Latest Post

 

SANCAnews.id – Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat, menyoroti kasus 3 Avsec dipecat usai mengawal Habib Bahar bin Smith saat mendarat di Bandara Soekarno Hatta (Soetta).

 

Menurut Mirah, seharusnya ada langkah-langkah yang dilakukan terlebih dahulu oleh pihak Angkasa Pura II, bukan 3 Avsec dipecat begitu saja secara tidak jelas.

 

Ketentuan 3 Avsec dipecat ini bahkan kata Mirah bertabrakan dengan Undang-undang Cipta Kerja saat ini.

 

"Jadi yang pertama, Undang-undang Ketenagakerjaan kita yang nomor 13 tahun 2003, dan sekarang diubah menjadi Undang-undang Cipta Kerja itu nggak berubah terkait dengan pasal PHK."

 

"Jadi PHK yang dimaksud itu, harus ada teguran lisan dulu, panggilan secara patut, dan baru diberikan sanksi SP1 dahulu selama 6 bulan," kata Mirah seperti disitat Youtube Catatan Demokrasi, Rabu 5 April 2023.

 

Usai diberikan SP1, Mirah baru menyebut tahapan selanjutnya baru bisa dilakukan SP2 oleh perusahaan selama 6 bulan berikutnya, dan SP3 untuk menuju ke arah PHK.

 

Adapun PHK yang berkait dengan 3 Avsec dipecat dilakukan jika memenuhi unsur pelanggaran berat. Sementara yang dilakukan 3 petugas Avsec dengan cium tangan Habib Bahar dan melakukan pengawalan dianggap bukan masuk dalam kategori berat.

 

"Apa yang dimaksud dengan pelanggaran berat? Satu pencurian, berkelahi sesama (rekan) kantor, korupsi, narkoba. Sementara meninggalkan pekerjaan itu bukan pelanggaran berat," kata dia.

 

Mirah lantas menyoroti ucapan salah satu Komisaris Angkasa Pura II Fiki Satari yang dianggap bersikap arogan di sosial media. Termasuk soal kasus yang terjadi sepekan setelah peristiwa pengawalan terjadi.

 

"Itu kejadian tanggal 23 Maret, seminggu kemudian baru diproses. Itu luar biasa, ada sentimen agama di situ."

 

"Saya tidak melihat ada ulama, habib di kasus itu. Yang pasti ada ketidakadilan terhadap 3 Avsec dipecat tersebut," katanya. (poskota)

 

SANCAnews.id – Terungkap dalam sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bahwa Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai bagian dari Koalisi Kawal Pemilu Bersih menyoroti fakta bahwa Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dibelikan tiket pesawat oleh Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias Wanita Emas.

 

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, perlu penjelasan lebih lanjut terkait tindakan Hasyim menerima tiket maskapai penerbangan Citilink rute Jakarta – Jogja itu. Salah satu pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah pembelian tiket tersebut berhubungan dengan jabatan Hasyim sebagai Ketua KPU RI.

 

"Jika jawabannya iya, maka pemberian tiket itu berpotensi dianggap sebagai gratifikasi," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/4/2023).

 

Kurnia mengatakan, jika Hasyim benar menerima gratifikasi berupa tiket pesawat, tentu dia punya tanggung jawab hukum untuk melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan harus dibuat dalam jangka waktu 30 hari.

 

DKPP dalam sidang pembacaan putusan atas perkara skandal Hasyim pada Senin (3/4/2023) lalu, mengungkapkan bahwa Hasyim dan Hasnaeni terbukti bepergian menuju Jogja pada 18 Agustus 2022. Mereka bertolak dari Jakarta menggunakan pesawat, yang tiketnya dipesan dan dibayar oleh Hasnaeni.

 

"Terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan berkenaan dengan tiket yang dipesan dan dibelikan oleh Pengadu II (Hasnaeni) kepada Teradu (Hasyim). Teradu mengaku sudah mengembalikan dengan cash dan menitipkan uang tersebut kepada Badarudin. Namun, pengadu II tidak mengakui adanya pengembalian uang tiket yang dimaksud," ujar Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

 

DKPP tidak menyatakan pengakuan siapa yang benar. DKPP hanya menjelaskan bahwa Hasyim dan Hasnaeni setiba di Jogja langsung pergi ziarah ke sejumlah pantai dan goa. Kegiatan ziarah itu berlangsung hingga tanggal 19 Agustus 2022 pukul 05.00 WIB. Setelah itu, Hasnaeni mengantarkan Hasyim ke sebuah hotel bintang lima di pusat kota Jogja.

 

Raka menuturkan, Hasyim pada tanggal 18 - 20 Agustus 2022 itu sebenarnya punya agenda resmi sebagai Ketua KPU RI di Yogyakarta. Kepada majelis DKPP, Hasyim mengakui secara sadar telah melakukan perjalanan ziarah di luar kedinasan bersama Hasnaeni.

 

DKPP menilai, perjalanan Hasyim bersama ketua umum partai politik di luar agenda kedinasan itu merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Apalagi, ketika itu KPU sedang melakukan verifikasi administrasi terhadap Partai Republik Satu sebagai syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2024

 

DKPP menilai Hasyim terbukti melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Karena itu, DKPP menjatuhkan sanksi "peringatan keras terakhir" kepada Hasyim. (republik)

 

SANCAnews.id – Sidang Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU RI Hasyim Asyari membuka fakta baru. Salah satunya soal kedekatan Hasyim dengan Hasnaeni, Ketua Umum Partai Republik I yang dijuluki wanita emas.

 

Keduanya aktif berkomunikasi melalui WhatsApp dan pesan antar keduanya kerap bersifat pribadi, bukan soal pemilu. Anggota DKPP Ratna Dewi Petalolo di persidangan membacakan beberapa pesan Hasyim kepada Hasnaeni, antara lain:

 

"Nanti malam, dirimu keluar bawa mobil sendiri. Jemput aku, kita jalan berdua, ziarah keliling Jakarta".

 

Tak hanya itu ada pesan lain seperti, "Bersama KPU kita bahagia, bersama Ketua KPU saya bahagia".

 

Pesan lainnya ialah "Udah jalan ini menujumu", lalu "Hati-hati, selalu jaga diri dan jaga kesehatan selalu", serta "Kalau ada sesuatu yang diperlukan malam ini, kontak aja, saya stand by, siap merapat".

 

DKPP menganggap pesan tersebut menunjukkan adanya kedekatan pribadi antara Hasyim dan Hasnaeni. Untuk diketahui, dalam sidang putusan Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.

 

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu hasyim Asy’ari selaku ketua dan anggota komisi pemilihan umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusannya.

 

Hasyim dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP).

 

"Percakapan antara pengadu dan teradu dua menunjukkan adanya kedekatan secara pribadi dan bukan percakapan antara Ketua KPU dan ketua partai politik yang berkaitan dengan kepentingan kepemiluan," jelas Dewi.

 

Berdasarkan uraian fakta tersebut, DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.

 

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengaku tidak mau banyak berkomentar terkait hasil putusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhinya sanksi peringatan keras terakhir.

 

Menurut Hasyim, dirinya sudah menjalani sidang, sehingga ia tak banyak memberikan terkait hal tersebut.

 

"Kalau soal itu (peringatan DKPP) saya enggak (berkomentar). Enggak (mau menyikapi), kan saya sudah disidang. Sudah cukup," ujar Hasyim saat ditemui awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (3/4/2023) malam.

 

Hasyim merupakan teradu dalam perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. Hasyim Asyari, menurut DKPP, terbukti melakukan perjalanan pribadi ke dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni (Pengadu II) pada 18 Agustus 2022.

 

Dikutip dari situs resmi DKPP, Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Padahal pada tanggal 18-20 Agustus 2022, Hasyim memiliki agenda resmi selaku Ketua KPU RI yakni menghadiri penandatangan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.

 

"Teradu mengakui telah melakukan perjalanan ziarah di luar kedinasan bersama Pengadu II selaku Ketua Umum Partai Republik Satu yang sedang mengikuti proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024," ungkap Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan pertimbangan putusan.

 

Pertemuan tersebut bepotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pertemuan tersebut dinilai tidak patut dan tidak pantas dilakukan oleh Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI dengan kapasitas dan jabatan yang melekat sebagai simbol kelembagaan.

 

"Teradu terbukti telah melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional," tegasnya.

 

Teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b, c, dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, l; Pasal 11 huruf d; Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. (tribunnews)

 

SANCAnews.id – Politik saling sandera nampaknya menjadi warna tersendiri dalam perjalanan menuju Pemilu 2024. Setidaknya, dengan munculnya wacana pembentukan koalisi besar oleh partai politik.

 

Keinginan itu, dikaitkan dengan hasrat Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).

 

Sinyal itu dibaca oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi. Katanya, indikasi untuk membentuk Koalisi Besar, terlihat dengan menjadikan ketua umum partai politik sebagai kerbau yang dapat dikendalikan Jokowi dan peran sentral Luhut, lantaran tersandera banyak kasus.

 

"Setiap saat kalau mereka tidak manut seperti kerbau di cucuk hidungnya, kasusnya diangkat dan itu bisa mati kutu," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (4/4).

 

Bahkan, sambungnya, baru-baru ini Jokowi hadir berkumpul di kantor DPP PAN, bersama lima ketua umum parpol koalisi pemerintah.

 

Pertemuan itu, dianggap sebagai buah gagasan oleh Presiden Jokowi dan Luhut agar Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP bergabung dengan Koalisi Indonesia Raya (KIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.

 

Muslim pun mengingat bahwa ekonom senior Rizal Ramli (RR) pernah menyampaikan, gaya politik Luhut adalah memanfaatkan orang-orang yang bermasalah agar nurut seperti kerbau.

 

"Itu berbahaya. Para ketum yang tersandera oleh kasusnya akan jadi ketum penakut dan akan jadi penurut selamanya. Apakah gaya politik semacam itu yang mau dibentuk dari koalisi besar yang dibentuk oleh Jokowi dan LBP?" kata Muslim.

 

Jika hal itu terjadi, masih kata Muslim, Jokowi dan Luhut ingin membentuk pemerintahan mafia yang dikepalai oleh keduanya.

 

"Itu sangat jauh dan bertentangan dengan esensi perpolitikan yang dikehendaki oleh konsitusi dan bertentangan kaidah perpolitikan akal sehat," tandasnya. (*)

 

SANCAnews.id – Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Prof Asrinaldi menilai wacana pembentukan koalisi besar  muncul untuk menghadapi calon presiden Anies Baswedan yang diusung oleh Koalisi Perubahan. Pasalnya, menurut dia, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) tak memiliki calon yang bisa menandingi Anies.

 

"Saya pikir itu bagian dari hitung-hitungan koalisi ini ya, kalau mereka jalan sendiri-sendiri maka yang dihadapi orang yang berpotensi menang," kata Asrinaldi di Padang, Selasa, 4 April 2023.

 

KIB dan KIR disebut akan sulit menghadapi Koalisi Perubahan

Menurut Asrinaldi, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang diisi Partai Gerindra dan PKB akan kesulitan apabila bersaing dengan Koalisi Perubahan dan Anies Baswedan jika mereka tak menyatukan kekutan.

 

"Jadi saya pikir itu rasional saja. Dengan cara seperti itu mereka bisa memperkuat dukungan masyarakat dan menyatukannya ke dalam kepentingan yang sama," ujarnya.

 

Jika hal tersebut terwujud, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unand tersebut memperkirakan kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 akan semakin sengit.

 

Koalisi besar sebagai upaya menangkan Pilpres 2024 satu putaran

Ia menyakini sebelum wacana pembentukan koalisi besar tersebut mencuat ke publik, masing-masing partai politik sudah mempunyai klkulasi masing-masing. Menurut dia, jika nama-nama besar seperti Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan maju, maka sangat terbuka kemungkinan Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran.

 

Pembentukan koalisi besar, menurut dia, merupakan upaya agar Pilpres 2024 digelar satu putaran saja.

 

"Sekarang dengan cara seperti itu (koalisi besar) mereka menyatukan di awal dan bisa memenangkan satu putaran," kata dia.

 

Wacana penggabungan KIB dan KIR sudah mencuat sejak beberapa waktu lalu. Isu ini semakin menguat setelah para ketua umum dalam koalisi itu bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam acara silaturahmi dengan ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Ahad, 2 April 2023.

 

Dalam pertemuan itu, Jokowi pun menyatakan KIB dan KIR cocok jika akan dilebur. Dia pun memberikan sinyal merestui penggabungan koalisi tersebut meskipun tak secara gamblang menyatakannya.

 

KIB hingga saat ini masih belum memastikan siapa calon presiden yang akan mereka usung. Golkar di satu sisi, terus berkeras mengusung ketua umum mereka, Airlangga Hartarto, meskipun elektabilitasnya dianggap belum kompetitif. Sementara PPP dan PAN tampak mencoba mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sejumlah tokoh lainnya seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga ketua umum mereka.

 

KIR di sisi lain sebenarnya sudah lebih jelas. PKB terus membuka peluang mereka mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden, syaratnya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden. Meskipun demikian, Gerindra tampak masih belum mau mengumumkan pencalonan keduanya.

 

Satu-satunya calon presiden yang telah pasti adalah Anies Baswedan. Dia telah mendapatkan dukungan dari Partai NasDem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tergabung dalam Koalisi Perubahan. (tempo)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.