Flashback 2016, Jokowi dan Menterinya Kompak Bilang Kereta Cepat Tidak Pakai APBN
SANCAnews.id – Negosiasi bunga utang pembangunan proyek Kereta
Cepat Jakarta-Bandung yang diminta pemerintah, belakangan mengundang tuntutan
dari sang investor yaitu China, yang meminta agar Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) jadi jaminan pembayaran utang.
Meski tuntutan China tersebut
tidak langsung diamini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,
Luhut Binsar Pandjaitan, namun hal ini bertolak belakang dengan komitmen awal
pemerintahan Presiden Joko Widodo, saat periode pertama berjalan.
Pada tahun 2016, Menteri Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) kala itu, Rini Soemarno, mengungkap bahwa proyek KCJB
tidak akan menggunakan dana APBN dan mengeluarkan jaminan dari negara.
“Ini betul-betul tidak ada, tidak
menggunakan dana APBN, tidak ada jaminan dari pemerintah, dan tidak ada jaminan
dari BUMN. Jaminannya proyek itu sendiri,” ujar Rini dalam sebuah tayangan
video singkat yang beredar di media sosial Twitter, Jumat (14/4).
Selain itu, Menteri Keuangan
periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, Bambang Brodjonegoro, pernah
mengatakan hal serupa yang disampaikan Rini Soemarno. Yakni, komitmen antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah China, mengenai pembiayaan proyek KCJB,
tidak keluar dari APBN.
“Ya dulu kesepakatannya adalah
tidak ada anggaran dari APBN langsung termasuk jaminan pemerintah,” katanya
dalam video yang sama.
Tak cuma pengakuan dari dua
pejabat negara itu, dalam video yang sama juga ditayangkan pernyataan Presiden
Jokowi, mengenai sumber pembiayaan dan jaminan pembangunan proyek KCJB.
“Bahwa pembangunan Kereta Cepat
ini dilakukan B to B, bahwa join antara Indonesia dan China. Oleh sebab itu
pembiayaan pembanguan kereta cepat tidak menggunakan APBN dan tidak menggunakan
jaminan dari pemerintah,” demikian Jokowi mengatakan pada saat masih menjabat
di periode pertamanya.
Bunga utang proyek KCJB tercatat
lebih tinggi dari skema dalam proposal awal yang ditawarkan pemerintah, yakni
menjadi 3,4 persen dari tawaran awal 2 persen.
Selain itu, biaya pembangunan
juga membengkak, dari awalnya 6,071 miliar dolar Amerika Serikat menjadi 7,5
miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 112,5 triliun dengan kurs Rp 15.000
per dolar Amerika Serikat.
Terkait kenaikan bunga utang ini,
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan
berdalih, angkanya masih terbilang rendah, jika dibanding bunga utang di negara
lain.
“Kalau kamu pinjam ke luar juga
bunganya sekarang bisa 6 persen juga. Jadi 3,4 persen misalnya sampai situ, we
are doing ok, walaupun enggak oke-oke amat,” katanya dalam jumpa pers di Kantor
Kemneko Marinves, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/4).
Karenanya, ia mengklaim masih
sanggup bagi negara untuk membayar utang pokok sekaligus bunga utang pembiayaan
proyek KCJB, sehingga menolak permintaan China agar APBN jadi jaminan.
“Memang masih ada masalah
psikologis ya.Jadi mereka (China), maunya (ada jaminan) dari APBN. Tapi kita
jelaskan, prosedurnya panjang,” klaimnya.
Maka dari itu, Luhut mengaku
mendorong China agar meminta jaminan kepada PT Penjamin Infrastruktur Indonesia
(PPI) Persero, sebagai bagian dari struktur baru yang dibuat pemerintahan Presiden
Jokowi sejak 2018 silam. (rmol)