Latest Post

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo telah melampaui kewenangannya sebagai kepala negara dengan menggelar enam parpol di Istana Negara untuk membahas politik praktis.

 

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Dedi Kurnia Syah menilai Jokowi sebagai kepala negara harus netral, bukan menjadi tim sukses kelompok tertentu, apalagi menjadikan Istana Negara sebagai markas partai politik.

 

“Keterlibatan Jokowi dalam pusaran politik saat ini, jelas melampaui batasan seorang kepala negara, sekaligus pemerintahan. Ia tidak dapat berdalih sebagai politisi, karena disumpah menjadi Presiden, bukan menjadi tim sukses kandidat dan menjadikan Istana negara sebagai posko pemenangan,” tegas Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/5).

 

Direktur eksekutif dari Indonesia Political Opinion meminta DPR RI menegur Presiden Joko Widodo.

 

“DPR harus menegur Presiden, bahkan mengancam melengserkan Presiden, karena upaya Presiden saat ini bisa memicu gelombang tidak percaya publik,”imbuhnya.

 

Menurutnya, menjadikan Istana Negara menjadi posko pemenangan kelompok tertentu, akan berdampak buruk bagi demokrasi di Indonesia, terutama penyelenggaraan pemilu yang tidak akan dipercaya publik lantaran sudah diskenario oleh pemerintah.

 

“Tidak saja pada kredibilitas kepala negara, tetapi bisa meluas hingga ke penyelenggara Pemilu dan Mahkamah Konstitusi, karena semua itu terlibat langsung nanti dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres,” tutupnya. (rmol)

 

SANCAnews.id – Wacana pembentukan koalisi besar yang coba dilakukan oleh partai-partai pendukung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sama sekali tidak mengkhawatirkan Partai Nasdem yang sudah lebih dulu mendukung Anies Baswedan.

 

Koalisi besar yang dimaksud adalah gabungan dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KIR (Gerindra-PKB) dengan Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB (Golkar-PAN-PPP).

 

Partai Nasdem bersama Partai Demokrat dan PKS sendiri sudah membangun koalisi dengan membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), mengusung Anies Baswedan.

 

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, berpandangan, perhelatan Pilpres 2024 merupakan pesta demokrasi dimana rakyat akan memilih sosok calon pemimpinnya secara langsung, bukan memilih Parpol atau koalisi.

 

Karena itu, tambah dia, Pilpres sama sekali tidak bergantung pada seberapa banyak partai politik berkoalisi.

 

“Yang patut kita renungkan dan pahami bersama, Pilpres ini pemilihan secara langsung. Rakyat akan menempatkan pilihan mereka dengan melihat sosok, kandidat, bukan portofolio partai-partai itu,” kata Surya Paloh kepada wartawan, usai bertemu Menko Marvest, Luhut Binsar Pandjaitan, di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (5/5).

 

Menurut dia, jika kandidat yang diusung diterima rakyat, dan partai politik pendukung memenuhi ambang batas pencalonan, maka bakal memenangkan kontestasi demokrasi lima tahunan.

 

“Yang penting persyaratan cukup, kandidatnya relatif diterima di hati rakyat, maka dia yang akan terpilih nanti,” pungkas Surya Paloh. (rmol)


 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan dirinya sebagai pejabat publik sekaligus sebagai pejabat politik. Sehingga menurutnya wajar jika berbicara tentang situasi politik.

 

Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat ditanya soal pertemuannya dengan pimpinan parpol koalisi pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta, beberapa waktu lalu, namun tidak mengundang Partai Nasdem untuk hadir.

 

"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa. Dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya di Mal Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).

 

Jokowi menambahkan selama ini dia juga banyak berbicara berkaitan dengan pelayanan publik. Menurutnya kedua hal itu menjadi tugas seorang Presiden. Tapi dia akan berhenti ikut campur ketika sudah ada penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

 

"Ya kan memang ini tugas, tugas seorang Presiden. Hanya kalau memang sudah ada ketetapan dari KPU saya..." ujar Jokowi sembari menunjukkan gestur mengangkat kedua tangannya.

 

Jokowi mengaku dalam pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam pada Selasa (2/5) malam, ia membicarakan banyak hal dengan para petinggi parpol koalisi. Terutama terkait politik yang bersangkutan langsung dengan negara ke depannya.

 

"Semuanya dibicarakan, utamanya terkait politik yang menyangkut negara ke depan akan seperti apa tantangannya," kata Jokowi.

 

Jokowi bahkan menyebut kriteria kepemimpinan nasional yang bisa mengatasi tantangan ke depan.

 

"Itu semuanya butuh kepemimpinan nasional dengan leadership yang kuat, yang dipercaya oleh rakyat, internasional, dan investor," ujarnya.

 

Sebelumnya pada Selasa (2/5) malam, Presiden Jokowi mengundang para ketum parpol koalisi melakukan pertemuan di Istana Merdeka.

 

Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

 

Kemudian Plt. Ketua Umum PPP Mardiono, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (suara)


 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui jika pihaknya tidak mengundang Partai NasDem dalam pertemuan ramah dan halal bihalal dengan Ketua Umum Partai Politik Koalisi Pemerintah, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/5).

 

"Ya memang enggak diundang," kata Jokowi, kepada wartawan, Kamis (4/5).

 

Jokowi menjelaskan alasan tak mengundang NasDem. Sebab, partai di bawah kepemimpinan Surya Paloh sudah memilih jalan politik yang berbeda dengan partai yang hadir di Istana Merdeka.

 

"Nasdem itu ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin membangun kerjasama politik yang lain," jelasnya.

 

Sehingga, menurutnya hal yang wajar jika NasDem tak diundang. Agar, strategi yang dibahas dalam pertemuan saat itu tidak diketahui oleh NasDem.

 

"Mestinya ini kan memiliki strategi besarnya apa, ya masa yang di sini tau strateginya. Kan mestinya ndak seperti itu," tegas Jokowi.

 

Lebih lanjut, dia menegaskan, bahwa hal wajar jika dirinya berbicara mengenai dinamika politik yang terjadi saat ini. Karena, dia merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

 

"Jadi biasa kalau saya berbicara politik ya boleh dong. Ya kan, saya berbicara berkaitan dengan pelayanan publik juga bisa dong. Ya memang ini tugas, tugas seorang presiden. Hanya memang kalau sudah da ketetapan kpu saya itu (angkat tangan)," imbuh Jokowi.

 

Sebagai informasi, enam ketum partai politik menghadiri acara halal bi halal dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.

 

Enam ketum parpol tersebut diantaranya, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Plt Ketum PPP Muhamad Mardiono.

 

Hanya Ketum Partai NasDem Surya Paloh yang tidak terlihat hadir dalam acara tersebut. (merdeka)


 

SANCAnews.id – Jokowi dianggap mengganggu atau ikut campur karena menggelar acara dengan mengumpulkan ketua umum partai politik pro pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa (2/5/2023) malam. Jokowi membantah kalau dirinya cawe-cawe karena merasa dirinya juga pejabat politik.

 

"Cawe-cawe? Hehehe... bukan cawe-cawe. Itu diskusi kok cawe-cawe. Diskusi, saya ini kan jugaa pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe," kata Jokowi di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).

 

Kepala Negara menilai tidak masalah apabila dirinya diundang oleh unsur partai politik maupun sebaliknya.

 

"Urusan capres itu urusannya partai atau gabungan partai sudah bolak balik saya sampaikan. Kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja," tegas Jokowi.

 

Lagipula, Jokowi menganggap tidak melanggar aturan ketika mengundang mereka ke Istana Merdeka. Lagi-lagi ia mengingatkan bahwa dirinya juga memiliki bagian sebagai politisi.

 

"Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada," terangnya.

 

"Tolong lah mengerti kalau saya ini politisi sekaligus pejabat publik," sambungnya.

 

Diminta Tak Cawe-cawe

 

Partai NasDem meminta Presiden Jokowi tidak cawe-cawe urusan Pilpres 2 baik soal koalisi dan pencapresan. Permintaan itu sebagaimana pernyataan dari Jokowi yang berujar hal itu menjadi urusan partai politik.

 

Ketua DPP NasDem Effendi Choirie atau Gus Choi menilai Jokowi perlu menghindari semua urusan Pilpres, agar pemerintahannya yang sampai 2024 dapat berakhir husnul khatimah atau berakhir baik.

 

"Iya (tidak usah cawe-cawe) supaya husnulkhatimah akhir pemerintahan," kata Gus Choi dihubungi, Kamis (22/12/2022).

 

Gus Choi memberikan nasihat kepada Jokowi agar dapat menjadi presiden yang adil serta menjadi negarawan.

 

"Jadilah presiden yang arif, bijaksana, adil dan negarawan memberi kesempatan pada semuanya," kata Gus Choi.

 

Sebelumnya, Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani juga meminta Jokowi fokus menuntaskan pekerjaannya sebagai presiden, ketimbang ikut campur urusan Pilpres.

 

"Ada baiknya Pak Jokowi fokus menuntaskan tugas-tugasnya pada waktu yang tersisa ini, dan menegaskan komitmennya untuk mensukseskan Pemilu pada 2024 nanti," kata Kamhar. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.