Latest Post

Ilustrasi oknum polisi/Net 


SANCAnews.id – Bripda AN, anggota polisi di Kendari, Sulawesi Tenggara, ditangkap Divisi Propam Polda Sultra terkait kasus LGBT. 


Kabid Humas Polda Sultra Kompol Ferry Walintukan di Kendari mengatakan, benar penangkapan anggota polisi yang diduga terlibat penyimpangan seksual terjadi pada 10 Januari 2024, Rabu (17/1/2024).


"Memang benar, kejadiannya pada tanggal 10 Januari 2024," kata Ferry.


Ferry menceritakan, penangkapan Bripda AN bermula saat Tim Subdit Paminal Bid Porpam Polda Sultra menerima laporan informasi dari Polda Sumatera Barat terkait hasil pengembangan kasus LGBT yang ditanganinya.


"Tim Subdit Paminal Bid Propam Polda Sultra menerima laporan informasi dari hasil pengembangan kasus di Polda Sumatra Barat bahwa ada keterlibatan personel Polda Sultra yang diduga terjadi penyimpangan seksual atas nama Bripda AN," ujarnya.


Setelah menerima informasi tersebut, lanjut Ferry, Tim Bid Propam langsung mengerahkan personel untuk mengamankan Bripda AN untuk dilakukan pemeriksaan.


"Dia masih dalam proses pemeriksaan oleh Bid Propam Polda Sultra," kata Ferry.


Ia menjelaskan bahwa saat ini Bripda AN telah diamankan oleh Bid Propam Polda Sultra untuk dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut.


 Terancam Pemecatan

Apabila Bripda AN terbukti melakukan penyimpangan seksual, kata Ferry, Bid Propam Polda Sultra akan menindak tegas dan menjatuhkan sanksi hingga yang terberat, yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan.


"Kemungkinan terburuknya apa bila terbukti bisa jadi di-PTDH . Jadi, anggota-anggota yang terlibat di dalam kasus penyimpangan seksual kemungkinan besar di-PTDH sesuai dengan peraturan dari Kadiv (Kepala Divisi) Propam Polri," tegas Ferry.


Ferry juga mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pengembangan, diketahui bahwa Bripda AN pada masa kecilnya pernah menjadi korban kekerasan seksual.


"Informasinya, dia sebenarnya korban juga karena waktu kecil ternyata pernah mengalami kekerasan seksual," ungkapnya.


Bripda AN yang ditangkap karena kasus LGBT tersebut merupakan personel dari Polresta Kendari. (liputan6)


Mahfud MD/Net 


SANCAnews.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD mengaku diperintahkan untuk menghalangi Anies Baswesan menjadi calon presiden pada 2024.


Menurut dia, pemerintah dituding mengganggu proses pencalonan Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Mahfud MD mengaku mendapat tawaran menjadi calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan.


Namun ia berpandangan tawaran tersebut adalah strategi untuk menjegal Anies, supaya tidak bisa dicalonkan sebagai capres 2024. 


Saya tidak mau mengagalkan Anies saya bilang.  Pokoknya Anies saya jamin calon, setelah menang kalah itu nanti. Tapi harus calon,” ujarnya dikutip dari postingan Instagram @fahmitantowi dilihat Selasa (16/1/2024). 


Karena menurutnya, bila ia mengambil tawaran untuk menjadi calon wakil presiden menemani Anies secara otomatis Anies tidak akan mampu menjadi capres lantaran tidak memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold). 


Sebab sudah barang tentu bila Anies tidak menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres, Partai Demokrat yang sebelumnya menjadi tim pengusung Anies, secara otomatis akan meninggalkan Koalisi Perubahan. “Dan betul ketika saya nggak jadi (cawapres Anies) yang masuk Muhaimin. 


Demokrat langsung keluar kan. Untung Muhaimin punya partai, sehingga mengganti Demokrat ini suaranya utuh untuk mendaftar capres,” ujarnya. 


Lebih lanjut, ia juga sudah menjamin kepada beberapa tim sukses Anies Baswedan bahwa dugaan adanya campur tangan pemerintah untuk mengagalkan prosesi pencalonan Anies tidak akan pernah terjadi. 


“Saya taruhannya (Anies bisa menjadi capres) saya bilang, sama Deni sama orang-orangnya,” pungkasnya. Saat ini Mahfud MD telah menjadi cawapres Ganjar Pranowo untuk maju di kontestasi Pilpres 2024 mendatang (tvone)


Maruarar Sirait. /net 


SANCAnews.id – Keputusan Maruarar Sirait mundur sebagai kader PDI Perjuangan setelah puluhan tahun menjadi kader partai berlambang banteng moncong putih itu terus menjadi sorotan publik.


Pria yang kerap disapa Ara ini mulai bergabung dengan PDIP pada 1999. Partai berlambang kepala banteng moncong putih itu dipilih Maruarar Sirait sebagai kendaraan politiknya.


Tercatat genap 25 tahun sudah, pria kelahiran Kota Medan, 23 September 1969 tersebut berkiprah di bidang politik lewat bendera PDIP. 


Ara memiliki jabatan politik sebagai Ketua DPP PDIP, sedangkan dalam jabatan profesional Ara menjadi Komisaris Utama PT Potenza Sinergi.


Dalam perjalanan politiknya, Ara pernah menduduki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat selama tiga periode jabatan. Pada periode 2004-2009, 2009-2014, dan 2014-2019, pria kelahiran Medan, 23 Desember 1969 itu pernah menjadi anggota Komisi XI DPR. 


Dia bergabung di PDIP pada 1999.  Sementara itu, dalam perjalanan pendidikannya, Ara merupakan bekas mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Parahyangan, Bandung, pada tahun 1990-an. 


Selama menjadi mahasiswa, Ara aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau GMKI dan Resimen Mahasiswa Universitas Parahyangan. Selain itu, saat menjadi anggota DPR, Ara melaporkan harta kekayaan setalah dikurangi utang, senilai Rp 85,8 miliar, dan tercatat memiliki utang sebesar Rp 33,79 miliar.  


Harta Ara kebanyakan dalam bentuk tanah dan bangunan sebesar Rp 74,48 miliar. Aset properti yang dia miliki tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sumatra Utara.  


Berdasarkan data LHKPN, Ara memiliki harta berupa alat transportasi dan mesin senilai Rp 1,15 miliar yang terdiri dari mobil Fotton Ambulance (2012) seharga Rp 94,5 juta, Toyota Alphard (2017) Rp 713,77 juta, dan Toyota Fortuner (2017) Rp 344 juta. Seluruh kendaraan tersebut dia dapat dari hasil sendiri. 


Ara juga melaporkan harta bergerak lainnya Rp 7,42 miliar, surat berharga Rp 11,08 miliar, serta kas dan setara kas Rp 19,95 miliar. (tvone)


Pengamat ekonomi dan pasangan capres-cawapres 02 (ist) 
 

SANCAnews.id – Pengamat militer dan intelijen, Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, ada upaya keras Istana untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

 

Menurutnya, sangat beralasan Istana bersikeras memenangkan pasangan calon nomor urut 2 karena ada putra sulung Presiden Jokowi, Gibran.

 

Upaya tersebut, lanjut Connie, terlihat dari berbagai bukti ketidaknetralan aparatur negara di berbagai daerah.

 

"Pak Prabowo, menurut saya hanya digunakan sebagai 'kendaraan' untuk sang putra mahkota," kata Connie dalam Abraham Samad SPEAK UP, baru-baru ini.

 

Connie pun mencontohkan kasus Boyolali, yang menurutnya terjadi karena adanya perintah. Dia menegaskan, bertindaknya belasan anggota TNI keluar markas untuk melakukan kekerasan terhadap rombongan knalpot brong, bukan sekadar 'kecelakaan', tetapi karena adanya perintah.

 

Connie pun menyesalkan pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dalam salah satu talkshow, yang seakan membenarkan tindak kekerasan oleh para anggota TNI tersebut.

 

"Alasan yang dia bilang, pawai itu pelanggaran lalu lintas, tapi itu kan urusannya polisi. Lalu dia bilang itu polusi udara, itu juga urusannya Kementerian Lingkungan Hidup. Jangan lah bikin pembenaran yang membuat orang bertanya, 'tahu kah anda tupoksi anda'," ungkap Connie.

 

Connie melanjutkan, belum tuntas kasus Boyolali, muncul pula kekerasan di Manado ketika oknum TNI melakukan dugaan kekerasan terhadap rombongan pengantar jenazah. Namun, peristiwa itu bersamaan dengan kampanye perdana PDI Perjuangan di Manado.

 

Connie pun mempertanyakan, mengapa kekerasan dan intimidasi yang melibatkan oknum TNI itu selalu menyasar PDI Perjuangan atau pendukung Calon Presiden nomor 3, Ganjar Pranowo.

 

"Apakah itu kebetulan? Saya ini pengguna medsos, saya tahu di daerah lain ada rombongan partai-partai lainnya seperti PSI yang juga knalpot brong. Tapi mereka gak ada yang digebukin," ungkap Connie.

 

Connie pun mengungkapkan, ada skenario untuk memenangkan putra mahkota satu putaran dalam Pilpres nanti.

 

"Ini ada upaya keras istana untuk menangkan putra mahkota satu putaran, tapi saya gak menyalahkan pak Prabowonya, yang cuma dipakai sebagai kendaraan," ujarnya. (wartaekonomi)


Pakar Hukum Tata Negara Unand Padang Feri Amsari sebut pemakzulan Jokowi bergulir sejak tahun lalu. (ist)


SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Padang, Feri Amsari, mengatakan Presiden Jokowi memenuhi kriteria melanggar hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.


Menurut Feri Amsari, ada beberapa kriteria yang merupakan perbuatan tercela yang dilakukan Presiden Jokowi, di antaranya membiarkan anaknya melanggar konsep kompetisi pemilu yang baik.


Kemudian berbohong kepada publik karena tidak melibatkan keluarganya dalam politik, dan terang-terangan melakukan tindakan cawe-cawe pada pemilu 2024.


“Iya, presiden kan dianggap melakukan perbuatan tercela, membiarkan anaknya melanggar konsep persaingan Pemilu yang baik,” kata Feri Amsari, Senin (15/1).


“Berbohong ke publik soal tidak akan melibatkan keluarga dalam politik, melakukan tindakan terbuka, cawe-cawe dalam pelaksanaan Pemilu, itu perbuatan tercela semua,” katanya.


Selanjutnya, sambung dia, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menentukan, apakah Jokowi melanggar konstitusi atau tidak, agar tidak dinilai ada unsur politis pada wacana pemakzulan Jokowi itu.


“Tinggal dibuktikan saja, agar nilai politik yang mungkin oleh orang lain dianggap salah, atau sebaliknya bisa dianggap benar. Tergantung MK,” tutup Feri Amsari.


Pemakzulan presiden bisa terjadi jelang Pilpres 2024, jika partai politik berani untuk mengusulkan impeachment di parlemen.


Namun Feri Amsari justru mempertanyakan keberanian partai politik di parlemen untuk mengusulkan pemakzulan tersebut.


“Jadi memungkinkan saja, jadi yang menjadi pertanyaan besarnya apakah partai-partai yang mengusulkan punya keberanian untuk mengajukan impeachment itu?” ujar Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari seperti dilansir RMOL, Senin (15/1).


Wacana pemakzulan, kata Feri Amsari, sudan bergulir sejak tahun lalu, dan banyak bukti terkait pelanggaran yang dilakukan presiden.


“Sebab kalau wacananya sudah cukup lama ya, dan banyak bukti yang bisa mengarahkan kepada Presiden Joko Widodo,” sambungnya.


Menurutnya, jika partai politik berani mengusulkan maka nanti pembuktian adanya pelanggaran yang dilakukan presiden bisa dilihat dari keputusan Mahkamah Konstitusi.


“Nah itu tinggal dibuktikan saja agar nilai politik yang mungkin dianggap oleh orang lain bisa dianggap salah atau sebaliknya bisa dianggap benar. Tergantung di MK-nya,” tutupnya. (pojoksatu)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.