Latest Post

Baliho Ganjar Pranowo-Mahfud MD dirusak orang tak dikenal dibenarkan Sekretaris DPC Partai PDI-P Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi.


SANCAnews.id – Informasi reklame Ganjar-Mahfud MD dirusak oleh orang tak dikenal dibenarkan Sekretaris DPC Partai PDI-P Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi.


Dia membenarkan adanya kerusakan pada baliho pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD di pinggir jalan Denpasar-Gilimanuk, Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali dan tiga baliho Ganjar-Mahfud dirusak oleh orang tak dikenal atau OTK.


Selain baliho capres Ganjar-Mahfud, ada baliho bergambar caleg DPR RI dari PDIP IGA Diah Werdhi Srikandi dan caleg DPRD Jembrana dapil Mendoyo, Ni Made Sri Sutharmi yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Jembrana, dan tiga baliho yang dirusak bersanding dengan baliho caleg partai politik lainnya.


"Iya itu, terjadi di Kecamatan Mendoyo, Desa Pohsanten," kata Sri Sutharmi, saat dihubungi, Sabtu (2/12/2023) sore.  


Selain dirusak, baliho Ganjar itu sempat dibakar dan pengerusakan itu diperkirakan terjadi pada Sabtu (2/12/2023) dini hari tadi. "Saya taunya tadi pagi. 


Jadi kejadiannya diperkuat sebelum subuh antara jam 12 dan 3 pagi. Kita tidak bisa memastikan itu, tapi perkiraannya seperti itu," ujarnya. 


"Iya baliho dirusak dirobek, dan robekannya itu ada rencana dibakar dan memang sudah dibakar tapi sedikit, karena tadi malam katanya itu turun hujan tidak jadi dibakar tetapi ada bukti sengaja dibakar," ungkapnya.


 Ia menyebutkan, bahwa baliho tersebut sudah dipasang sejak tanggal 28 November 2023 kemarin bertepatan masa kampanye. Namun, pihaknya menyatakan untuk di daerah lainnya di Jembrana tidak ada laporan pengerusakan baliho dan hanya di tempat itu saja. 


"Mulai tanggal 28 kemarin, masa kampanye. Sementara sampai saat ini tidak (ada pengrusakan lain), hanya di tempat itu saja, hanya satu kejadian," jelasnya. 


Ia menyatakan, dengan adanya peristiwa tersebut pihaknya telah melaporkan secara tertulis kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Polres Jembrana, Bali. "Kami sudah melaporkan kejadian tersebut kepada bawaslu secara resmi dan tertulis Kabupaten Jembrana. 


Kemudian, juga kepolisian Polres Jembrana juga kami sudah berbuat untuk ditindaklanjuti. Sekarang sudah diatensi oleh polres dan bawaslu," ujarnya. 


Pihaknya juga menyampaikan, bahwa soal dugaan motif pengerusakan baliho tersebut masih menunggu hasil investigasi dari Bawaslu dan Polres Jembrana, Bali. 


Namun, dari informasi yang didapatkan bahwa sebelum terjadi pengerusakan ada sejumlah anak-anak muda kumpul dan berada di lokasi tersebut. 


"Kami tidak bisa memprediksi (siapa pelakunya). Karena, kebetulan malam itu konon dan yang saya dengar dari masyarakat, ada beberapa anak-anak muda yang sedang kumpul-kumpul di lokasi tersebut. Apakah ada kesengajaan atau tidak, kita sedang menunggu investigasi dari kepolisian dan bawaslu," ujarnya. (tvone)


Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan


SANCAnews.id – Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan mengunjungi Israel 'atas permintaan dan undangan' para penyintas dan keluarga korban serangan Hamas pada 7 Oktober, kata ICC pada Kamis (30/11/2023). Kedatangan Jaksa juga mencari bukti pidana terkait serangan Hamas pada 7 Oktober, dan balasan Israel terhadap Gaza setelahnya.


"Kunjungan ini, meskipun tidak bersifat investigasi, merupakan kesempatan penting untuk mengekspresikan simpati kepada para korban dan terlibat dalam dialog," tulis pengadilan tersebut di platform media sosial X.


Khan juga akan melakukan perjalanan ke Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel, di mana ia akan bertemu dengan para pejabat senior Palestina, kata ICC.


Militan Hamas menawan sekitar 240 tawanan dari Israel selatan dalam serangan 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menurut para pejabat Israel menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.


Sejak saat itu, serangan udara, laut, dan darat Israel yang tanpa henti dan tanpa pandang bulu telah menewaskan lebih dari 15.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.


Gencatan senjata selama hampir seminggu yang telah menghentikan pemboman Israel yang mematikan selama berminggu-minggu akan berakhir pada hari Jumat, meskipun saat ini ada upaya untuk memperpanjangnya.


Qatar, yang telah memimpin negosiasi gencatan senjata yang didukung oleh Mesir dan AS, mengonfirmasi bahwa jeda tersebut telah diperpanjang selama satu hari 'di bawah kondisi yang sama seperti sebelumnya'.


Pengumuman ini muncul beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Israel pada Rabu (29/11/2023) malam, dan dengan tekanan yang meningkat untuk perpanjangan jeda.


Perjanjian gencatan senjata telah menghentikan sementara pertempuran di Gaza, di mana pihak berwenang mengatakan hampir 15.000 orang telah terbunuh dalam kampanye militer Israel. Pihak berwenang Israel mengatakan sekitar 1.200 orang terbunuh dan sekitar 240 orang disandera dalam serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu di dalam wilayah Israel.


Perjanjian gencatan senjata memungkinkan perpanjangan waktu jika Hamas dapat membebaskan 10 sandera lagi dalam sehari, namun sebelumnya kedua belah pihak memperingatkan bahwa mereka siap untuk kembali bertempur. (inilah)


Capres nomor urut 1 Anies Baswedan/Net


SANCAnews.id – Selama menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan menegaskan tidak pernah menggunakan buzzer.


Beragam hoax dan hujatan banyak diterima Anies Baswedan selama mengabdi di Ibukota. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat semangatnya kendur.


Berangkat dari hal tersebut, capres nomor urut 1 yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu pun berjanji tidak akan menggunakan buzzer jika terpilih menjadi pemimpin mendatang.


"Kalau kemarin (waktu jadi gubernur) pakai buzzer, nggak babak belur kayak begini kemarin," kata Anies saat hadiri dialog bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kantor PWI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12).


Anies memilih tidak banyak bicara dalam merespons berbagai tudingan buzzer. Sebab, Anies ingin membuktikan tuduhan tersebut dengan karya dan tindakan.


"Jadi kami merasa ke depan juga Insya Allah enggak akan pakai buzzer, menurut saya itu merusak," tegas capres yang diusung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.


Buzzer dapat diartikan orang atau kelompok yang melakukan pekerjaan menyebarkan informasi atau merekomendasikan produk jasa tertentu melalui media social.(rmol)


Capres nomor urut 1 Anies Baswedan usai menghadiri Dialog Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12)


SANCAnews.id – Mencuatnya dugaan upaya intervensi Presiden Joko Widodo terhadap kasus megakorupsi e-KTP yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut ditanggapi capres nomor urut 1 Anies Baswedan.


Pengakuan mengejutkan tersebut disampaikan Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo. Dugaan intervensi tersebut terjadi saat Agus Raharjo dipanggil Presiden Jokowi ke Istana.


"Menurut hemat kami, tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan," kata Anies usai menghadiri dialog PWI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12).


Capres yang diusung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa itu menyatakan, KPK harus memiliki independensi dan ruang untuk menegakkan hukum tanpa ada intervensi dari manapun.


"Itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel. Kita negara hukum bukan negara kekuasaan," tegas jagoan Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu.


Dalam program Rosi, Agus Rahardjo mengaku ada upaya agar KPK menjadi alat kekuasaan. Saat itu, Agus sempat heran karena hanya dipanggil sendirian ke Istana dan menggunakan jalur khusus tanpa pantauan awak media.


"Dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan, tapi ruang masjid kecil. Di sana, begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Begitu saya masuk, beliau teriak, hentikan. Kan saya heran, yang dihentikan apanya," jelas Agus.


Setelah duduk, mantan Ketua KPK yang bukan berlatar belakang pendidikan formal hukum ini baru mengetahui maksud dari pernyataan Presiden Jokowi.


"Setelah saya duduk, ternyata baru tahu yang suruh dihentikan itu (maksudnya) kasus Pak Setnov (Setya Novanto), Ketua DPR waktu itu memiliki kasus e-KTP, supaya tidak diteruskan," kata Agus.(rmol)


Presiden Jokowi Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo/ist


SANCAnews.id – Politisi Ferdinand Hutahaean menilai berdasarkan keterangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa divonis bersalah dan dipecat dari jabatannya.


Dalam keterangannya, Agus Rahardjo yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019 mengatakan dirinya dipanggil ke Istana sendirian, dan di ruangan itu Jokowi sudah marah dan meminta agar korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov) dihentikan.


"Dengan kesaksian ini, maka Presiden bisa dikategorikan telah menyalah gunakan kekuasaan dan termasuk dalam kategori merintangi atau menghalang-halangi penyelidikan. Presiden Jokowi sebagai pribadi bisa dipidana dan dipecat dari jabatannya," ucap Ferdinand.


Menurut kader PDIP itu, keterangan Agus Rahardjo mengenai Jokowi yang meminta memberhentikan kasus Setnov merupakan skandal besar. "Ini skandal besar..!!" klaimnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Jumat (1/12).



Sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus yang menjerat Setnov, korupsi e-KTP.


Setnov diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017, waktu itu ia menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai politik yang mendukung Jokowi.


Agus terlebih dahulu menyampaikan permintaan maaf sebelum menyampakan peristiwa tersebut, ia mengaku baru pertama kali mengungkapkannya di hadapan media.


“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).


“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.


Ketika dipanggil sendiri, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus, ia juga diminta masuk ke Istana melalui jalur masjid, bukan ruang wartawan.


Saat masuk ruang pertemuan, Agus melihat Jokowi sudah marah, namun ia tidak mengerti maksudnya, tapi setelah duduk ia tahu bahwa presiden meminta KPK untuk menghentikan kasus Setnov.


“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’, Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujarnya.


Tapi Agus menolak peruntah Jokowi, karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan tersangka Setnov sudah dimulai 3 minggu sebelumnya, dan ketika itu tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).


“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus. (populis)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.