SANCAnews.id – Sejumlah aktivis 98 mengajak masyarakat mengawal
setiap upaya yang dapat berujung pada penundaan pelaksanaan Pemilu 2024.
Di antaranya mewaspadai adanya
upaya kerusuhan, karena hal tersebut sangat berpotensi mengakibatkan
pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut aktivis 98 Ubedillah
Badrun, pelaksanaan pemilu harus dipastikan sesuai dengan konstitusi.
Penundaan pemilu hanya akan
menimbulkan sejumlah dampak yang tidak baik bagi bangsa. Di antaranya dapat
memunculkan ketegangan sosial.
Karena itu aktivis 98 yang berasal
dari Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) ini, menolak wacana
penundaan pemilu.
“Harapan rakyat akan perbaikan
pemimpin baru dimatikan oleh penundaan Pemilu. Disharmoni antarwarga akan
menjadi manifest sebagai konflik sosial."
"Saat terjadi konflik sosial
maka secara tidak langsung membuka karpet merah hadirnya kembali tentara di
pucuk pimpinan nasional,” ujar Ubedillah pada diskusi Konsolidasi Demokrasi
Aktivis 98 yang digelar di Mako Coffee, Jakarta Selatan Rabu, (5/4).
Diskusi mengangkat tema 'Dampak
Penundaan Pemilu Terhadap Hukum, Ekonomi, Sosial Dan Kebudayaan'.
Dalam diskusi kali ini juga hadir
sejumlah aktivis 98 lainnya sebagai pembicara, di antaranya Uchok Sky Khadafi
dari Famred.
Dia menyatakan bahwa negara saat
ini sedang krisis finansial, sehingga bisa menjadi alasan untuk dilakukan
penundaan pemilu.
“Cadangan devisa negara saat ini
sedang mengalami krisis, sangat berpotensi terjadinya krisis finansial yang
berdampak pada krisis politik," ucapnya.
Sementara itu, Satyo Purwanto FIS
mengatakan bahwa aktor-aktor politik yang masih menggaungkan tentang penundaan
Pemilu menunjukkan bahwa mereka ada dalam satu orkestra.
Aktivis yang akrab dipanggil Komeng
ini menilai rezim sekarang gemar melahirkan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (Perppu).
“Seperti KPK, Corona, Ciptaker.
Dikhawatirkan akan muncul tiba-tiba perppu penundaan pemilu,” katanya.
Terkait kualitas demokrasi yang ada
saat ini, Komeng menilai demokrasi jauh dari demokrasi yang berkualitas.
“Walau klaimnya adalah demokrasi
Pancasila. Karena tanpa ada keadilan, demokrasi tidak bermanfaat,” katanya.
Dandhi Mahendra, FKSMJ menelisik
dampak terhadap budaya ketika pemilu ditunda. Menurutnya, secara budaya, bangsa
ini telah mengalami kemerosotan.
“Korupsi merajalela, kekerasan
berlangsung di mana-mana dan penguasa tidak menunjukan keteladanan sebagai
cermin budaya bangsa,” katanya.
Sementara itu aktivis lainnya, Niko
Adrian dari Forkot membedah dari sisi hukum bila pemilu ditunda.
Menurut Niko, konstitusi dan aturan
hukum di bawahnya telah mengatur proses demokrasi Indonesia secara reguler
harus berjalan.
“Amandemen UUD 45 pasal 22 e ayat 1
pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali. Termasuk dalam UU Nomor 7 tentang Pemilu,"
katanya.
Menurut Niko, satu-satunya alasan
dilakukannya penundaan pemilu jika ada kondisi kerusuhan atau bencana alam.
"Nah, upaya menciptakan
kerusuhan ini yang harus diwaspadai bersama agar bisa dicegah sehingga tidak
ada alasan untuk menunda pemilu," kata Niko. (jpnn)