Latest Post


Oleh: Denny Indrayana
INI adalah kisah tentang kerja politik Presiden Jokowi untuk ikut memenangkan pemilihan presiden 2024. Pastinya bukan sebagai pasangan calon peserta pilpres, tetapi memastikan paslon yang beliau dukung tampil sebagai juara dalam kompetisi Pilpres 2024.
 
Maaf jika tulisannya akan panjang, karena banyak hal yang perlu saya sampaikan, agar lumayan lengkap dan utuh, meskipun tidak bisa seluruhnya diceritakan. Beberapa nama dan peristiwa terpaksa tidak diungkap jelas, agar lebih aman dan tidak justru menimbulkan persoalan.
 
𝙎𝙪𝙥𝙖𝙮𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙜𝙖𝙜𝙖𝙡 𝙥𝙖𝙝𝙖𝙢, 𝙢𝙤𝙝𝙤𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙩𝙪𝙡𝙞𝙨𝙖𝙣 𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙖𝙢𝙥𝙖𝙞 𝙩𝙪𝙣𝙩𝙖𝙨.
 
Tulisan ini saya buat sebagai ikhtiar, untuk menjaga agar Pilpres 2024 tetap berjalan 𝙅𝙪𝙟𝙪𝙧 𝙙𝙖𝙣 𝘼𝙙𝙞𝙡 . Saya sadar betul apa yang saya tulis ini akan membuat tidak nyaman beberapa kalangan, khususnya Presiden Jokowi dan para pendukungnya.
 
Namun, karena didasari niat tulus untuk menjaga kehormatan demokrasi kita, biarlah saya menyediakan diri untuk menjadi pengingat, tentu dengan resiko disalahartikan, serta tidak disukai beberapa kalangan tersebut.
 
Sebab, keterlibatan aktif Presiden Jokowi yang ikut 𝙘𝙖𝙬𝙚-𝙘𝙖𝙬𝙚 dalam Pilpres 2024 demikian adalah salah satu ancaman nyata bagi demokrasi kita.
 
Sebagai orang yang mengangkat salam dua jari dan ikut memilih Jokowi di Pilpres 2014, saya merasa bertanggung jawab untuk tidak membiarkan Beliau melakukan kesalahan konstitusional yang sangat fatal dan membahayakan kehidupan berbangsa.
 
Setiap orang — tidak terkecuali seorang presiden sekalipun — tentu berhak punya pilihan dan preferensi calon presiden. Tetapi ketika sang presiden yang sedang menjabat menyalahgunakan kewenangan dan pengaruh yang dimilikinya untuk memenangkan paslon yang didukungnya, maka sang presiden jelas-jelas telah melanggar konstitusi.
 
Karena salah satu tugas utama presiden adalah memastikan setiap pemilu berjalan 𝘧𝘳𝘦𝘦 𝘢𝘯𝘥 𝘧𝘢𝘪𝘳. Sebab, dengan kekuatan dan jaringan yang dimilikinya, sang presiden punya peluang besar untuk mempengaruhi hasil pemilu. Akibatnya, arena pertandingan tidak lagi adil bagi semua paslon, utamanya yang tidak mendapat dukungan sang presiden.
 
Agaknya, tidak ingin lagi mengalami kekalahan sebagaimana kisah Pemilihan Gubernur Jakarta 2017, ketika jagoan yang Beliau dukung Ahok alias BTP kalah dari Anies Baswedan; Maka untuk Pilpres 2024, Presiden Jokowi betul-betul mengambil peran sebagai 𝙩𝙝𝙚 𝙧𝙚𝙖𝙡 𝙠𝙞𝙣𝙜 𝙢𝙖𝙠𝙚𝙧, sayangnya dalam bentuk yang salah.
 
Sampai tulisan ini dibuat, tanpa menafikan adanya kemungkinan dinamika dan perubahan, Presiden Jokowi terbaca mendukung paslon Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, lalu juga mencadangkan sokongan kepada Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan pencapresan Anies Baswedan, yang kemungkinan berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono, sepanjang partainya tidak berhasil “dicopet” Moeldoko, tentu dengan persetujuan Presiden Jokowi.
 
Di panggung depan, alias di hadapan publik, keterlibatan Jokowi ini Beliau bantah. Namun dalam realitas panggung belakang, ketika melakukan lobi di ruang-ruang tertutup, langkah dan kerja politik itu nyata dan serius Beliau kerjakan.
 
Target Presiden Jokowi, siapapun presiden penggantinya adalah orang yang bisa mengamankan dan melanjutkan program kerjanya. Kepada seorang petinggi negara salah seorang lingkar utama Istana mengatakan paling tidak ada dua hal yang diinginkan Jokowi pasca Beliau lengser.
 
𝗦𝗮𝘁𝘂, 𝗽𝗿𝗼𝘆𝗲𝗸 𝗜𝗯𝘂 𝗞𝗼𝘁𝗮 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 (𝗜𝗞𝗡) 𝗯𝗲𝗿𝗹𝗮𝗻𝗷𝘂𝘁, 𝘀𝗲𝗿𝘁𝗮 𝗱𝘂𝗮, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗮𝘁𝗮𝘂𝗽𝘂𝗻 𝗸𝗮𝘀𝘂𝘀 𝗵𝘂𝗸𝘂𝗺 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗝𝗼𝗸𝗼𝘄𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂𝗽𝘂𝗻 𝗸𝗲𝗹𝘂𝗮𝗿𝗴𝗮𝗻𝘆𝗮.
 
Dalam pandangan Eros Djarot di talkshow Satu Meja Kompas TV, Jokowi mendukung beberapa capres tertentu dan tidak ikut memilih Anies, karena ingin memastikan bahwa Beliau akan mendarat secara aman dan nyaman.
 
Karena itu, target utama Jokowi adalah sebisa mungkin hanya ada dua pasangan calon dalam Pilpres 2024. Keduanya adalah 𝘢𝘭𝘭 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘳𝘦𝘴𝘪𝘥𝘦𝘯𝘵𝘴 𝘔𝘦𝘯.  Calon yang diidentifikasi berseberangan dan mungkin tidak melanjutkan legacy kepresidenannya, sebisa mungkin dieliminasi, sedari awal.
 
Ibarat rumus makanan 4 sehat 5 sempurna, maka ada 9 strategi 10 sempurna langkah pemenangan yang terbaca dijalankan Presiden Jokowi.
 
𝙋𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden. Alasan pandemi COVID 19 dijadikan pintu masuk. Seiring berjalannya waktu, opsi ini makin tidak relevan dan kehilangan logika pembenarnya.
 
𝙆𝙚𝙙𝙪𝙖, masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode. Opsi ini cepat tenggelam karena tidak mendapat dukungan dari parpol yang sudah bersiap maju dalam pilpres 2024. Apalagi Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan, sesuai konstitusi, presiden hanya menjabat maksimal dua periode.
 
𝙆𝙚𝙩𝙞𝙜𝙖, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik. Strategi mengkerdilkan KPK tersebut berjalan beriringan dengan strategi. 

𝙠𝙚𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩, menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
 
Strategi ketiga dan keempat inilah yang dalam banyak kesempatan saya sebut: 𝙢𝙚𝙢𝙥𝙚𝙧𝙖𝙡𝙖𝙩 𝙝𝙪𝙠𝙪𝙢 𝙨𝙚𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞 𝙞𝙣𝙨𝙩𝙧𝙪𝙢𝙚𝙣 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙨𝙩𝙧𝙖𝙩𝙚𝙜𝙞 𝙥𝙚𝙢𝙚𝙣𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙋𝙞𝙡𝙥𝙧𝙚𝙨 2024.
 
Kebetulan beberapa petinggi parpol mempunyai borok dugaan kasus korupsi. Ada yang terjerat pengadaan minyak goreng, izin lahan hutan, kardus duren, dan lain-lain. Ada juga tokoh yang telah disiapkan dugaan korupsi pembelian Bank Banten. Bank itu infonya hanya dibeli dengan harga di bawah 500 miliar, padahal harga seharusnya lebih dari 900 miliar.
 
Strategi kelima, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya. Sudah menjadi fakta, seorang pimpinan parpol digeser, salah satu alasannya karena diketahui beberapa kali bertemu dengan bakal calon presiden yang tidak disenangi Jokowi.
 
Ketika saya menawarkan mitigasi hukum kepada suatu parpol dalam rangka pemilu 2024, sang pimpinan Parpol mengatakan, kita bisa bekerja sama, syaratnya hanya satu, “Anda tidak boleh mendukung Anies sebagai capres”.
 
Ketika saya tanya mengapa demikian, sang Ketum menjawab, “Saya harus memikirkan dan menyelamatkan partai” sambil tersenyum penuh arti.
 
Saat diingatkan konstituennya mayoritas adalah pendukung Anies Baswedan, dan jika tidak memilih Anies maka ada resiko parpol tersebut kehilangan pemilihnya sehingga tidak lagi mempunyai kursi di DPR, kader utama partai itu menjawab:
 
“Jika kami tidak memilih Anies, kami mungkin akan hilang setelah pemilu 2024, tapi kalau ikut memilih Anies, kami akan hilang sejak sekarang” katanya sambil tersenyum kecut.
 
Strategi keenam, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024. Sebagai bagian dari memanfaatkan hukum dalam pemenangan pilpres, maka Jokowi paham benar peran strategis MK sebagai pengadil dan pemutus akhir pemenang Pilpres 2024. Maka komposisi hakim konstitusi pun sudah disiapkan untuk bisa mengamankan dan memuluskan jalan pemenangan.
 
Ditariknya Hakim Aswanto, dengan cara yang melanggar prinsip independence of the judiciary, karena berani-beraninya mbalelo dan menyeberang ke kelompok hakim yang membatalkan bersyarat UU Ciptaker, adalah salah satu indikator pengkondisian hakim MK yang pro-strategi Presiden Jokowi.
 
Setali tiga uang, hukuman ringan kepada Hakim Guntur padahal jelas-jelas melakukan skandal pengubahan putusan MK. Tidak aneh, hukuman minimalis demikian akan berbalik jasa dalam bentuk putusan yang menguntungkan kubu status quo. Terakhir, terpilihnya kembali Anwar Usman, sang adik ipar Presiden Jokowi, sebagai Ketua MK, menguatkan indikasi bahwa MK sudah siap menyambut strategi pemenangan pilpres ala Jokowi.
 
Sebagaimana KPK yang sudah dikuasai dan disalahgunakan dalam penanganan beberapa kasus korupsi, MK pun sudah pula dikondisikan, dan karenanya menambah panjang ancaman pelaksanaan Pilpres 2024 yang seharusnya Jujur dan Adil.
 
Strategi Jokowi yang ketujuh adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Mengapa demikian?
 
Sedari awal preferensi Jokowi sebenarnya kepada Ganjar Pranowo. Ketika menghubungi para Ketum Partai salah satu poros koalisi bentukannya, Jokowi menginstruksikan tiga hal. Satu, segera bentuk koalisi tiga parpol. Dua, deklarasikan pencapresan Ganjar. Tiga, jangan sampai ada Anies Baswedan di Pilpres 2024.
 
Jokowi menginstruksikan tiga hal. Satu, segera bentuk koalisi tiga parpol. Dua, deklarasikan pencapresan Ganjar. Tiga, jangan sampai ada Anies Baswedan di Pilpres 2024.
 
Ketika ketiga Ketum Parpol menghubungi Ganjar, kala itu, sang Gubernur Jawa Tengah mengatakan tidak akan maju kalau tidak didukung PDI Perjuangan dan mendapat restu Ketum Megawati Soekarnoputri. Ketika dilaporkan kepada Presiden Jokowi, Beliau menjawab, “Baiklah, biar nanti saya yang akan berbicara dengan Ibu Mega”.
 
Sejarah kemudian mencatat, Megawati Soekarnoputri akhirnya memilih Ganjar ketimbang Puan Maharani, pilihan awal Beliau. Jokowi berhasil melaksanakan misinya.
 
Penantian Ganjar bukanlah sebentar. Seorang pejabat negara bertanya ke Ganjar,
 
“Jadi bagaimana ini Pak Ganjar soal Pilpres 2024”
 
“Begini Pak. Saya dengan Ibu Megawati itu punya nomor khusus untuk kami berkomunikasi. Nah, sudah setahun ini nomor telepon itu tidak berbunyi. Saya juga masih menunggu kabar dari Beliau. Hanya melalui orang di sekitar saya, Ibu Mega menitip pesan: Tolong Jaga Mas Ganjar ya”.
 
Penantian panjang Ganjar Pranowo—senior saya di Fakultas Hukum UGM tersebut, akhirnya terjawab pada hari Kartini 21 April lalu. Lalu, besoknya di hari lebaran, Presiden Jokowi di rumah Solo hanya menerima  Prabowo Subianto.
 
Dalam harapan Jokowi yang ideal menjadi presiden adalah Ganjar Pranowo. Tetapi kalau langkah Anies Baswedan tidak terbendung untuk menjadi capres, maka harus ada capres ketiga, dan pilihan Jokowi jatuh kepada Prabowo Subianto.
 
Presiden Jokowi membaca survei politik. Salah satunya dari CSIS. Pada rilisnya di 26 September 2022, survei CSIS menyimpulkan meskipun Ganjar dominan, tetapi akan kalah jika dihadapkan head to head dengan Anies Baswedan. Anies bahkan juga dinyatakan menang jika melawan Prabowo Subianto.
 
Maka untuk memecah suara pendukung Anies yang kebanyakan dari kalangan Islam (hijau), maka dimunculkan Prabowo Subianto yang mengidentifikasikan diri sebagai capres dari kelompok hijau pada Pilpres 2019.
 
Singkatnya, pemilih Prabowo dan Anies beririsan. Dengan memajukan Prabowo, kemungkinan Ganjar untuk menang semakin besar, ketimbang resiko hanya menghadapkannya langsung dengan Anies. Survei CSIS tadi, mengkonfirmasi itu.
 
Bukan hanya memecah suara Anies dengan mendukung pencapresan Prabowo. Jokowi juga menyiapkan Sandiaga Uno sebagai Cawapres Ganjar, lagi-lagi untuk memecah suara kelompok Islam pendukung Anies.
 
Maka, jika di Pilgub Jakarta 2017, koalisi Prabowo mendukung Anies-Sandi melawan Ahok yang didukung Jokowi. Lalu di Pilpres 2019, Prabowo-Sandi adalah pilihan bagi aliran politik hijau-islam, melawan Jokowi-Ma’ruf Amin dari kelompok merah-nasionalis. Maka, untuk Pilpres 2024, Jokowi sengaja memasang strategi memecah suara hijau tersebut, dengan target memenangkan politik aliran merah.
 
Di Pilpres 2024, strategi Jokowi, jikalau Anies tidak berhasil dijegal sebagai capres, maka dia akan berbagi suara kelompok Islam dengan capres Prabowo, maupun Sandiaga yang akan menjadi cawapres Ganjar. Dengan harapan suara merah akan bulat ke Ganjar, dan karenanya lebih mungkin masuk putaran final, dan menang.
 
Mengapa saya yakin Sandiaga Uno akan menjadi cawapres Ganjar? Tentu saja politik selalu dinamis. Tetapi informasi dan tanda-tanda ke arah pasangan Ganjar-Sandi itu sudah mulai menguat. Di samping strategi Presiden Jokowi untuk memecah suara pemilih Islam tadi, Sandi juga sudah berpamitan dari Partai Gerindra, untuk bergabung dengan PPP. Katanya, karena ada penugasan di tempat lain.
 
Penugasan itu datang dari Jokowi, bagi Sandiaga—dan sebenarnya juga Erick Tohir—untuk mendekati partai-partai Islam. Sandi ditugaskan masuk ke PPP, lalu membawanya berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan menjadi Cawapres Ganjar. Banyak survei menguatkan, pasangan calon Ganjar-Sandi akan sulit untuk ditandingi.
 
Memang ada juga informasi lain, bahwa Ibu Mega meminta Cawapres Jokowi adalah dari NU yang sepuh. Rupanya beliau nyaman dengan sosok KH Ma’ruf Amin, yang tidak mengganggu dan menjadi kompetitor partai banteng moncong putih. Kita lihat saja dalam waktu dekat, apakah Sandiaga yang mendampingi Ganjar, atau tokoh lain yang lebih NU, Mahfud MD, misalnya.
 
Persoalan dengan Prof Mahfud adalah, beliau mendapat dukungan luas dan populer di kalangan masyarakat bawah, tetapi ditakuti dan tidak menjadi pilihan di kalangan atas petinggi parpol. Itu pula yang menyebabkan Prof Mahfud gagal menjadi cawapres, meskipun sudah berbaju putih, di detik-detik akhir pengumuman pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.
 
Strategi kedelapan Jokowi adalah membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK. Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E. Meskipun opsi ini semakin kehilangan momentum, namun belum juga menghilang dari opsi Jokowi.
 
Ketika mendadak dideklarasikan sebagai capres oleh Partai Nasdem, salah satu pemicu utamanya adalah ada informasi, bahwa Anies akan segera ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
 
Partai Nasdem sendiri bukan tanpa ancaman ketika nekat mendeklarasikan Anies. Dalam pertemuan terbatas elit partainya, Surya Paloh dikabarkan berkata, “Abang ini meskipun dibunuh ataupun dipenjarakan tetap akan mendukung Anies, tidak akan berubah”.
 
Hasil pertemuan Jokowi-Surya Paloh sendiri menghasilkan kesepakatan “status quo”. Artinya, Partai Nasdem akan tetap mendukung Anies, dan menterinya di kabinet tetap tidak direshuffle.
 
Tetapi bukan berarti posisi Nasdem aman. Dugaan korupsi BTS menyebabkan kader utama Nasdem Menkominfo Johnny Plate diperiksa Kejaksaan Agung. Dapat dipastikan, pemeriksaan selevel menteri demikian tentunya atas sepengetahuan dan persetujuan Presiden Jokowi.
 
Soal info Anies menjadi tersangka sempat muncul dalam pembicaraan Presiden Jokowi dengan salah satu tokoh bangsa utama. Dalam obrolan tersebut sang tokoh terkejut, ketika disebutkan hanya akan ada dua paslon capres 2024.
 
“Bukankah banyak kandidat yang bermunculan, Bapak Presiden, misalnya ada juga Anies Baswedan”.
 
“Anies tidak bisa maju karena ada kasusnya di KPK”, jawab Jokowi.
 
Risau dengan berita pentersangkaan Anies tersebut, pembicaraan itu diceritakan sang tokoh ke Presiden Keenam SBY ketika berkunjung ke Cikeas.
 
Maka muncullah statemen politik SBY di Jakarta Convention Centre pada Kamis 15 September 2021 yang intinya Beliau risau dengan adanya skenario dari kelompok tertentu yang mengatur Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon, dan karenanya menjadi tidak jujur dan tidak adil.
 
Strategi kesembilan adalah mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Kita sama-sama paham bahwa Moeldoko telah dan terus berusaha mengambil alih Partai Demokrat.
 
Terakhir diajukan upaya Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Jika dimenangkan, maka Demokrat akan dikuasai Jokowi, dan dapat dipastikan, Anies akan kehilangan dukungan partai mercy dan terancam tidak mendapat tiket pencapresan.
 
Saya ingin kita jujur dan tegas mengatakan yang mengambil alih Demokrat adalah Presiden Jokowi, bukan Moeldoko. Sudah jelas Moeldoko adalah KSP Presiden Jokowi, orang lingkar satu istana. Maka setiap langkahnya kalau dibiarkan, berarti mendapat persetujuan sang Presiden.
 
Ketika Moeldoko dibiarkan mengambil alih Partai Demokrat, tidak direshuffle, dan sekarang mengajukan PK ke MA, harus dikatakan ini adalah strategi Jokowi untuk mencaplok Demokrat, sekaligus menggagalkan pencapresan Anies Baswedan.
 
Seorang Advokat memberi info, bahwa PK Moeldoko tidak bisa dianggap ancaman yang enteng-enteng saja. Teman advokat ini menyampaikan dihubungi beberapa hakim agung yang terjerat kasus korupsi mafia perkara di MA. Mereka meminta sahabat advokat tersebut menjadi pengacaranya. Karena pernah di KPK, dan aktivis antikorupsi, sang sahabat menolaknya.
 
Tapi dari pertemuan itu, ada kisah sangat menarik yang kemudian muncul, dan minta saya menyampaikan kepada petinggi Demokrat. Bahwa para hakim agung yang bermasalah itu dijanjikan dibantu kasusnya, bahkan hakim agung lain yang mestinya juga diciduk kasus yang sama tidak akan disentuh, dengan kesepakatan tukar guling perkara. Yaitu, para hakim agung itu membantu memenangkan PK yang diajukan Moeldoko Cs atas Partai Demokrat AHY.
 
Pencaplokan partai oleh seorang Presiden adalah persoalan serius. Apalagi partai yang dicaplok adalah partai seorang mantan presiden. Bukan saja itu membahayakan demokrasi kepartaian di negara kita, tetapi menunjukkan bagaimana kasarnya politik yang dilakukan.
 
Bayangkan, untuk membatalkan pencapresan Anies, seorang Presiden sampai nekat merestui, paling tidak membiarkan KSP-nya, mengganggu partai resmi yang dilahirkan bukan orang sembarangan, Presiden Keenam RI, Pak SBY.
 
Strategi penutup kesepuluh yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik, maka genap lengkaplah menjadi 10 sempurna. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden. Maka, Beliau protes ketika semua soal capres dikaitkan dengan dirinya.
 
Tetapi pernyataan itu jelas tidak jujur. Di pertemuan buka puasa yang diadakan PAN saja, setelah melakukan pertemuan tertutup, Presiden Jokowi dengan seluruh partai pendukung pemerintah—kecuali Partai Nasdem yang tidak diundang untuk hadir, di hadapan media menyampaikan ide tentang koalisi besar, antara KIB dengan Gerindra dan PKB. Jelaslah, pembentukan koalisi besar ada urun andil dari Presiden Jokowi.
 
Ketum PKB Muhaimin Iskandar juga menceritakan ketika bertemu dengan Presiden Jokowi diarahkan segera deklarasi pasangan calon dengan Prabowo.
 
“Segera saja Cak Imin deklarasi paslon dengan Pak Prabowo. Cak Imin sampaikan ke Beliau, nanti saya juga akan bicara dengan Pak Prabowo”.
 
“Baik Bapak Presiden”.
 
Tidak berapa lama setelahnya Presiden Jokowi juga bertemu dengan Ketum Gerindra Prabowo. Lalu akhirnya Prabowo bertemu Muhaimin di rumah Kertanegara pada 10 April 2023.
 
“Pak Prabowo, Presiden Jokowi meminta kita segera deklarasi paslon Prabowo-Muhaimin”.
 
“Lho, Pak Muhaimin, saya baru bertemu dengan Presiden Jokowi, dan pesannya segera deklarasi Prabowo-Airlangga”.
 
Terkejut dan kecewa atas pesan yang berbeda tersebut, Muhaimin akhirnya meninggalkan kediaman Prabowo dan menyampaikan pernyataan media: Belum ada kesepakatan capres-cawapres.
 
Arah Jokowi mendukung Koalisi Besar dengan paslon Prabowo-Airlangga semakin terang ketika di hari lebaran pertama Prabowo bertemu Presiden Jokowi, lalu di hari kedua Prabowo menemui Aburizal Bakrie dan Airlangga Hartarto.
 
Itulah sekelumit kisah bagaimana Jokowi mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, dengan cadangan Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan Anies Baswedan, yang kemungkinan berpasangan dengan AHY.
 
Kalau, Partai Demokrat AHY berhasil “dicopet” Moeldoko dengan restu Jokowi, nasib pencapresan Anies akan diujung tanduk. Kecuali ada partai yang bergeser ke Koalisi Perubahan. Misalnya, PKB yang Muhaimin Iskandar terbaca kecewa, berpindah mendukung Anies.
 
Pertanyaannya seberapa kuat tameng perlindungan Cak Imin ketika diserbu dengan berbagai dugaan korupsi yang akan ditembakkan deras ke tubuhnya dan PKB.
 
Akhirnya, Presiden Jokowi tentu boleh punya preferensi capres jagoannya. Tetapi menggunakan pengaruh dan kekuatan kepresidenannya untuk menjegal bakal capres yang lain, seharusnya tidak dilakukan.
 
Demokrasi dan Pilpres 2024 akan dicatat sebagai pemilu yang penuh rekayasa politik yang kotor, dan itulah legacy Presiden Jokowi yang harus dihentikan, sebelum menjadi kenyataan.
 
(Pekalongan-Jakarta-Melbourne, 24 April 2023)
 
 


SANCAnews.id – Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra dianggap kena hukum "karma", karena mengecewakan pendukungnya dengan gabung ke pemerintahan Joko Widodo.

 

Pengamat politik dan hukum Mujahid 212, Damai Hari Lubis, mengatakan, Prabowo dan Gerindra tidak boleh kesal dengan Megawati atau PDIP yang telah mengusung Ganjar dan didukung Jokowi.

 

"Tentu, selain alasan mendasar, perolehan presidential threshold yang dimiliki PDIP memang melebihi Partai Gerindra," kata Damai, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (25/4).

 

Dia menilai, Prabowo dan Gerindra lebih tepat jika kesal atau marah kepada Jokowi, atau menyalahkan diri sendiri saja, karena terlanjur memberi kepercayaan lebih kepada Jokowi.

 

"Terbukti, begitu banyak sanjungan Prabowo kepada Jokowi, sampai-sampai ia berani angkat sumpah melalui statemen bahwa Jokowi is right track. Prabowo juga menyatakan akan meniru gaya kepemimpinan Jokowi, dan sanjungan lainnya," kata Damai.

 

Apalagi setelah Megawati mengumumkan Ganjar sebagai bakal calon presiden (Bacapres), Jokowi bersama Ganjar berangkat ke Solo menggunakan pesawat Kepresidenan. Di mata publik, kata Damai, Jokowi terkesan meledek Prabowo.

 

"Namun apakah yang dilakukan Jokowi sebagai bentuk 'karma' bagi Prabowo? Sebab barisan kelompok 212 dan kelompok emak-emak yang mendukung dirinya pada Pilpres 2019 merasa sakit hati. Prabowo dianggap telah 'mengkhianati' perjuangan," urai Damai.

 

Padahal pada Pilpres 2019 lalu, sambung dia, Prabowo merupakan lawan Jokowi. Namun tanpa basa-basi justru mau jadi pembantu Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. (*)



SANCAnews.id – Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengunggah video melalui akun resminya di YouTube berisi doa hari ulang tahun (harlah) ke-89 pada Selasa.

 

Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan perayaan lahirnya ormas yang dipimpinnya bertepatan dengan momentum perayaan Idul Fitri.

 

Harlah Gerakan Pemuda (GP) Ansor tahun ini diperingati dalam momentum istimewa saat umat Islam seluruh dunia merayakan puasa Ramadan satu bulan penuh.

 

"Puasa telah menempa umat muslim menjadi pribadi yang mampu menahan hawa nafsunya. Tunduk dan patuh terhadap perintah Allah, merasa diawasi oleh Allah dan lebih peka terhadap lingkungan. Peka dan welas asih terhadap sesama manusia," ungkap Yaqut dalam video tersebut, dikutip dari akun YouTube Gerakan Pemuda Ansor, Rabu (26/4).

 

Dia berharap dalam momen bulan suci Ramadan tersebut, sekaligus menjadikan kader-kader GP Ansor untuk menjadi lebih bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

 

"Kader-kader Gerakan Pemuda Ansor yang telah digembleng dalam sebulan puasa Ramadan, seharusnya menjadi pribadi yang lebih kepada Allah, sekaligus memberi lebih banyak manfaat kepada sesama manusia dan alam. Manifestasi dari HabluminnAllah, Habluminannas dan Habluminal Alam," ujarnya.

 

Yaqut mengajak seluruh kader GP Ansor di seluruh dunia untuk berkomitmen dalam mencintai NKRI.

 

"Saya tidak lelah mencintai Indonesia dan menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk peran dan tanggung jawab yang lebih besar," tegasnya.

 

Menariknya, dalam unggahan video berdurasi 2 menit 4 detik tersebut, muncul sosok Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

 

Dalam video tersebut, tampak momen Ganjar sedang bersalaman dengan masyarakat, berdiskusi dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor.

 

Kemudian ada juga momen Ganjar menaiki panggung saat peringatan Nahdlatul Ulama beberapa waktu lalu. Dari sekian banyak tokoh, hanya Ganjar yang paling sering muncul dalam video tersebut.

 

Kehadiran sosok Ganjar itu seakan-akan memberi kode dukungan. Sebab, Ganjar baru saja diusung oleh PDIP untuk menjadi Capres 2024. (merdeka)


 


SANCAnews.id – Skema calon presiden (cawapres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dikembangkan partai politik lain bisa rusak jika Presiden Joko Widodo selalu membicarakan sosok cawapresnya seperti Ganjar Pranowo.

 

"Saya melihat Jokowi masih ada agenda-agenda untuk tentukan cawapres (pendamping Ganjar). Ketika agenda ini muncul, akan merugikan figur seperti Airlangga dan Prabowo yang punya skema sendiri dalam menentukan capres dan cawapres," kata Direktur Aljabar Strategic, Arifki Chaniago kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (26/4).

 

Padahal, tiap partai politik sudah jauh-jauh hari membangun koalisi untuk mengusung kader atau tokoh lain yang ikut dalam kontestasi Pilpres 2024.

 

Di sisi lain, Arifki menyebut cara Jokowi mengumbar nama-nama cawapres pendamping Ganjar juga bisa diartikan bahwa dirinya ingin menjadi king maker dalam pilpres nanti. Hal ini bisa jadi untuk melanjutkan program Jokowi yang belum rampung hingga masa jabatannya berakhir.

 

"Jokowi masih ingin jadi king maker meskipun keputusan Ganjar capres itu PDI Perjuangan yang menentukan," sambungnya.

 

"Ada Pak Erick, ada Pak Sandiaga Uno, banyak kan. Ada Pak Mahfud, Pak Ridwan Kamil, banyak, siapa lagi, ada Cak Imin, Pak Airlangga, nah termasuk Pak Prabowo. Nanti segera cawapresnya ketemu," ungkap Jokowi usai Shalat Ied di Masjid Sheikh Zayed, Solo, Sabtu (22/4). (*)


 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengapresiasi respon cepat Polri dalam menangani kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pemuda berinisial AH yang merupakan anak dari oknum anggota Polri bernama AKBP Achiruddin Hasibuan (AR).

 

Dia menduga adanya keterlibatan AKBP Achiruddin, sehingga proses kasus ini sempat tertahan selama 4 bulan.

 

“Apresiasi Pak Kapolri dan Kapolda Sumut yang gerak cepat, respons situasi (viral) yang ada. Namun saya yakin, pasti ada dugaan campur tangan dari AKBP Achiruddin, sehingga kasus penganiayaan oleh anaknya ini sempat mandek sampai 4 bulan. Sang ayah jelas terlibat,” kata Sahroni di Jakarta, Rabu (26/4/2023).

 

Karena itu, dia meminta Polda Sumut periksa jajarannya yang mengetahui kejadian kasus tersebut yang terjadi sejak 4 bulan lalu, namun tidak menindaklanjuti kasus tersebut.

 

Sahroni juga meminta Propam untuk mempertimbangkan memberi sanksi terberat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena dirinya tidak ingin kasus tersebut kembali menjadi “batu sandungan” bagi Polri.

 

“Saya minta Propam Polri pertimbangkan untuk berikan sanksi terberat berupa PTDH. Jangan sampai karena kasus oknum arogan dan tidak tahu batasan seperti ini, kepercayaan publik kepada Polri yang tadinya terus meningkat, malah kembali merosot,” katanya.

 

Selain itu, AKBP Achiruddin Hasibuan juga terlihat kerap memamerkan mengendarai Harley Davidson secara ugal di akun instagram pribadinya. Hal tersebut tentu sangat membahayakan dan melanggar aturan berkendara. Ia diduga merupakan anggota dari Harley Davidson Club Indonesia (HDCI).

 

Terkait tindakan tersebut, Sahroni sebagai Ketua Umum Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) mengaku sangat kecewa dengan tindakan ugal-ugalan AKBP Achiruddin. Dia menilai hal tersebut tidak menunjukkan sikap seorang pengendara Harley sesungguhnya.

 

“Sedang kami cek apakah (pelaku) benar anggota HDCI. Kalau benar anggota, tentu kami akan langsung cabut kartu anggotanya,” katanya.

 

Politisi Partai NasDem itu menilai sikap aroga yang ditunjukkan AKBP Achiruddin di jalan, sangat tidak mencerminkan nilai-nilai di HDCI.

 

“Yang dipertontonkan hanyalah seorang pria yang diselimuti rasa arogansi harta, jebatan, dan kekuasaan. Sangat tidak layak dicontoh,” kata Sahroni. (suara)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.