SANCAnews.id – Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh resah. Ia
menilai Presiden Joko Widodo ikut cawe-cawe dalam urusan Pilpres 2024. Campur
tangan Jokowi dalam demokrasi lima tahun begitu kentara.
Paloh pun blak-blakan
mengungkapkan kegelisahannya saat bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam pertemuan di Wisma Nusantara, Jakarta
Pusat, Jumat (5/5).
Paloh meminta Jokowi memposisikan
dirinya sebagai negarawan. Seharusnya, pejabat publik harus bisa membatasi diri
sebagai pemilik hak istimewa sebagai presiden.
"Pak Surya melihat bahwa
hal-hal yang selama ini berlangsung kalau diamati Pak Surya itu kurang sehat.
Bahwa, bahkan disebut tidak sehat kalau caranya begini," ujar Ketua DPP
NasDem Sugeng Suparwoto kepada wartawan, Sabtu (6/5).
"Ya mestinya, mohon maaf, presiden
sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara itu harus memposisikan
sebagai negarawan," jelasnya.
Menurut pandangan Paloh dan
NasDem, endorse yang dilakukan Jokowi bukan hal yang baik. Dia meminta mantan
Gubernur DKI Jakarta itu untuk netral sebagai presiden di Pemilu 2024.
"Bagaimana mengendorse satu
per satu itu menurut hemat kita tidak bagus. Dalam konteks cawe-cawe lah kalau
bahasa umumnya," ujar Sugeng.
"(Surya Paloh) menginginkan
(Jokowi netral), iya dong. Bukan sekedar menginginkan, mengharuskan
bahkan," tegasnya.
Sentilan JK
Kegelisahan Paloh juga dirasakan
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla. JK berkata, seharusnya Jokowi
tidak terlibat lebih jauh dengan urusan Pemilu 2024. JK mencontohkan Presiden
Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir
masa pemerintahannya.
"Menurut saya, Presiden
seharusnya seperti Ibu Mega, SBY, itu akan berakhir, maka tidak terlalu jauh
melibatkan diri," ujarnya usai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PKB
Muhaimin Iskandar di kediaman Jusuf Kalla di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan,
Sabtu (6/5).
"Maka tidak terlalu jauh
melibatkan diri, dalam suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih
demokratis lah," tegas JK.
Anies Minta Negara Netral
Capres Koalisi Perubahan Untuk
Persatuan Anies Baswedan juga ikut buka suara. Dia meminta agar negara tidak
ikut campur dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
Menurutnya, yang berhak terlibat
dalam rangkaian Pilpres adalah kontestan dan rakyat. Anies menekankan negara
harus netral dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang.
"Biarkan rakyat tanpa
dipengaruhi negara, tanpa campur tangan negara, negara netral dan percayakan
rakyat bahwa rakyat menitipkan kewenangan kepada yang punya niat baik dan track
record," kata Anies saat memberikan pidato di acara Amanat Nasional
(ANIES), di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (7/5).
Anies menegaskan jika negara
sampai intervensi namanya negara sedang melecehkan rakyat. Dia menilai, rakyat
sudah matang dan mampu menentukan kepada siapa kewenangan itu dititipkan.
"Jadi tidak perlu ada
intervensi," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Dia menegaskan bahwa kontestasi
pergantian kekuasaan harus dilakukan lima tahun sekali. Maka, dia menyebut tak
perlu ada pihak tertentu yang takut untuk kehilangan kekuasaan.
"Bila ada yang khawatir kehilangan
kekuasan maka dia tidak paham prinsip dasar demokrasi. Karena kekuasan itu
tidak hilang tidak berpindah itu ada pada saudara semua rakyat Indonesia,"
ujar Anies.
Anies berpesan kepada rakyat
Indonesia untuk tetap menjaga independensi hingga jadwal pemilihan nanti. Dia
menyebut, rakyat berperan untuk menentukan arah bangsa Indonesia dalam lima
tahun ke depan.
"Kepada kekuatan pada rakyat
bukan pada yang lain. Jaga kekuasan sampai nanti di TPS. Ini bukan statistik
hitungan, itu hak untuk menentukan perjalanan bangsa," imbuh Anies.
Jokowi Langgar Etika Politik?
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata
Negara Denny Indrayana menyinggung etika politik Presiden Joko Widodo (Jokowi)
yang cawe-cawe dalam mengurusi koalisi dan kontestasi Pilpres 2024.
Denny mempermasalahkan jawaban
Jokowi yang menyebut dirinya sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik
ketika menjawab tudingan cawe-cawe Pilpres mendatang.
Menurut Denny, jawaban tersebut
seolah-olah benar tetapi bermasalah dari segi etika.
"Jika dikuliti lebih jauh,
terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral dan hukum
yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran konstitusi ketika
ikut turut campur soal Pilpres 2024," katanya.
Denny pun menyoroti tindakan
Jokowi yang mengumpulkan enam ketua umum partai politik minus NasDem di Istana
Negara beberapa waktu lalu.
"Presiden Jokowi sudah jujur
mengatakan tidak lagi mengundang NasDem karena sudah punya koalisi sendiri.
Tentu yang dimaksud adalah koalisi Nasdem-Demokrat-PKS yang mengusung Anies
Baswedan sebagai bakal calon presiden," tutur Denny.
"Jokowi dengan jelas sedang
berpolitik partisan dengan menunjukkan preferensi kepada koalisi Ganjar dan
Prabowo di satu sisi, serta resistensi kepada partai koalisi pendukung Anies
pada sisi yang lain," imbuhnya. (merdeka)