Latest Post

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan/Net


SANCAnews.id – Selama menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan menegaskan tidak pernah menggunakan buzzer.


Beragam hoax dan hujatan banyak diterima Anies Baswedan selama mengabdi di Ibukota. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat semangatnya kendur.


Berangkat dari hal tersebut, capres nomor urut 1 yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu pun berjanji tidak akan menggunakan buzzer jika terpilih menjadi pemimpin mendatang.


"Kalau kemarin (waktu jadi gubernur) pakai buzzer, nggak babak belur kayak begini kemarin," kata Anies saat hadiri dialog bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kantor PWI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12).


Anies memilih tidak banyak bicara dalam merespons berbagai tudingan buzzer. Sebab, Anies ingin membuktikan tuduhan tersebut dengan karya dan tindakan.


"Jadi kami merasa ke depan juga Insya Allah enggak akan pakai buzzer, menurut saya itu merusak," tegas capres yang diusung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.


Buzzer dapat diartikan orang atau kelompok yang melakukan pekerjaan menyebarkan informasi atau merekomendasikan produk jasa tertentu melalui media social.(rmol)


Capres nomor urut 1 Anies Baswedan usai menghadiri Dialog Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12)


SANCAnews.id – Mencuatnya dugaan upaya intervensi Presiden Joko Widodo terhadap kasus megakorupsi e-KTP yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut ditanggapi capres nomor urut 1 Anies Baswedan.


Pengakuan mengejutkan tersebut disampaikan Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo. Dugaan intervensi tersebut terjadi saat Agus Raharjo dipanggil Presiden Jokowi ke Istana.


"Menurut hemat kami, tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan," kata Anies usai menghadiri dialog PWI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12).


Capres yang diusung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa itu menyatakan, KPK harus memiliki independensi dan ruang untuk menegakkan hukum tanpa ada intervensi dari manapun.


"Itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel. Kita negara hukum bukan negara kekuasaan," tegas jagoan Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu.


Dalam program Rosi, Agus Rahardjo mengaku ada upaya agar KPK menjadi alat kekuasaan. Saat itu, Agus sempat heran karena hanya dipanggil sendirian ke Istana dan menggunakan jalur khusus tanpa pantauan awak media.


"Dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan, tapi ruang masjid kecil. Di sana, begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Begitu saya masuk, beliau teriak, hentikan. Kan saya heran, yang dihentikan apanya," jelas Agus.


Setelah duduk, mantan Ketua KPK yang bukan berlatar belakang pendidikan formal hukum ini baru mengetahui maksud dari pernyataan Presiden Jokowi.


"Setelah saya duduk, ternyata baru tahu yang suruh dihentikan itu (maksudnya) kasus Pak Setnov (Setya Novanto), Ketua DPR waktu itu memiliki kasus e-KTP, supaya tidak diteruskan," kata Agus.(rmol)


Presiden Jokowi Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo/ist


SANCAnews.id – Politisi Ferdinand Hutahaean menilai berdasarkan keterangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa divonis bersalah dan dipecat dari jabatannya.


Dalam keterangannya, Agus Rahardjo yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019 mengatakan dirinya dipanggil ke Istana sendirian, dan di ruangan itu Jokowi sudah marah dan meminta agar korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov) dihentikan.


"Dengan kesaksian ini, maka Presiden bisa dikategorikan telah menyalah gunakan kekuasaan dan termasuk dalam kategori merintangi atau menghalang-halangi penyelidikan. Presiden Jokowi sebagai pribadi bisa dipidana dan dipecat dari jabatannya," ucap Ferdinand.


Menurut kader PDIP itu, keterangan Agus Rahardjo mengenai Jokowi yang meminta memberhentikan kasus Setnov merupakan skandal besar. "Ini skandal besar..!!" klaimnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Jumat (1/12).



Sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus yang menjerat Setnov, korupsi e-KTP.


Setnov diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017, waktu itu ia menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai politik yang mendukung Jokowi.


Agus terlebih dahulu menyampaikan permintaan maaf sebelum menyampakan peristiwa tersebut, ia mengaku baru pertama kali mengungkapkannya di hadapan media.


“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).


“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.


Ketika dipanggil sendiri, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus, ia juga diminta masuk ke Istana melalui jalur masjid, bukan ruang wartawan.


Saat masuk ruang pertemuan, Agus melihat Jokowi sudah marah, namun ia tidak mengerti maksudnya, tapi setelah duduk ia tahu bahwa presiden meminta KPK untuk menghentikan kasus Setnov.


“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’, Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujarnya.


Tapi Agus menolak peruntah Jokowi, karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan tersangka Setnov sudah dimulai 3 minggu sebelumnya, dan ketika itu tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).


“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus. (populis)


Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata


SANCAnews.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengakui mantan Ketua KPK Agus Rahardjo pernah bercerita kejadian soal Presiden Joko Widodo yang meminta agar kasus korupsi KTP-el dihentikan.


Hal itu disampaikan Alex saat ditanya soal pernyataan Agus dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV pada Kamis malam (30/11), berjudul "Eks Ketua KPK Ungkap Kinerja Firli Hingga Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Setnov | ROSI".


Alexander sendiri sebelumnya juga menjabat sebagai Wakil Ketua ketika Agus Rahardjo memimpin KPK.


"Ya, Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex kepada wartawan, Jumat sore (1/12).


Alex memastikan, ketika Agus Rahardjo bercerita soal kejadian tersebut, pimpinan KPK saat itu menolak. Apalagi, ada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan penetapan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov) saat itu sebagai tersangka.


"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," pungkas Alex.


Dalam program Rosi Kompas TV, Agus mengatakan, KPK di bawah kepemimpinannya hendak dicoba dijadikan sebagai alat kekuasaan. Namun karena waktu itu KPK masih independen dan tidak di bawah presiden, maka dirinya bisa tidak mengikuti apa yang diinginkan presiden.


Agus lantas menceritakan, saat KPK memproses kasus korupsi KTP-el, dirinya dipanggil sendirian oleh Presiden Jokowi yang ditemani oleh Pratikno.


"Jadi, saya heran, biasanya manggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil itu, jadi dijemput dari sana," kata Agus.


"Di sana, begitu saya masuk, presiden sudah marah. Presiden sudah marah, menginginkan, karena baru saya masuk itu beliau teriak 'hentikan', saya kan heran yang dihentikan apanya," jelasnya.


Setelah duduk, Agus mengaku baru mengetahui bahwa Presiden Jokowi meminta agar KPK menghentikan kasus KTP-el yang menjerat Setnov.


Pernyataan Agus tersebut pun sudah dibantah pihak Istana yang menyebutkan tidak ada agenda pertemuan Presiden Jokowi untuk membahas soal kasus KTP-el seperti yang disampaikan Agus Rahardjo.


"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden, Ari Dwipayana melalui keterangan tertulis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/12). (*)


Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri selesai diperiksa penyidik gabungan dari Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipiko Bareskrim Polri, Jumat (1/12/2023) malam.


SANCAnews.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri selesai diperiksa penyidik gabungan Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri, Jumat (1/12/ 2023) malam.


Pantauan MNC Portal, Firli keluar dari Gedung Bareskrim Polri usai diperiksa sekitar pukul 19.30 WIB. Firli diperiksa selama kurang lebih 10 jam mulai pukul 09.00 WIB dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).


Firli keluar dengan mengenakan pakaian yang sama dengan kedatangannya, yakni kemeja coklat muda, dan tidak mengenakan baju tahanan. 


Diketahui, Firli Bahuri hari ini memenuhi panggilan kepolisian untuk diperiksa pertama kalinya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap SYL. 


Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa mengatakan, Firli Bahuritiba di Bareskrim Polri pada pukul 08.30 WIB. Proses pemeriksaan terhadap Firli Bahuri dimulai sejak pukul 09.00 WIB. 


"Pemeriksaan oleh penyidik terhadap yang bersangkutan telah dimulai sejak 09.00 WIB di lantai 6 Dit Tipidkor," katanya. 


Saat datang tadi pagi Firli Bahuri kembali menghindari awak media yang telah menunggu kehadirannya di Gedung Bareskrim Polri. Tidak ada awak media pun yang mengetahui kedatangan mantan pimpinan lembaga antirasuah itu. (sindonews)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.