Latest Post


SANCAnews.id – Ummat Muslim saat ini akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Namun, penetapan 1 Syawal 1444 hijriah mengalami perbedaan, antara PP Muhammadiyah dan Pemerintah.

 

Untuk diketahui bahwa, Muhammadiyah sudah jauh-jauh hari menetapkan awal puasa Ramadhan, yakni 22 Maret dan idul fitri pada 21 April atau 29 Ramadan 1444 H.

 

Sementara itu, Pemerintah dan PBNU lainnya masih menanti penampakan bulan baru atau hilal lewat peneropongan langit.

 

Sedangkan Habib Rizieq Shihab mengungkapkan bagaimana perhitungan penetapan 1 Syawal atau hari raya Idulfitri.

 

"Beliau memiliki ilmu dan mempraktikkan ilmu yang beliau miliki terkait ilmu falak dan perhitungan jatuhnya 1 Syawal 1444 H,” kata Juru Bicara Habib Rizieq, Aziz Yanuar, Senin (17/4/2023).

 

Kendati pandai dalam ilmu falak namun pihaknya menyerahkan penetapan hari raya Idulfitri kepada pemerintah dan ormas lainnya.

 

"Namun beliau menyerahkan kepada masyarakat untuk ikut pemerintah ataupun ormas lain yang berkompeten dalam hal tersebut sesuai dengan ijtihad pihak yang berilmu tersebut,” tuturnya.

 

Aziz Yanuar menegaskan bahwa perbedaan dalam menentukan lebaran Idul Fitri merupakan kekayaan khazanah dalam ilmu fiqih dan dunia islam.

 

"Tapi perlu digaris bawahi bahwa perbedaan pendapat dalam penentuan tersebut bukan merupakan masalah karena membuktikan khazanah ilmu dan kedewasaan masyarakat dalam menyikapi perbedaan dalam hal fiqih dalam dunia Islam,” ujarnya. (suara)


SANCAnews.id – Kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono merombak jalur pedestrian serta lajur sepeda di kawasan Santa menjadi jalan raya dikritik habis-habisan.

 

Selain itu, kebijakan menangani kepadatan di ruas jalan dan persimpangan Santa, Jakarta Selatan, ternyata gagal total. Kemacetan di kawasan ini justru bertambah parah.

 

Sadar kebijakannya gagal, Heru pun berencana kembali membangun kembali jalur sepeda dan trotoar di persimpangan Pasar Santa, Kebayoran Baru. Keputusan ini lantas mendapat apresiasi dari Ketua Fraksi Partai Nasdem, Wibi Andrino.

 

"Alhamdulillah, PJ Gubernur dapat hidayah," katanya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (19/4).

 

Menurut Sekretaris DPW Partai Nasdem DKI Jakarta itu, sudah semestinya dalam mengambil keputusan Pj Gubernur memikirkan secara matang. Termasuk melibatkan publik untuk berdiskusi.

 

"Terkait pembongkaran jalur sepeda dan trotoar Fraksi Nasdem meminta penjelasan detail. Kami menolak (pembongkaran). Sangat primitif langkah yang diambil Pemprov DKI di tengah kota-kota maju memuliakan pejalan kaki dan pesepeda," tegas Wibi Andrino. (*)

 

SANCAnews.id – Langkah Heru Budi Hartono sebagai Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta yang banyak mengubah arah kebijakan dan juga hasil kerja Gubernur sebelumnya, Anies Baswedan menuai sorotan tajam. Salah-satunya, Heru membuat kebijakan dengan mengaspal trotoar atau pedestrian dan jalur sepeda di kawasan Simpang Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat lalu.

 

Ahli hukum tata negara dan pengamat politik Refly Harun menilai tindakan Heru Budi selama beberapa bulan menjabat Pj Gubernur dengan banyak merombak hasil kerja Anies di Ibu Kota sebagai upaya meninggalkan jejak pembangunan yang telah dikerjakan Anies selama lima tahun menjabat. Ia menegaskan seharusnya Heru Budi melakukan kebijakan yang belum diberlakukan oleh Anies, bukan malah merombak hasil kerja dan kebijakan yang sudah ada.

 

“Heru ini saya lihat kan hanya ingin menghapus jejak kerja Anies saja. Padahal banyak hal yang seharusnya dia tangani yang barangkali belum dikerjakan Anies. Jalur-jalur untuk sepeda dan teritorial pejalan kaki, (itu) ngapain diubah-ubah,” kata Refly saat dihubungi inilah.com di Jakarta, Selasa (18/04/2023).

 

Tak hanya itu, Refly juga mengomentari tindakan agresif warga yang banyak menentang perombakan yang dilakukan oleh Heru Budi. Menurut Refly, kebijakan Heru Budi lebih pro kepada para pengguna kendaraan pribadi roda empat, tidak selaras dengan prinsip Kota Jakarta yang ramah lingkungan dan berbasis Green City.

 

“Menurut saya wajar saja orang marah, orang (kan) menikmati Jakarta sebagai kota ramah lingkungan, karena tempat-tempat yang ramah lingkungan itu mulai dihilangkan sama dia,” jelas Refly.

 

Lebih lanjut Refly juga menyinggung soal Heru Budi yang dijadikan gubernur secara administratif untuk mengisi kekosongan jabatan, sehingga tidak seharusnya terkesan ingin menciptakan legasi sendiri.

 

“Dia kan nunggu, nunggu tuan yang sesungguhnya yang dipilih rakyat karena itu dia harus sadar dia tidak boleh banyak mengubah. Kecuali, hal penting yang ingin dia ubah. Ini kan terkesan dia ingin menciptakan legasi sendiri, padahal dia kan tidak bisa dicatat sebagai gubernur yang sesungguhnya,” terang Refli menegaskan.

 

“Sadar dirilah dia bukan pejabat yang dipilih (oleh rakyat) kira-kira begitu,” tutur Refly.

 

Refly juga menegaskan perlu adanya kontrol dari pihak DPRD DKI Jakarta, terutama dari bidang anggaran dan fasilitas kepada Pj Gubernur Heru Budi.

 

“Ya harusnya DPRD DKI itu mengontrol, kalau ini kan enggak DPRD DKI-nya bisa kongkalikong dengan Pj gubernur terutama dari anggaran, fasilitas. Seharusnya kalau punya hati nurani, Anda kan cuma pejabat sementara Anda tidak boleh melakukan hal-hal yang fundamental untuk mengubah apalagi membuat legasi sendiri,” pungkasnya. (inilah)

 

SANCAnews.id – Terdakwa ujaran kebencian ijazah palsu Presiden Jokowi, Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur divonis enam tahun penjara.

 

Vonis itu dibacakan hakim ketua Moch Yuli Hadi dan didampingi hakim anggota Hadi Sunoto dan Bambang Aryanto dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Selasa (18/4/2023).

 

"Menjatuhkan pidana kepada Sugi Nur Rahardja hukuman penjara selama 6 tahun," kata Moch Yuli Hadi dalam membacakan putusan sidang.

 

Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya memberikan tuntutan hukuman 10 tahun penjara.

 

Sementara itu, sidang diawali dengan pembacaan berkas poin-poin putusan oleh Majelis Hakim sebanyak 350 halaman.

 

Selama pembacaan berkas putusan itu sempat diwarnai beberapa interupsi, namun sidang pun dapat dilangsungkan kembali.

 

Bambang Tri dinyatakan bersalah, dengan menyiarkan berita atau pemberitauan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat bersama-sama.

 

Seperti yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 UURI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan umum pidana, jo pasal 55 ayat 1 KUHP sebagai mana dalam dakwaan perdana primer.

 

Selain itu, sejumlah barang bukti juga disita, seperti 1 flashdisk berisi video unggahan channel youtube Gus Nur 13 Official, dua lembar screenshot postingan video pada akun youtube Gus Nur 13 Official. (suara)

 

SANCAnews.id – Indonesia di era Presiden Jokowi disebut tengah dilanda banyak penyakit, polarisasi politik, dan sangat berbahaya apabila tidak segera diobati.

 

Demikian dikemukakan Ketua Dewan Pengurus LP3ES Abdul Hamid saat membuka diskusi publik bertajuk "Masa Depan Reformasi Birokrasi dan Pemerintahan Berkaca pada Kontroversi 349 T Kementerian Keuangan RI" kerja sama dengan Universitas Paramadina, belum lama ini.

 

Abdul Hamid juga menyatakan bahwa masalah-masalah polarisasi dan politik identitas harus serius diatasi agar tidak terus-menerus menjadi penyakit berkepanjangan yang seringkali dimanfaatkan pada saat terjadinya hajatan politik seperti pemilu dan pilkada.

 

“Negeri ini harus diobati agar tidak terus-menerus ada di dalam siklus kekerasan” lanjutnya.

 

Sebagai narasumber pertama, ekonomi senior Rizal Ramli mendorong intelektual perlu aktif terlibat dalam isu-isu publik.

 

“Melihat refleksi akademisi di masa perang kemerdekaan di mana mereka berani menyuarakan pendapat. Perubahan yang didorong oleh kalangan intelektual di masa kemerdekaan telah menghasilkan prinsip prinsip dasar kemerdekaan,” ujarnya.

 

Menurut Rizal Ramli, reformasi setelah kejatuhan Soeharto berjalan cukup baik, demokrasi dan pers berjalan baik, kebijakan ekonomi Habibie berhasil menjauhkan Indonesia dari krisis.

 

“Namun sayangnya, lambat laun demokratisasi kembali mengalami kemunduran, terutama di masa pemerintahan saat ini. Sikap-sikap otoritarian semakin menguat di era saat ini. Anggota DPR dapat dipecat oleh ketua umum partai apabila bersikap kritis. Berbeda dengan masa era reformasi, DPR bersikap kritis di masa itu,” tutur mantan Menko Kemaritiman era Presiden Jokowi ini.

 

Ketua umum partai di era ini dinilainya cenderung terikat pada kekuasaan, sehingga demokrasi kepartaian berhasil dilumpuhkan. Makanya saran dia, di masa mendatang ketua umum partai tidak boleh memecat anggotanya, kecuali jika terindikasi berbuat kriminal.

 

Ia juga melihat adanya ironi demokrasi saat ini, “Presiden Jokowi menikmati demokrasi namun melemahkan demokrasi dengan mengikat partai-partai, lalu meluncurkan isu islamophobia dan membayar buzzer,” ucapnya.

 

Rizal Ramli menambahkan, fenomena buzzer juga telah mendistorsi fungsi kritik yang seharusnya ada di negara demokrasi.

 

“Rezim pro rakyat memanfaatkan suara media untuk mengkritik diri sendiri, rezim tidak pro rakyat hobi melakukan pencitraan membayar buzzer dan media untuk menutupi keburukan pemerintahannya,” ujarnya.

 

Senada dengan Rizal Ramli, narasumber berikutnya Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto memandang akademisi perlu terlibat aktif dalam menanggapi isu-isu publik. Seperti Pemilu yang akan diselenggarakan di 2024 mendatang.

 

“Pemilu dikhawatirkan menjadi ajang formalitas semata, yang menguasai pemerintahan hanya kelompok-kelompok tertentu,” ujarnya.

 

Dalam paparannya Wijayanto mengungkapkan hasil survei CSIS bahwa 54 persen pemilih di tahun 2024 adalah milenial. Para pemilih muda ini juga memiliki kriteria tersendiri mengenai calon pemimpin ideal.

 

“Mereka berharap memiliki pemimpin yang jujur, tidak korupsi, dan berpikiran progresif. Mereka tidak lagi berharap pada pemimpin yang sederhana,” simpulnya.

 

Pemilih muda juga menaruh perhatian pada isu kesejahteraan dibanding isu-isu politik identitas dan polarisasi.

 

“Pemilih muda memandang isu ketimpangan ekonomi dialihkan pada isu politik identitas dan polarisasi yang digunakan untuk menyembunyikan ketimpangan ekonomi yang dirasakan oleh publik” urainya.

 

Oleh karenanya Wijayanto menyarankan isu kesejahteraan ini perlu terus digulirkan sebagai bagian dari agenda kampanye pemilu. Hal ini berkaca pada negara maju yang berhasil membangun negara dengan mengedepankan kampanye kesejahteraan dan layanan publik.

 

“Mengapa negara maju bisa mewujudkan negara kesejahteraan? Pertama karena adanya kesadaran warga negara, yang kedua, tingginya partisipasi politik warga negara, dan yang terakhir adalah kesadaran pemimpin negara,” pungkas dia. (populis)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.