Latest Post

 

SANCAnews.id – Sidang Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU RI Hasyim Asyari membuka fakta baru. Salah satunya soal kedekatan Hasyim dengan Hasnaeni, Ketua Umum Partai Republik I yang dijuluki wanita emas.

 

Keduanya aktif berkomunikasi melalui WhatsApp dan pesan antar keduanya kerap bersifat pribadi, bukan soal pemilu. Anggota DKPP Ratna Dewi Petalolo di persidangan membacakan beberapa pesan Hasyim kepada Hasnaeni, antara lain:

 

"Nanti malam, dirimu keluar bawa mobil sendiri. Jemput aku, kita jalan berdua, ziarah keliling Jakarta".

 

Tak hanya itu ada pesan lain seperti, "Bersama KPU kita bahagia, bersama Ketua KPU saya bahagia".

 

Pesan lainnya ialah "Udah jalan ini menujumu", lalu "Hati-hati, selalu jaga diri dan jaga kesehatan selalu", serta "Kalau ada sesuatu yang diperlukan malam ini, kontak aja, saya stand by, siap merapat".

 

DKPP menganggap pesan tersebut menunjukkan adanya kedekatan pribadi antara Hasyim dan Hasnaeni. Untuk diketahui, dalam sidang putusan Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.

 

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada teradu hasyim Asy’ari selaku ketua dan anggota komisi pemilihan umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusannya.

 

Hasyim dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP).

 

"Percakapan antara pengadu dan teradu dua menunjukkan adanya kedekatan secara pribadi dan bukan percakapan antara Ketua KPU dan ketua partai politik yang berkaitan dengan kepentingan kepemiluan," jelas Dewi.

 

Berdasarkan uraian fakta tersebut, DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.

 

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengaku tidak mau banyak berkomentar terkait hasil putusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhinya sanksi peringatan keras terakhir.

 

Menurut Hasyim, dirinya sudah menjalani sidang, sehingga ia tak banyak memberikan terkait hal tersebut.

 

"Kalau soal itu (peringatan DKPP) saya enggak (berkomentar). Enggak (mau menyikapi), kan saya sudah disidang. Sudah cukup," ujar Hasyim saat ditemui awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (3/4/2023) malam.

 

Hasyim merupakan teradu dalam perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. Hasyim Asyari, menurut DKPP, terbukti melakukan perjalanan pribadi ke dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni (Pengadu II) pada 18 Agustus 2022.

 

Dikutip dari situs resmi DKPP, Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Padahal pada tanggal 18-20 Agustus 2022, Hasyim memiliki agenda resmi selaku Ketua KPU RI yakni menghadiri penandatangan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.

 

"Teradu mengakui telah melakukan perjalanan ziarah di luar kedinasan bersama Pengadu II selaku Ketua Umum Partai Republik Satu yang sedang mengikuti proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024," ungkap Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan pertimbangan putusan.

 

Pertemuan tersebut bepotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pertemuan tersebut dinilai tidak patut dan tidak pantas dilakukan oleh Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI dengan kapasitas dan jabatan yang melekat sebagai simbol kelembagaan.

 

"Teradu terbukti telah melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional," tegasnya.

 

Teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b, c, dan ayat (3) huruf e; Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, l; Pasal 11 huruf d; Pasal 12 huruf a, b; Pasal 14 huruf c; Pasal 15; Pasal 16 huruf e; Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. (tribunnews)

 

SANCAnews.id – Politik saling sandera nampaknya menjadi warna tersendiri dalam perjalanan menuju Pemilu 2024. Setidaknya, dengan munculnya wacana pembentukan koalisi besar oleh partai politik.

 

Keinginan itu, dikaitkan dengan hasrat Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).

 

Sinyal itu dibaca oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi. Katanya, indikasi untuk membentuk Koalisi Besar, terlihat dengan menjadikan ketua umum partai politik sebagai kerbau yang dapat dikendalikan Jokowi dan peran sentral Luhut, lantaran tersandera banyak kasus.

 

"Setiap saat kalau mereka tidak manut seperti kerbau di cucuk hidungnya, kasusnya diangkat dan itu bisa mati kutu," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (4/4).

 

Bahkan, sambungnya, baru-baru ini Jokowi hadir berkumpul di kantor DPP PAN, bersama lima ketua umum parpol koalisi pemerintah.

 

Pertemuan itu, dianggap sebagai buah gagasan oleh Presiden Jokowi dan Luhut agar Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP bergabung dengan Koalisi Indonesia Raya (KIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.

 

Muslim pun mengingat bahwa ekonom senior Rizal Ramli (RR) pernah menyampaikan, gaya politik Luhut adalah memanfaatkan orang-orang yang bermasalah agar nurut seperti kerbau.

 

"Itu berbahaya. Para ketum yang tersandera oleh kasusnya akan jadi ketum penakut dan akan jadi penurut selamanya. Apakah gaya politik semacam itu yang mau dibentuk dari koalisi besar yang dibentuk oleh Jokowi dan LBP?" kata Muslim.

 

Jika hal itu terjadi, masih kata Muslim, Jokowi dan Luhut ingin membentuk pemerintahan mafia yang dikepalai oleh keduanya.

 

"Itu sangat jauh dan bertentangan dengan esensi perpolitikan yang dikehendaki oleh konsitusi dan bertentangan kaidah perpolitikan akal sehat," tandasnya. (*)

 

SANCAnews.id – Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Prof Asrinaldi menilai wacana pembentukan koalisi besar  muncul untuk menghadapi calon presiden Anies Baswedan yang diusung oleh Koalisi Perubahan. Pasalnya, menurut dia, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) tak memiliki calon yang bisa menandingi Anies.

 

"Saya pikir itu bagian dari hitung-hitungan koalisi ini ya, kalau mereka jalan sendiri-sendiri maka yang dihadapi orang yang berpotensi menang," kata Asrinaldi di Padang, Selasa, 4 April 2023.

 

KIB dan KIR disebut akan sulit menghadapi Koalisi Perubahan

Menurut Asrinaldi, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang diisi Partai Gerindra dan PKB akan kesulitan apabila bersaing dengan Koalisi Perubahan dan Anies Baswedan jika mereka tak menyatukan kekutan.

 

"Jadi saya pikir itu rasional saja. Dengan cara seperti itu mereka bisa memperkuat dukungan masyarakat dan menyatukannya ke dalam kepentingan yang sama," ujarnya.

 

Jika hal tersebut terwujud, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unand tersebut memperkirakan kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 akan semakin sengit.

 

Koalisi besar sebagai upaya menangkan Pilpres 2024 satu putaran

Ia menyakini sebelum wacana pembentukan koalisi besar tersebut mencuat ke publik, masing-masing partai politik sudah mempunyai klkulasi masing-masing. Menurut dia, jika nama-nama besar seperti Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan maju, maka sangat terbuka kemungkinan Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran.

 

Pembentukan koalisi besar, menurut dia, merupakan upaya agar Pilpres 2024 digelar satu putaran saja.

 

"Sekarang dengan cara seperti itu (koalisi besar) mereka menyatukan di awal dan bisa memenangkan satu putaran," kata dia.

 

Wacana penggabungan KIB dan KIR sudah mencuat sejak beberapa waktu lalu. Isu ini semakin menguat setelah para ketua umum dalam koalisi itu bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam acara silaturahmi dengan ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Ahad, 2 April 2023.

 

Dalam pertemuan itu, Jokowi pun menyatakan KIB dan KIR cocok jika akan dilebur. Dia pun memberikan sinyal merestui penggabungan koalisi tersebut meskipun tak secara gamblang menyatakannya.

 

KIB hingga saat ini masih belum memastikan siapa calon presiden yang akan mereka usung. Golkar di satu sisi, terus berkeras mengusung ketua umum mereka, Airlangga Hartarto, meskipun elektabilitasnya dianggap belum kompetitif. Sementara PPP dan PAN tampak mencoba mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sejumlah tokoh lainnya seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga ketua umum mereka.

 

KIR di sisi lain sebenarnya sudah lebih jelas. PKB terus membuka peluang mereka mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden, syaratnya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden. Meskipun demikian, Gerindra tampak masih belum mau mengumumkan pencalonan keduanya.

 

Satu-satunya calon presiden yang telah pasti adalah Anies Baswedan. Dia telah mendapatkan dukungan dari Partai NasDem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tergabung dalam Koalisi Perubahan. (tempo)

 

SANCAnews.id – Anggota DPRD Sumut, Anwar Sani menjadi sorotan usai kedapatan mencuri jam tangan milik pegawai toko elektronik merek Samsung Galaxy Watch 5 seharga Rp. 3,5 juta.

 

Meski sudah berdamai di Polsek Medan Baru, nama Anwar Sani Tarigan masih ramai diperbincangkan.

 

Kini harta kekayaan dan hutang politisi PDI Perjuangan tersebut juga ikut menjadi sorotan.

 

Ditelusuri Tribun Medan, Anwar Sani Tarigan terakhir melaporkan kekayaan ke KPK pada 2018, kala itu ia masih menjadi calon anggota DPRD Sumut.

 

Dalam laporan ini, harta Anwar Sani Tarigan malah minius Rp 403 juta atau lebih besar utang daripada aset yang dimiliki.

 

Ia melaporkan kepemilikian atas 13 tanah dan bangunan yang terletak di Deliserdang dan Dairi dengan total Rp 5,3 miliar.

 

Anwar Sani juga melaporkan kepemilikan kendaraan bermotor dan setara kas dengan total Rp 175 juta.

 

Sementara utang Anwar Sani Tarigan dalam LHKPN 2018 sebanyak Rp 5,9 miliar. (tribunnews)

 

SANCAnews.id – Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti selesai menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4).

 

Tim kuasa hukum Fatia dan Haris, Muhammad Isnur, menyebut kliennya merupakan korban kriminalisasi UU ITE pejabat negara.

 

Fatia dan Haris dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan setelah memaparkan penelitian tentang bisnis militer di Blok Wabu berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua".

 

Penelitian itu, dilakukan oleh 9 lembaga yakni YLBHI, WALHI, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace, Trend Asia, dan #BersihkanIndonesia

 

"Aktivitas yang dilakukan Fatia dan Haris merupakan bagian dari upaya masyarakat sipil dalam mengontrol kerja pemerintah dan pejabat publik agar tak terjadi absolutisme kekuasaan," kata Isnur.

 

Proses pemidanaan terhadap Fatia dan Haris merupakan hal tak berdasar dan dipaksakan. Sepanjang proses hukum berjalan, tim hukum menemukan sejumlah kejanggalan.

 

Isnur menegaskan, kasus kriminalisasi Fatia dan Haris begitu kental dengan muatan politik. Apalagi, saksi pelapor merupakan Luhut Binsar Pandjaitan yang notabene Menteri Koordinator Maritim dan Investasi.

 

"Luhut pun terkenal memiliki pengaruh yang sangat besar di pemerintahan, sehingga dia diduga mudah untuk mengontrol proses penegakan hukum terhadap Fatia dan Haris,” tandasnya. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.