SANCAnews.id – Ketua KPK Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan
Pengawas KPK. Kali ini, dia ditengarai melanggar kode etik atas dugaan
pembocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi di lembaganya ke pejabat di
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM.
Dilansir dari Koran Tempo edisi
Kamis, 6 April 2023, kebocoran dokumen penyelidikan itu diketahui pertama kali
oleh tim penyelidik dan penyidik KPK saat menggeledah kantor Kementerian ESDM
pada 27 Maret lalu. Penggeledahan ini berhubungan dengan kasus korupsi
tunjangan kinerja di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.
Firli Bahuri dilaporkan Pengurus
Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) karena diduga membocorkan
surat penyelidikan kasus tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian ESDM.
Anggota Dewan Pengawas KPK,
Albertina Ho, membenarkan lembaganya sudah menerima laporan tersebut. “Betul
ada laporan dugaan pelanggaran etik yang diterima Dewan Pengawas,” kata
Albertina saat dimintai konfirmasi ihwal laporan dugaan pelanggaran etik atas
kebocoran dokumen penyelidikan KPK dengan terlapor Firli Bahuri, Rabu, 5 April
2023.
Menurut mantan Wakil Ketua KPK
Bambang Widjojanto alias BW, Firli Bahuri bisa jadi tersangka pembocoran
dokumen jika benar bocorkan dokumen tersebut. “Pada kondisi seperti itu maka
Firli sudah dapat dinyatakan sebagai tersangka bukan lagi sekadar pihak yang
melakukan pelanggaran etik dan perilaku,” kata BW dalam keterangannya, Ahad, 9
April 2023.
"Alex Marwata, salah satu
Pimpinan KPK lainnya dapat juga dikualifikasi melakukan kejahatan bersama-sama
Firli Bahuri karena begitu aktif dan reaktif untuk 'membantu dan melindungi'
Firli," kata dia.
Setidaknya ada 4 Pasal yang dapat
menjerat Firli Bahuri, menurut Dosen Paska Sarjana Fakultas Hukum Universitas
Djuanda yang juga seorang advokat itu.
Adapun keempat Pasal tersebut
yaitu Pasal 36 jo Pasal 65 Undang-Undang atau UU KPK UU Keterbukaan Informasi
Publik, Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor, Pasal 112 KUHP, yang
mengatur mengenai tindak pidana membocorkan surat dan keterangan rahasia untuk
kepentingan negara, dan Pasal 54 jo Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik.
Pasal 21 UU Tipikor
Pasal 21 UU Tipikor menjelaskan
tentang setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para
saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan Rp
600 juta.
Pasal 112 KUHP
Dalam Pasal 112 KUBP disebutkan
barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk
kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya
kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 54 Jo Pasal 17 UU
Keterbukaan Informasi Publik
Dalam Pasal 54 UU Keterbukaan
Informasi Publik dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa
hak mengakses dan atau memperoleh dan atau memberikan informasi yang
dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17, dipidana penjara paling lama 2
tahun dan denda paling banyak Rp 10 juta, atau dipidana penjara paling lama 3
tahun dan denda paling banyak Rp 20 juta.
Adapun Pasal 17 berisi tentang
setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik
untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali informasi publik yang apabila
dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses
penegakan hukum. Informasi tersebut antara dapat;
1. Menghambat proses penyelidikan
dan penyidikan suatu tindak pidana.
2. Mengungkapkan identitas
informan, pelapor, saksi, dan atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana.
3. Mengungkapkan data intelijen
kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan
segala bentuk kejahatan transnasional.
4. Membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum dan atau keluarganya.
5. Membahayakan keamanan
peralatan, sarana, dan atau prasarana penegak hukum. (tempo)