Latest Post

 

SANCAnews.id – Wacana pembentukan koalisi besar atau koalisi kebangsaan muncul karena ada kekhawatiran Anies Baswedan menang pada Pilpres 2024. Ini lantaran dukungan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu semakin tidak terbendung.

 

Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga berpendapat partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) sedang ketakutan. Sebab, jika Anies menang maka pembangunan yang dilaksanakan saat ini tidak akan dilanjutkan.

 

"Hal ini memang sudah sering mereka dengungkan. Hal itu menunjukkan, mereka ini terkesan tidak siap dikoreksi. Padahal, semua tahu, persoalan sosial ekonomi politik itu, sangat dinamis. Karena itu, yang dinilai baik hari ini, belum tentu juga baik pada lima tahun mendatang," kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (9/4).

 

Sikap tidak mau dikoreksi itu lantas membuat mereka merasa apa yang dilakukan saat ini sudah paling baik. Atas dasar itu, mereka ngotot agar pemimpin berikutnya bisa melanjutkan pekerjaan tersebut.

 

Tidak hanya itu, partai-partai yang tergabung dalam KIB dan KKIR, yaitu Golkar, PAN, PPP, Gerindra dan PKB, juga ketakutan jika saat memimpin nanti Anies mengorek perilaku menyimpang para pemimpin saat ini. Untuk mencegah hal itu, mereka berusaha saling melindungi.

 

"Cara yang paling aman tentunya dengan memenangkan Pilpres 2014. Untuk itu, KIB dan KKIR harus bersatu agar dapat mengalahkan KPP (Koalisi Perubahan untuk Persatuan) dengan Anies sebagai capresnya. Mereka yakin, dengan Koalisi Besar akan dapat mengalahkan KPP. Kalkulasi ini tentu masih layak diperdebatkan," tutupnya. (*)

 

SANCAnews.id – Muncul sebuah fakta baru terkait pemecatan Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ditendangnya ia dari lembaga antirasuah itu disebut-sebut bukan karena penanganan kasus Formula E DKI Jakarta.

 

Hal ini diketahui dari cuitan akun Twitter @paijodirajo. Ia menduga ada alasan lain dibalik Ketua KPK Firli Bahuri mencopot Endar Priantoro. Yakni, karena jenderal bintang satu itu diketahui mengantongi kasus lain. Lantas, perkara apa yang dimaksud?

 

Kasus tersebut melibatkan Firli Bahuri dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mengutip berita soal Ketua KPK yang diduga tersandung kebocoran dokumen penyelidikan, pemilik akun meyakini bahwa pemecatan Endar karena perkara ini.

 

"Akhirnya jelas, ngototnya Firli ingin mengembalikan Dirlid KPK bukan karena kasus Formula E, tapi terkait kasus ESDM," tulis akun Twitter @paijodirajo, Sabtu (8/4/2023).

 

Melansir berbagai sumber, pemilik akun itu adalah mantan penyelidik KPK, Aulia Postiera. Dalam cuitannya, ia menduga Firli melakukan dua pelanggaran terkait kasus ESDM tersebut, yakni etik dan pidana. Di mana Endar, diduga mengetahuinya dan memiliki bukti yang valid.

 

"Ada 2 dugaan pelanggaran etik dan pidana yang dilakukan Firli: 1. Berhubungan langsung dengan pihak berperkara; 2. Dugaan penerimaan suap. Diduga Endar tau dan punya bukti," cuitnya.

 

Adapun penyelidikan itu terkait kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM. Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena diduga terlibat kebocoran dokumennya.

 

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, membenarkan adanya laporan tersebut. Pihaknya disebut akan segera menindaklanjuti dengan terlebih dahulu melakukan tahap administrasi. Setelah itu, baru dianalisis dan meminta klarifikasi.

 

Menurut informasi yang beredar, tim penindakan KPK menemukan dokumen yang mirip dengan hasil penggeledahan Kantor Kementerian ESDM, di ruangan Kepala Biro Hukum pada Senin (27/3/2023). Isinya rahasia dan hanya dijadikan sebagai laporan penyelidikan kepada pimpinan KPK.

 

Sementara tujuan pembocoran laporan penyelidikan itu diyakini sebagai pengingat bagi Kepala Biro Hukum agar waspada terhadap berhati-hati penindakan KPK. Padahal, maksud KPK menggelar operasi tertutup untuk mengungkap korupsi. Namun, malah sia-sia.

 

KPK Bantah Firli Terlibat Kebocoran Dokumen 

Mengetahui kabar itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, membantah Firli Bahuri terlibat pembocoran dokumen rahasia. Disebutnya, proses penyelidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian ESDM telah selesai dan kini statusnya sudah naik ke tahap penyidikan.

 

"Sejauh ini informasi (Firli Bahuri membocorkan dokumen) yang kami terima, tidak benar ya seperti apa yang dituduhkan tersebut," beber Ali memastikan, pada Kamis (6/4/2023). (suara)

 

SANCAnews.id – Mayoritas masyarakat meyakini adanya dugaan aliran dana ilegal sebesar Rp. 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

 

Kepercayaan masyarakat terhadap hal tersebut diketahui berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dengan judul "Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Penegakan Hukum, Isu Piala Dunia U-20, Aliran Dana Tak Wajar di Kemenkeu, Dugaan Korupsi BTS, dan Peta Politik Terkini" yang dilakukan pengambilan sampel pada 31 Maret hingga 4 April 2023.

 

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengatakan, sebanyak 35,5 persen masyarakat pernah mendengar pernyataan Mahfud MD menyatakan adanya aliran dana tidak wajar sebesar lebih dari Rp 300 triliun di Kemenkeu.

 

"Di antara yang tahu itu, meyakini atau percaya bahwa memang ada aliran dana yang tidak wajar tersebut. Yang enggak percaya sekitar 18 persen. Selebihnya menyatakan tidak tahu," ujar Djayadi saat memaparkan hasil surveinya melalui virtual, Minggu (9/4).

 

Di mana hasilnya, sebanyak 67,6 persen percaya ada aliran dana yang tidak wajar di Kemenkeu. Sedangkan hanya 18,1 persen kurang atau tidak percaya.

 

"Jadi isu ini cukup populer di masyarakat, dan masyarakat juga tampaknya menaruh perhatian cukup tinggi terhadap isu ini," kata Djayadi.

 

Selanjutnya kata Djayadi, pihaknya juga menanyakan pengetahuan masyarakat terkait pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa aliran dana tidak wajar tidak seluruhnya dari Kemenkeu.

 

"Rupanya sekitar 50 persen dari yang 35 persen yang tahu tentang kabar ini, itu menyatakan bahwa mereka juga tahu bahwa Bu Sri Mulyani menyatakan tidak semuanya ada di Kementerian Keuangan.

 

"Di antara yang tau tersebut, 67 persen percaya dengan Ibu Sri Mulyani. Jadi kalau lihat dari data ini, baik terhadap Pak Mahfud maupun terhadap Ibu Sri Mulyani sama sama percaya tuh. Mungkin pernyataannya tidak kontradiktif banget ya. Maksud saya, kalau Bu Sri Mulyani menyatakan tidak ada, mungkin persepsi masyarakat beda," pungkas Djayadi.

 

Survei yang menggunakan metode random digit dialing (RDD) ini melibatkan 1.229 responden. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen. (rmol)


SANCAnews.id – Kewenangan dan tugas penindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dipertanyakan sejumlah pihak. Usai Bawaslu menyebut aksi bagi-bagi amplop berlogo PDI Perjuangan di Sumenep, Jawa Timur, tidak masuk kategori pelanggaran pemilu.

 

Salah satu yang menyampaikan kritik kepada Bawaslu adalah Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, yang menyayangkan Bawaslu meloloskan jeratan hukum oknum yang diduga terlibat dalam kejadian bagi-bagi amplop itu.

 

"Putusan ini menambah deretan putusan penyelenggara pemilu yang menjadikan pemilu kita mengkhawatirkan," ujar Ray dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/4).

 

Mengamati pertimbangan Bawaslu yang tidak melanjutkan pengusutan kejadian bagi-bagi amplop, Ray melihat kesamaan dengan kasus serupa yang terjadi pada 2022 lalu.

 

"Sebelumnya, dalam kasus Ketua Umum PAN yang diduga melakukan politik uang di Lampung, Lima Indonesia dan Kata Rakyat sempat melaporkan ke Bawaslu, tapi dinyatakan tidak memenuhi syarat. Kini, alasan yang sama dipergunakan untuk kasus Sumenep," tuturnya.

 

Ray mengurai, dalam kasus bagi-bagi sembako Zulkifli Hasan di Lampung argumen yang dipakai Bawaslu adalah belum adanya peserta pemilu, kini argumennya dipersempit karena belum masuk tahapan kampanye.

 

"Ada-ada saja. Situasi ini menambah kuat pada apa yang sering saya sebut bahwa Bawaslu kita, jika bertemu kasus besar atau tokoh besar, maka ia mengecilkan diri dan kewenangannya," keluh Ray.

 

"Sebaliknya, jika ia bertemu masalah ecek-ecek atau aktor kecil, ia membesarkan diri dan kewenangannya," tandasnya. (rmol)

 

SANCAnews.id – PDI Perjuangan harusnya percaya diri mengusung bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden dari kader internal. Apalagi, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini menjadi satu-satunya yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

 

"Sebenarnya PDI Perjuangan harus usung capres dan cawapres sendiri karena sudah melengkapi angka PT 20 persen," kata Direktur Aljabar Strategic, Arifki Chaniago saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (8/4).

 

Hal itu disampaikan Arifki di tengah isu kesediaan PDIP untuk menjadi tuan rumah pertemuan koalisi besar dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

 

Alih-alih bergabung dengan koalisi lain, PDIP, kata Arifki, harusnya lebih percaya diri lantaran punya banyak kader internal yang sudah masuk radar capres dan cawapres.

 

Sebut saja, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Ketua DPR RI, Puan Maharani, serta beberapa kader lainnya yang tersebar di daerah.

 

"Seharusnya dengan situasi ini PDIP mendorong figur yang cukup menonjol, baik di capres maupun cawapres. Ini juga menguntungkan partai dan bisa dimaksimalkan untuk melahirkan figur yang memang kuat dari parpol itu," tutup Arifki. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.