Latest Post


SANCAnews.id – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengingatkan seluruh warga Muhammadiyah untuk tidak mengatasnamakan dan menggunakan simbol organisasi Muhammadiyah dalam mendukung capres tertentu.

 

"Kalau ada di antara warga Muhammadiyah yang mau mendukung salah satu capres dan/atau melakukan penggalangan kekuatan pemilih di tengah-tengah masyarakat, silakan saja. Tapi, jangan membawa-bawa nama dan simbol-simbol Muhammadiyah," kata Anwar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

 

Menurut dia, hal tersebut dapat membuat Muhammadiyah sebagai organisasi tampak tidak netral atau berpihak pada pasangan tertentu. Bahkan membuat Muhammadiyah terlihat terlibat dalam politik praktis.

 

Politik Nilai Bukan Kekuasaan

Anwar juga menyampaikan, sebagai sebuah organisasi Islam dan organisasi dakwah amar makruf nahi munkar, politik bagi Muhammadiyah bukan politik kekuasaan. Melainkan politik nilai.

 

"Artinya, politik bagaimana caranya supaya pihak-pihak yang bersaing dalam Pilpres menjunjung tinggi dan berusaha untuk menerapkan nilai luhur Pancasila dan dalam hukum dasar negara, yaitu UUD NRI 1945," ucap dia, dilansir dari Antara.

 

Anwar pun menegaskan, Muhammadiyah menyambut gembira kemunculan nama-nama capres untuk Pilpres 2024. Muhammadiyah juga mempersilakan dan memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk memilih capres yang mereka percayai. Namun, tambah dia, Muhammadiyah tidak terlibat dalam kegiatan dukung-mendukung capres tertentu.

 

"Dalam konteks Pilpres, sudah jelas Muhammadiyah tidak akan terlibat dengan kegiatan dukung mendukung siapa yang akan dipilih menjadi presiden," kata dia.

 

Jadwal Pendaftaran Capres-Cawapres

Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.

 

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

 

Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (merdeka)

 

 

SANCAnews.id – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen mengatakan, cawe-cawe Presiden Jokowi dalam bursa pencapresan 2024 sudah mulai tidak disukai masyarakat.

 

Jokowi tidak boleh mencampuri urusan politik, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Sebagai kepala negara, Jokowi seharusnya fokus menjaga bangsa hingga akhir masa jabatannya tahun depan.

 

"Presiden Jokowi itu bukan hanya milik satu kelompok atau golongan tertentu saja. Jangan sampai rakyat merasa muak dengan semua yang ada itu," kata Samuel kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (29/4).

 

Meskipun Presiden Jokowi berasal dari penugasan partai politik PDIP, namun jabatan fungsional presiden adalah mandat rakyat untuk mengurus hajat hidup orang banyak.

 

"Maka, tidak baik kalau perasaan masyarakat semakin terakumulasi hingga dapat melahirkan pembangkangan yang anarkis (karena ikut campur di Pilpres 2024)," demikian Silaen memperingati.

 

Di masa seperti saat ini, kata dia, Presiden Jokowi harus berdiri di atas semua golongan dan kelompok. Meskipun di balik layar presiden tetap berperan aktif urusi politik, namun jangan sampai terlihat kentara oleh masyarakat.

 

"Sebab rasa sayang rakyat akan muak jika sudah berlebihan. Ini bukan menggurui, tapi memberikan masukan agar marwah jabatan presiden baik di mata rakyat," tutupnya. (*)



SANCAnews.id – Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa Muhammadiyah DKI Jakarta bertemu dengan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, Jumat (28/4).

 

Di hadapan Tri Handoko, Ketua DPD IMM DKI Jakarta Ari Aprian Harahap meminta BRIN bersikap tegas atas tindakan dua peneliti, yakni Thomas Djamaluddin dan Andi Pangerang Hasanuddin.

 

"Kami mendesak BRIN untuk juga menggelar sidang majelis etik kepada saudara TD karena dinilai sudah menyinggung perasaan warga Muhammadiyah," kata Ari dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (29/4).

 

Menyikapi hal itu, Tri Laksono menyambut baik rombongan IMM DKI Jakarta. Dalam dialog, Tri Laksono menyebut bahwa Andi Pangerang terbukti melanggar kode etik. Dia juga berjanji akan menggelar sidang etik terhadap saudara Thomas berdasarkan aduan dari Muhammadiyah.

 

Namun, sangat disayangkan, Tri menyebut sidang kode etik tidak bisa disiarkan ke publik karena dibatasi aturan yang ada.

 

Terakhir, BRIN menghormati upaya proses hukum yang akan ditempuh Muhammadiyah kepada dua penelitinya.

 

Sebelumnya, perwakilan IMM DKI Jakarta mendatangi Polda Metro Jaya, Selasa (25/4). Maksud kedatangan mereka untuk melaporkan dua peneliti BRIN dan mendesak agar segera ditahan.

 

Sayangnya laporan tidak diterima, lantaran Andi telah dilaporkan Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah ke Bareskrim Polri, terkait pernyataan hendak membunuh warga Muhammadiyah. (rmol)


 

SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku heran dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang terkesan sibuk mengintervensi atau mencampuri urusan Pilpres 2024.

 

Refly mengatakan, belum pernah ada presiden di masa lalu seperti Jokowi yang terlihat begitu berat meninggalkan kursi kepresidenannya.

 

"Menarik ya, menariknya adalah memang belum pernah kita menyaksikan begitu galaunya seorang yang ingin meninggalkan jabatan kepresidenannya," ujar Refly Harun dari kanal YouTube pribadinya, dikutip Konten Jatim pada Jumat (28/4/2023).

 

Jokowi, tutur Refly, bakal rela meninggalkan kursi RI 1 asalkan dua hal ini terjamin. Pertama adalah, Jokowi dan keluarganya dijamin aman di masa mendatang usai tidak lagi menjabat.

 

Serta yang kedua, program atau legacy yang ditinggalkan Jokowi harus dipastikan untuk dilanjutkan oleh presiden berikutnya.

 

"Seolah Pak Jokowi baru rela meninggalkan jabatan kepresidenannya kalau dua hal. Pertama, dia aman-aman saja, dijamin aman-aman saja. Yang kedua, program-programnya bisa dilanjutkan," terang Refly Harun.

 

"Jadi dua hal itu yang ingin dimintakan oleh Jokowi kepada siapa pun yang katakanlah akan diendorsenya," bebernya.

 

Sebelumnya, peran politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut disorot publik. Banyak yang mengklaim Jokowi terlalu ikut campur perkara penentuan calon presiden.

 

Jokowi juga menyindir pihak-pihak yang kerap menuduh dirinya serta Istana karena dianggap selalu mengintervensi segala hal. Padahal ditegaskan Jokowi hal itu tidak pernah dilakukan. Jokowi mengatakan bahwa memang paling enak mengambinghitamkan presiden dan Istana. (*)

 

SANCAnews.id – Desakan kader Partai Gerindra untuk tetap mengusung Prabowo Subianto sebagai capres 2024 merupakan cara untuk menunjukkan eksistensi politik.

 

Sebab, peristiwa politik seperti pemilihan umum merupakan momentum bagi setiap partai politik untuk mempertahankan eksistensinya.

 

“Pemilu adalah momentum partai mempertahankan eksistensi mereka,” kata pengamat politik asal Sumatera Utara, Anwar Saragih, kepada Kantor Berita RMOLSumut, Jumat (28/4).

 

Sebelum muncul keputusan PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden, nama Ketum Gerindra Prabowo Subianto banyak disebut sebagai kandidat kuat untuk mendapat dukungan partai berlambang moncong putih tersebut.

 

Banyak hal yang dikaitkan. Mulai dari ungkapan Presiden Joko Widodo, hingga sejarah politik antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo. Namun, hal itu pupus setelah Megawati mengumumkan nama Ganjar Pranowo sebagai bacapres PDIP.

 

Sehingga, kata Anwar, tidak ada pilihan lain bagi Gerindra selain ngotot mengusung Prabowo Subianto.

 

“Partai Gerindra adalah partai besar yang elektabilitasnya stabil dan potensial masuk ke urutan kedua menggeser Partai Golkar. Tidak ada pilihan lain bagi Partai Gerindra untuk tidak mencalonkan Prabowo jadi Capres," jelasnya.

 

"Di pemilu 2009 saja persentase suara nasional Gerindra adalah 4,6 persen mampu mendorong Prabowo jadi Cawapres, sementara di Pemilu 2019 lalu Gerindra punya 12,57 persen suara nasional yang artinya pilihan Capres adalah harga mati demi eksistensi dan stabilitas partai,” tegasnya.

 

Di sisi lain, Prabowo merupakan sosok kuat. Dengan begitu, jika ia memilih untuk maju menjadi Cawapres maka hal itu justru membuatnya ditinggalkan para pemilih loyal.

 

“Hal seperti itu jugalah yang dihindari oleh Megawati di Pemilu 2009 di mana ia tetap maju meski pun hampir tak punya peluang menang melawan SBY,” ungkapnya.

 

Sebaliknya, PDI Perjuangan juga harus mengusung kader internal seiring posisi mereka saat ini sebagai partai terbesar.

 

“Artinya PDIP juga tidak mau jagoan mereka Ganjar Pranowo jadi nomor dua, karena mereka berambisi hattrick di Pemilu 2024. Jadi kesimpulannya memang Prabowo Subianto harus diusung maju (Pilpres 2024) demi eksistensi Gerindra,” demikian Anwar Saragih. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.