurut gua itu biasanya yang ditampakkin gimmick doang," sambung pria tersebut.


Alhasil, dirinya pun menolak untuk menjadi buzer Paslon 02.


Pria itu ternyata menanti dihubungi oleh Paslon 01 yakni Anies-Muhaimin. Sejauh ini hingga menjelang Pilpres, ia mengaku belum ada tawaran dari Paslon 01 tersebut menjadi buzer.


"Karena menurut gua ya 01 banyak juga lah prestasi yang bisa gua up. Dan gua gak masalah kalau beliau menjadi Presiden," kata pria tersebut.


Namun pria tersebut menilai jika memang sampai pada Pilpres tak kunjung ada penawaran menjadi buzer oleh Paslon 01, maka ia menyimpulkan jika Paslon ingin jujur dalam Pemilu.


"Beliau ingin yang milih dia itu tau kenapa harus milih dia. Itu jujur gua sih merasa ada aura yang berbeda di pemilu sekarang," tukasnya. (poskota)


Iriana Jokowi/Net 


SANCAnews.id – Pengaduan terkait dugaan tindak pidana nepotisme yang dilakukan sekelompok aktivis yang mengatasnamakan Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat dan Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (For Asli) ke Bareskrim Polri turut menyeret nama istri Presiden Joko Widodo, Iriana Jokowi.


Anggota Petisi 100 Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat mengatakan, selain Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Iriana diduga telah melanggar Pasal 5 angka 4 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN yang menyatakan: “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme".


Yayat menjelaskan, Pasal 22 UU No.28 Tahun 1999 menyatakan: “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".


"Peran Iriana istri Jokowi juga besar sehingga layak dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat kepada pihak Polri untuk diproses secara hukum atas delik melanggar Pasal 1 angka 5, Pasal 5 angka 4, dan Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jo Pasal 55 KUHP (deelneming /penyertaan)," kata Yayat, Senin (22/1).


Mengingat bahwa nepotisme merupakan tindak pidana khusus dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara, menurut Yayat, maka para tersangka/pelaku yang terlibat dapat atau harus segera ditahan.


Namun sejauh ini, laporan tersebut masih bersifat aduan masyarakat (dumas) yang dilayangkan Petisi 100 melalui 25 perwakilan yang memberikan surat kuasa kepada 20 pengacara di Ruang Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (22/1). (rmol)


Puluhan aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 mengadukan keluarga Presiden Joko Widodo ke Bareskrim Polri, Senin (22/1)/Ist 


SANCAnews.id – Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat dan Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (For Asli) menjelaskan alasan pelaporan dugaan tindak pidana nepotisme yang dilakukan keluarga Presiden Joko Widodo ke Bareskrim Polri.


Anggota Petisi 100 Rizal Fadillah mengatakan, nepotisme merupakan tindak pidana khusus di luar korupsi sehingga pelaporannya dilakukan ke Bareskrim Polri, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


"Nepotisme adalah tindak pidana khusus di luar korupsi, karenanya bukan kewenangan KPK yang hanya khusus menangani korupsi," kata Rizal saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (22/1).


Menurut Rizal, hal itu juga diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK.


"Sedangkan nepotisme diatur secara khusus dalam Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Nepotisme bukan korupsi. Karenanya menjadi kewenangan Bareskrim," kata Rizal.


Namun sejauh ini, laporan tersebut masih bersifat aduan masyarakat (dumas) yang dilayangkan Petisi 100 melalui 25 perwakilan yang memberikan surat kuasa kepada 20 pengacara di Ruang Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (22/1).


Sementara itu, Anggota Petisi 100 Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat mengatakan, dumas tersebut berlandaskan pada amanat TAP MPR VI/ MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, khususnya Bab II TAP MPR mengenai etika penegakan hukum yang berkeadilan.


Yayat menyinggung Pasal 1 angka 5 UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.


Ia juga menyinggung Pasal 22 UU 28 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap penyelenggara negara atau anggota komisi pemeriksa yang melakukan nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan penjara paling singkat dua tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.


“Bukti-bukti menunjukkan bahwa Anwar Usman, Iriana, hingga Joko Widodo telah melanggar Pasal 5 angka 4 yang menyatakan, 'Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme',” kata Yayat. (*)


Prabowo Subianto 


SANCAnews.id – Memasuki musim pemilu, situasi politik Indonesia terus menjadi sorotan berbagai media asing. The New York Times, surat kabar asal Amerika Serikat, menyoroti calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, terkait demokrasi.


Pada artikel berjudul 'Why This Presidential Front-Runner Is Stirring Fears of the 'Death of Democracy', New York Times (NYT) menyebutkan pandangan dari sejumlah kritikus terkait pencalonan Prabowo Subianto dalam Pilpres RI 2024 dan ancaman terhadap demokrasi di Indonesia apabila Prabowo menang dalam Pemilu.


Direktur Institut Demokrasi dan Perdamaian Setara menyebutkan apabila Prabowo terpilih, maka demokrasi di Indonesia akan mati.


“Yang akan terjadi adalah matinya demokrasi,” kata Hendardi mengutip dari NYT, Selasa (23/1/2024).


Dalam artikelnya, NYT memaparkan dugaan terhadap keterlibatan Prabowo dalam penculikan aktivis pro-demokrasi pada 1998. Ia juga dituduh melakukan kekejaman selama pendudukan militer yang kejam di Timor Timur.


“Meski begitu, Prabowo Subianto telah menghabiskan dua dekade terakhir mencoba politik demokratis, menampilkan kepribadian yang berbeda dalam berbagai upaya untuk menjadi pemimpin Indonesia,” tulis NYT.


Menurutnya, kemunculan Prabowo dengan bantuan calon wakil presiden yang merupakan putra dari presiden yang akan segera pensiun Joko Widodo, telah membuat khawatir jutaan masyarakat Indonesia yang masih mengingat pemerintahan brutal dan kleptokratis Suharto, mantan bos dan ayah mertua Prabowo.


Dalam perjalanan kampanyenya, Prabowo yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, bak menepis kekhawatiran masayarakat mengenai rekam jejaknya. Kini, sebulan sebelum pemilu hampir setiap jajak pendapat menunjukkan bahwa Prabowo, memimpin pada putaran pertama pemungutan suara.

 

“Kami sudah lama menentang Prabowo. Dan dengan kekuatan kami yang terbatas, kami masih bisa mencegahnya untuk maju. Tapi sekarang dia telah mendapatkan dukungan ini,” ucap Hendardi dirangkum dari NYT.


NYT menyebutkan, Prabowo adalah simbol 32 tahun pemerintahan Suharto bagi banyak orang Indonesia. Setelah penggulingan Suharto pada tahun 1998, ia diberhentikan dari militer Indonesia setelah angkatan bersenjata mengetahui bahwa ia terlibat dalam penculikan dan penyiksaan terhadap aktivis pro-demokrasi.


Sejumlah aktivis hingga kini masih hilang dan dikhawatirkan telah meninggal dunia. NYT juga menyoroti Prabowo yang kebal terhadap hukum karena tak pernah dipidana meski memiliki rekam jejak soal hak asasi manusia yang sangat banyak.


Akibat aksinya tersebut, Amerika Serikat bahkan melarangnya memasuki negara tersebut selama bertahun-tahun.


“Pada tahun 2014, saat maju dalam pencalonan presiden pertamanya ia menampilkan dirinya sebagai orang kuat di bidang militer, meneriakkan pidato-pidato nasionalis, namun kalah dari Joko Widodo. Lima tahun kemudian, Ia kembali mencalonkan diri dengan menunjukkan citranya sebagai seorang Muslim yang taat dan mengandalkan omongan komunal, sambil menuduh Jokowi diam-diam menjadi “Kristen Tionghoa”,” lanjutnya.


Prabowo yang kembali gagal kemudian mengklaim bahwa dia adalah korban kecurangan pemilu dan mengumpulkan kelompok Islam garis keras untuk memprotes hasil demonstrasi jalanan yang penuh kekerasan.


Dalam kampanye kali ini, Prabowo maju bersama Gibran Rakabuming Raka, putra dari presiden sebelumnya, Joko Widodo. Ia kemudian mencoba menghilangkan reputasinya sebagai orang yang mudah marah dengan menggambarkan dirinya sebagai seorang kakek yang gemoy, atau imut, yang menari di rapat umum.


Mengutip NYT, Wakil Ketua Dewan Penasehat tim kampanye Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, yang dulunya menjadi kritikus keras terhadap Prabowo bahkan mengatakan calon presiden tersebut telah banyak belajar setelah dikelilingi pendukung Jokowi sebelumnya.


“Dia tidak lagi bertugas di militer, jadi dia harus berperan sebagai politisi sipil – mudah dijangkau, mudah diakses, dan lebih ramah,” kata Budiman, yang merupakan tahanan politik di bawah rezim Suharto.


“Perubahan ini mendapat perhatian di kalangan generasi muda Indonesia, yang merupakan kelompok pemilih terbesar di negara ini. Orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun tidak tumbuh besar di bawah pemerintahan Suharto, dan banyak dari mereka yang hanya mengetahui sedikit tentang kengerian rezim Suharto karena hal-hal tersebut tidak tercakup dalam buku-buku pelajaran di negara ini,” tutup NYT. (tvone)

Anies Baswedan dihadang salah seorang warga usai acara kampanye di Lapangan Jambidan, Bantul, Yogyakarta, Selasa (23/1/2024) 


SANCAnews.id – Teriakan Presiden Anies dari simpatisan menggema dalam kampanye terbuka di Lapangan Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (23/1/2024).


Acara tersebut dihadiri oleh Calon Presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan dan simpatisan dari 5 kabupaten/kota di DIY.


Isak tangis dan harapan Anies memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dari salah satu warga pun turut mewarnai acara tersebut.


"Presiden harus Pak Anies," kata salah seorang warga sambil menangis saat menghadang Anies Baswedan. 


Capres Nomor Urut 1, Anies Baswedan melihat antusiasme warga untuk hadir dalam acara hari ini sangat luar biasa. 


"Yogya luar biasa. Yogya istimewa dan antusiasme masyarakat dari berbagai kabupaten/kota di DIY menunjukkan semangat perubahan yang amat tinggi," ucap Anies. 


"Ini saja masih ada rombongan yang tidak bisa masuk. Ada beberapa kendala teknis. Kok bisa jalanan tertutup. Kok bisa tempatnya tidak bisa dilewati. Jadi banyak yang mau datang tapi terhambat tidak bisa ke lokasi," sambungnya. 


Anies juga merasa bersyukur bisa pulang ke kampung halamannya bertemu masyarakat Yogya. Terlebih dalam kampanye hari ini, dirinya mendapat dukungan massa dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 


"Di Yogya massa PPP banyak. Ini menggambarkan basis grassrote PPP nampaknya berbeda dengan struktur. Kami sendiri tidak punya datanya. Kalau di Yogya nampaknya aspirasi cukup kuat," ungkap Anies. (tvone)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.