Latest Post


SANCAnews.id – Kesalahan data yang disampaikan Presiden Joko Widodo di forum internasional terkait penutupan seluruh PLTU dinilai telah mempermalukan negara Indonesia. Tidak hanya Jokowi, pembuat pidato juga harus dievaluasi atas kesalahan ini.

 

Begitu dikatakan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyoroti pidato Jokowi di pembukaan Hannover Messe 2023 di Hannover, Jerman pada Minggu (16/4).

 

Di mana dalam pidato yang ditonton publik dunia, Jokowi menyatakan bahwa pada 2025, seluruh pembangkit listrik berbahan bakar batubara ditutup. Akan tetapi, sehari kemudian pidato tersebut diralat karena salah. Ralat disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.

 

"Sebagai negara ini memalukan, karena bukan lagi soal kemampuan bahasa Jokowi, tetapi ini kesalahan data tahun," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (18/4).

 

Istana menjelaskan bahwa, data sesungguhnya adalah pada tahun 2050 seluruh pembangkit batubara ditutup, bukan pada 2025.

 

Dari peristiwa memalukan ini, dikatakan Ubedilah perlu dilakukan evaluasi serius kepada penyusun pidato Jokowi yang salah fatal itu.

 

"Presiden itu, juga perlu terbiasa membaca detail sesuatu yang amat penting apalagi untuk pidato di forum internasional," pungkas Ubedilah. (*)

 

Oleh: Ridho Rahmadi

 

SUDAH sunatullah, setiap yang memimpin akan lengser dan digantikan pada waktunya. Undang-undang Tuhan ini termaktub di dalam Al Quran Surat Ali Imron 110, “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)”.

 

Ketika masa pergantian tersebut berusaha ditolak dengan berbagai macam cara oleh kekuatan manusia yang terlampau kecil dibanding ketetapan Allah SWT, maka sejarah mengajarkan kepada kita, kejatuhan yang teramat menyedihkan bagi mereka yang tak mau turun tersebut.

 

Mari kita ambil pelajaran tersebut dari negeri sendiri. Presiden Soeharto yang enggan lengser hingga 30 an tahun memimpin, dipaksa turun oleh rakyat yang tak tahan lagi dengan kondisi negeri.

 

Turun dengan cara seperti ini tidak hanya lengser secara jabatan, tapi jatuh pula harkat, martabat, serta kehormatan dan prestasi yang pernah ditorehkan.

 

Alih-alih nama harum yang tercatat dalam lembar sejarah Indonesia, tapi malah catatan buruk yang akan terwariskan selamanya.

 

Presiden Jokowi harus belajar dari lengsernya Soeharto, terlebih di masa setelah reformasi ini, rakyat jauh lebih demokratis dan kritis ketimbang masa Soeharto yang otokratis.

 

Dukungan untuk Jokowi pada Pilpres 2019, jika kita berasumsi perhitungan suara nya jujur, tidak lah terlalu dominan—hanya di sekitaran 55 an persen. Artinya, kira-kira setengah penduduk Indonesia bukanlah pendukung Jokowi.

 

Ide untuk menunda Pemilu lewat amandemen UUD 1945, Musra, aspirasi kepala desa seluruh Indonesia, atau Capres 2024 yang merupakan all president’s men, atau gagasan koalisi besar tidak memperlihatkan kearifan pimpinan dari Presiden Jokowi. Ide-ide tersebut hanya menunjukkan betapa Presiden Jokowi sangat tidak ingin turun.

 

Kalau Presiden Jokowi memilih untuk tidak turun dengan soft landing pada 2024, dan mengambil resiko apapun untuk lanjut sekalipun inkonstitusional, kemungkinan penyebabnya barangkali tidak jauh dari hal-hal berikut.

 

Pertama, terlalu mencintai kekuasaan, atau kedua, ada deal ekonomi dengan pihak dari dalam negeri maupun asing yang belum tuntas, yang kalau sampai tidak tuntas, barangkali akan ada aib yang dibuka dan lain sebagainya; praktek Hobbesian seperti ini, saat ini sering kita lihat dilakukan oleh penguasa sendiri. Yang kuat menindas yang lemah.

 

Keduanya di atas bukan pilihan yang baik untuk dituliskan dalam buku sejarah Indonesia di masa mendatang. Untuk itu, sebagai sesama anak bangsa, saya ingin menyampaikan kepada Pak Presiden Jokowi yang terhormat, agar sebaiknya legowo lah, berbesar hatilah, untuk turun pada 2024, dengan pendaratan yang mulus.

 

Nama harum masih sempat untuk ditorehkan dengan mempersiapkan pergantian kepemimpinan nasional tersebut.

 

Kearifan Pak Presiden Jokowi dapat menjadi contoh, salah satunya dengan cara tidak mencampuri lagi rencana Pemilu 2024, dan juga tidak menunjukkan keberpihakan kepada nama-nama potensial yang akan menjadi Capres.

 

Dengan demikian, mudah-mudahan rakyat akan mengingat Pak Presiden Jokowi sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana, yang tidak mencintai jabatan secara berlebihan, dan bebas dari kepentingan kelompok baik dalam negeri maupun asing. Masih ada waktu.

 

(Penulis Ketua Umum Partai Ummat)


SANCAnews.id – Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah 2010-2015 Saleh Daulay merespons keputusan Pemkot Sukabumi dan Pekalongan yang tak mengizinkan Muhammadiyah menggelar salat Id di tempat tertentu. Di Kota Sukabumi, tepatnya di Lapangan Merdeka pada 21 April.

 

Apa kata Saleh yang juga Ketua Fraksi PAN di DPR RI ini?

"Jadi pemerintah daerah diminta untuk menjadi contoh yang baik dalam penerapan toleransi antarumat beragama," kata Saleh, Senin (17/4).

 

Salah satu di antaranya, menurutnya, pemerintah daerah harus menghormati kepercayaan dan praktik keagamaan yang berkembang di masyarakat. Terutama dari organisasi besar keagamaan yang sudah tumbuh dan berdiri sejak lama seperti Muhammadiyah.

 

"Dalam konteks ini permintaan warga persyarikatan Muhammadiyah untuk memakai lapangan kota di Pekalongan dan Sukabumi adalah hal yang sangat wajar yaitu pada tanggal 21 dan 22 April. Tidak ada yang perlu diperdebatkan," jelas dia.

 

Ia menambahkan, budaya toleransi ini sudah berkembang di masyarakat. Baik perayaan Idul Fitri maupun kegiatan keagamaan lainnya.

 

"Dalam hal ibadah-ibadah yang tidak bersifat mendasar itu biasa antara masyarakat berbeda penerapannya. Misalnya salat tarawih, ada yang 23 dan 11 enggak ada persoalan lagi. Orang NU dan Muhammadiyah enggak tabu," tuturnya.

 

"Misalnya soal qunut, ada yang iya atau enggak. Tapi orang Muhammadiyah enggak merasa yang qunut itu salah. Oleh karena itu kita budaya toleransi itu yang dipupuk," sambung dia.

 

Saleh meminta Pemkot untuk membatalkan keputusannya dan mengizinkan salat dihelat di lapangan pada 21 April. Diduga kuat memang pemerintah dan Muhammadiyah akan berbeda dalam penentuan 1 Syawal atau Lebaran 2023.

 

Muhammadiyah sudah menentukan melalui metode hisab dan jatuh pada Jumat 21 April. Sementara pemerintah disebut akan menetapkan 22 April, salah satunya ditandai dengan prakiraan BMKG yang tak melihat hilal pada 20 April petang saat isbat.

 

"Lalu menjelang Idul Fitri kita harus sama sama menjaga keteduhan. Jangan sampai orang berpikir pemerintah sekarang tidak toleran di saat jelang pemilu. Dan itu tidak baik, Saya meminta kepada pemkot Pekalongan dan Sukabumi untuk memberikan izin umat Islam yang salat Id," tuturnya.

 

"Karena masing masing penentuan tanggal memiliki argumentasi yang didukung pemikiran logis dan dasar-dasar rujukan yang terdapat atau anjuran Nabi," tutup dia. (kumparan)

 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti buka-bukaan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan  terkait tuntutan pemerintah China agar Indonesia menjadikan APBN sebagai jaminan pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

 

Rocky menilai, sejak awal, Indonesia memang didesain sebagai strategi China untuk menguasai Asia. Terutama dalam hal penguasaan perekonomian.

 

“Dan itu artinya batal ketika kita tau China akhirnya memeras Indonesia, dan Pak Luhut pulang dengan wajah muram,” ujarn Rocky, dikutip dari kanal YouTube FNN, Senin (18/4/2023).

 

“Kalau pengetahuan rakyat tentang gagalnya negosiasi itu dibuka dari awal maka rakyat akan anggap bahwa memang Indonesia itu nggak mampu untuk berdaulat dan dihitung kembali bahwa dari awal Indonesia memang bagian dari strategi China untuk menguasai Asia,” terangnya.

 

Rocky lantas menyayangkan hutang China yang begitu besar untuk pembangunan kereta cepat. Padahal, kata dia, dana sebesar itu mampu digunakan untuk membangun jalan tol di wilayah Sumatera.

 

“Ngapain bikin jalan kereta hanya 150 kilometer? yang dananya bisa dipakai untuk membuat jalan tol sepanjang 1000 kilometer di Sumatera kan?,” ujar Rocky, dikutip dari Forum News Network, Senin (17/4/2023).

 

“Jadi orang Sumatera merasa bahwa ya ini memang ditipu dong, hak kita untuk dapat jalan yang memungkinkan pasar di Sumatera dibuka, itu terhalang karena ambisi untuk memperlihatkan kita punya teknologi tinggi,” lanjutnya.

 

Padahal, katanya, teknologi yang saat ini digunakan untuk kereta cepat itu tak mampu bertahan lama. Paling tidak, dalam jangka waktu 10-12 tahun sudah tak terlalu spektakuler.

 

“Ya itu gak ada gunanya untuk rakyat, dan untuk sepuluh sampai 12 tahun ke depan udah punah teknologi itu kan?,” ucap Rocky.

 

Kendati begitu, Rocky menyebut rakyat akhirnya mengerti bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan para menterinya selalu menerapkan pencitraan. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Paska terjaring tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), muncul pernyataan bahwa Walikota Bandung Yana Mulyano bukanlah kader Partai Gerindra.

 

Saat mendaftar sebagai calon wakil walikota almarhum Oded M. Danial di Pilkada Kota Bandung, Yana berstatus sebagai anggota Partai Gerindra.

 

Hal itu disampaikan Ketua DPC Partai Gerindra Kota Bandung, Toni Wijaya menanggapi belum dipecatnya Yana Mulyana usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Alasan Tony, Yana memang tidak pernah tercatat sebagai kader partai yang dipimpin oleh Prabowo Subianto itu.

 

"Secara keanggotaan, Yana Mulyana sudah bukan anggota Partai Gerindra," kata Toni di Kantor DPC Partai Gerindra Kota Bandung seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJabar, Minggu (16/4).

 

Lebih jauh Toni menjelaskan, ada mekanisme yang wajib ditempuh untuk menjadi kader Partai Gerindra. Setelah mendaftar dan mendapat kartu tanda anggota (KTA), setiap calon kader harus mengikuti pendidikan selama dua minggu di Hambalang.

 

Dikatakan Toni, Yana Mulyana, belum pernah mengikuti pendidikan di Hambalang. Yana hanya memiliki KTA untuk melengkapi berkas pendaftaran sebagai syarat pencalonan menjadi wakil wali kota di Pilwalkot Bandung 2018.

 

"Kalau enggak (pendidikan di Hambalang) berarti bukan kader. Yana Mulyana bukan kader Partai Gerindra," tegas Toni.

 

Lebih lanjut, Sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Bandung, Kurnia Solihat menambahkan, pihaknya sulit berkomunikasi setelah Yana Mulyana menjadi Wali Kota Bandung definitif. Bahkan, Yana tidak pernah menghadiri berbagai kegiatan yang digelar Partai Gerindra Kota Bandung.

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wali Kota Bandung, Yana Mulyana sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan CCTV dan ISP (Internet Service Provider) untuk layanan digital Bandung Smart City pada Tahun Anggaran (TA) 2022-2023. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.