Latest Post

 

SANCAnews.id – Anggota DPRD Sumut, Anwar Sani menjadi sorotan usai kedapatan mencuri jam tangan milik pegawai toko elektronik merek Samsung Galaxy Watch 5 seharga Rp. 3,5 juta.

 

Meski sudah berdamai di Polsek Medan Baru, nama Anwar Sani Tarigan masih ramai diperbincangkan.

 

Kini harta kekayaan dan hutang politisi PDI Perjuangan tersebut juga ikut menjadi sorotan.

 

Ditelusuri Tribun Medan, Anwar Sani Tarigan terakhir melaporkan kekayaan ke KPK pada 2018, kala itu ia masih menjadi calon anggota DPRD Sumut.

 

Dalam laporan ini, harta Anwar Sani Tarigan malah minius Rp 403 juta atau lebih besar utang daripada aset yang dimiliki.

 

Ia melaporkan kepemilikian atas 13 tanah dan bangunan yang terletak di Deliserdang dan Dairi dengan total Rp 5,3 miliar.

 

Anwar Sani juga melaporkan kepemilikan kendaraan bermotor dan setara kas dengan total Rp 175 juta.

 

Sementara utang Anwar Sani Tarigan dalam LHKPN 2018 sebanyak Rp 5,9 miliar. (tribunnews)

 

SANCAnews.id – Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti selesai menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4).

 

Tim kuasa hukum Fatia dan Haris, Muhammad Isnur, menyebut kliennya merupakan korban kriminalisasi UU ITE pejabat negara.

 

Fatia dan Haris dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan setelah memaparkan penelitian tentang bisnis militer di Blok Wabu berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua".

 

Penelitian itu, dilakukan oleh 9 lembaga yakni YLBHI, WALHI, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace, Trend Asia, dan #BersihkanIndonesia

 

"Aktivitas yang dilakukan Fatia dan Haris merupakan bagian dari upaya masyarakat sipil dalam mengontrol kerja pemerintah dan pejabat publik agar tak terjadi absolutisme kekuasaan," kata Isnur.

 

Proses pemidanaan terhadap Fatia dan Haris merupakan hal tak berdasar dan dipaksakan. Sepanjang proses hukum berjalan, tim hukum menemukan sejumlah kejanggalan.

 

Isnur menegaskan, kasus kriminalisasi Fatia dan Haris begitu kental dengan muatan politik. Apalagi, saksi pelapor merupakan Luhut Binsar Pandjaitan yang notabene Menteri Koordinator Maritim dan Investasi.

 

"Luhut pun terkenal memiliki pengaruh yang sangat besar di pemerintahan, sehingga dia diduga mudah untuk mengontrol proses penegakan hukum terhadap Fatia dan Haris,” tandasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Riswan Tony Dk, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, menilai kinerja pemerintah pusat dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia yang baru di Kalimantan Timur.

 

Ia menyindir pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia yang baru bernama IKN Nusantara tidak ada progres atau kemajuannya.

 

Menurutnya, seharusnya istana Presiden bisa selesai dibangun dalam kurun waktu 1 tahun.

 

"Saya cuma buka pikiran pada teman-teman, khususnya deputi, jangan berpikir besar-besar terus," tegasnya pada Senin (3/4/2023), mengutip dari Kompas.com.

 

Satu tahun enggak ada progres. "Padahal kalau membangun istana, jadi, Pak, 1 tahun. Saya yakin jadi," ujarnya.

 

Lalu buat kementerian, kementerian cukup menteri dan dirjen-dirjen saja. Dirjen juga bolak-balik saja.

 

"Jangan bayangkan semua karyawan pindah ke sana," imbuh Riswan.

 

Jangan Berpikir Jakarta 

Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar Riswan Tony Dk juga meminta Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono untuk tidak memaksakan berpikir kalau DKI Jakarta akan dipindahkan ke IKN, seiring dengan berpindahnya ibu kota ke Kalimantan Timur.

 

Riswan menekankan tidak mungkin Jakarta dipindahkan ke IKN. Hal tersebut Riswan sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dan Kepala Otorita IKN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2023).

 

"Kita tidak bisa paksakan, apalagi otak kita berpikir bahwa Jakarta akan dipindahkan ke sana. Itu enggak mungkin, Pak," ujar Riswan.

 

Riswan menjelaskan, IKN adalah ibu kota administratif. Menurutnya, ketika ibu kota pindah ke IKN, maka yang ada di pikiran publik adalah Presiden, menteri, kedutaan besar, hingga para dirjen kementerian ikut pindah ke sana.

 

Namun, dirinya mengingatkan kalau saat ini teknologi sudah canggih. Sehingga para karyawan atau dirjen kementerian tidak perlu berbondong-bondong pindah ke IKN.

 

"Tapi kota administratif terhadap ibu kota itu penting, Pak. Kan banyak contoh, Pak. Ada Canberra. Washington sendiri bukan kota industri, tapi kan itu ibu kota administratif," tuturnya.

 

"Atau kita contoh kayak Belanda. Belanda itu semua administratif itu ada di Den Haag. Tapi ibu kota kan tetap Amsterdam," sambung Riswan.

 

Maka dari itu, Riswan meminta kepada Kepala Otorita IKN agar tidak membayangkan Jakarta pindah ke IKN Nusantara.

 

Sebab, kata dia, hal tersebut membuat para karyawan ketakutan. Riswan menyebut rekrutmen karyawan juga tidak perlu dilakukan secara berlebihan.

 

"Nah, saya minta terhadap karyawan jangan dipaksakan berlebihan," tegasnya.

 

Karena seperti pengalaman yang sudah-sudah, terhadap kementerian, apabila rekrutmen terhadap karyawan baru, karyawan seniornya enggak ada kerjaan.

 

"Cuma merintah-merintah saja," katanya. (tribunnews)


 

SANCAnews.id – Heboh pengakuan bandar narkoba di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang ditangkap polisi lalu kemudian dilepas karena telah membayar Rp 10 Juta. Bandar narkoba yang diketahui bernama Jibe itu mengaku ditangkap polisi yang bertugas di Polda Sulsel.

 

Menurut informasi, penangkapan barang haram itu dilakukan oleh polisi yang mengaku dari Polda Sulsel di Jalan Sungai Walanae, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada Rabu 28 Maret 2023 lalu. Namun selang beberapa hari, bandar narkoba bernama Jibe itu kemudian dilepas setelah negosiasi dengan memberikan sejumlah uang kepada oknum.

 

Ketua RT di Kelurahan Pompanua, Kecamatan Ajangale, Kabupaten Bone, Ilham mengatakan, bahwa bandar narkoba bernama Jibe itu merupakan warganya yang dilepas polisi sehari setelah ditangkap.

 

"Benar, dia memang warga saya. Dia ditangkap polisi tapi sehari setelah ditangkap dilepas itu Jibe," kata Ilham kepada wartawan, Sabtu 1 Maret 2023.

 

Ilham menjelaskan bahwa penangkapan terhadap Jibe dilakukan langsung oleh aparat kepolisian dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel. Saat penangkapan, kata Ilham, disaksikan banyak warga bahkan salah seorang anggota Polsek Ajangale sempat turun tangan mau menolong Jibe yang berteriak minta tolong. Sabu-sabu hasil tangkapan Satuan Narkoba Polres Jepara, Jawa Tengah. Photo : ANTARA/ Akhmad Nazaruddin Lathif.

 

Namun belakangan Anggota Polsek Ajangale itu mundur karena telah mengetahui jika benar itu merupakan anggota dari Polda.

 

"Jadi saat itu saya sama anggota Polsek juga melihat Jibe ditangkap. Sempat mau ditolong sama Anggota Polsek karena Jibe teriak minta tolong terus, polisi dari Polda itu pakaian preman. Tapi pas mau ditolong ternyata betul, yang amankan Jibe adalah polisi dari Polda (Sulsel). Jadi anggota Polsek ini mundur," ungkapnya.

 

Sehari setelah ditangkap, Ilham menyebut jika dirinya tiba-tiba ditelepon oleh Jibe dan meminta agar segera dijemput di wilayah Pakkae. Disitu, Jibe telah menunggu bersama polisi berpakaian preman dipinggir jalan.

 

Ilham mengaku diperlihatkan barang bukti milik Jibe, kemudian para polisi itu membebaskan Jibe dan menyuruhnya pulang bersama.

 

"Jadi sehari setelah ditangkap saya kaget Jibe tiba-tiba nelpon mau dijemput. Karena saya pikir ini warga saya makanya saya kesana dan ketemu dengan Jibe sama polisi itu di pinggir jalan. Di situ, saya diperlihatkan satu saset sabu barang buktinya Jibe. Kemudian Jibe disuruh pulang bersama saya," katanya.

 

Setelah itu, Jibe pun diinterogasi oleh Ilham. Dari pengakuan Jibe, Ia berhasil bebas setelah membayar Rp 10 juta kepada oknum polisi tersebut. 

 

"Dari pengakuan Jibe ada Rp10 juta dia bayar ke polisi itu. Waktu saya jemput polisi sempat bilang terima kasih atas kerja samanya. Disitu polisi saya lihat ada 2 mobil," ungkap Ilham.

 

Menanggapi kejadian itu, Direktur Narkoba Polda Sulsel, Kombes Pol Dodi Rahmawan yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui pasti kasus tersebut. Dia mengaku akan segera mendalami adanya informasi yang beredar.

 

"Infonya kami masih dalami," singkatnya.


Terpisah, Kasat Narkoba Polres Bone Iptu Yudhit Dwi Prasetno mengaku belum tahu adanya atas kejadian tersebut. Selama ini dirinya belum pernah memerintahkan jajarannya untuk melakukan penangkapan  di wilayah yang disebutkan. 

 

"Belum ada giat di wilayah itu. Anggota sudah saya monitor mereka tidak pernah melakukan penangkapan di Ajangale sesuai waktu yang disebutkan itu," singkat Yudhit. (viva)

 

SANCAnews.id – Jaksa mengatakan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, merasa kesal hingga menggelengkan kepala saat mengetahui nama baiknya dicemarkan oleh Haris Azhar dan Fatia.

 

Hal itu diterangkan jaksa dalam berkas dakwaan Haris yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (3/4/2023).

 

Dijelaskan jaksa, Luhut awalnya mengetahui pernyataan Haris dan Fatia itu melalui salah satu stafnya melalui sebuah video di YouTube. Usai menonton video tersebut, Luhut mengaku kecewa dan merasa nama baik dan kehormatannya diserang.

 

"Saksi Luhut Pandjaitan terlihat geleng-geleng kepala nampak emosi dan menyampaikan kepada saksi Singgih Widyastono 'Ini keterlaluan', kata-kata Luhut bermain tambang di Papua itu tendensius, tidak benar dan sangat menyakitkan hati saya'," kata jaksa membacakan dakwaan.

 

Dalam dakwaan, disebutkan jika Luhut merasa keberatan dirinya disebut sebagai 'lord'. Sebab, kata jaksa, lord bermakna tuan, raja, penguasa tertinggi, memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung.

 

Jaksa menyebut Luhut sempat melayangkan somasi dua kali kepada Haris dan Fatia. Namun, keduanya sama sekali tidak pernah menanggapi somasi tersebut. Alhasil, Luhut mempidanakan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya.

 

Dakwaan

Sebagai informasi, jaksa mendakwa Haris Azhar dengan pasal perbuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik terkait perkara dengan Luhut Binsar Pandjaitan.

 

Haris didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

 

Jaksa mengatakan Haris telah mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

 

Selain itu, Jaksa menjelaskan informasi terkait pencemaran nama baik Luhut itu disebar Haris Azhar pada 18 Januari 2021 di akun YouTube Haris Azhar dengan 216 ribu subscribers. Video yang diunggah di YouTube itu berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam'.

 

Hal utama yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.

 

Dalam video tersebut, duduk sebagai narasumber adalah Fatiah Maulidiyanti dan Owi. Jaksa mengatakan ketiga orang tersebut memiliki maksud mencemarkan nama baik Luhut. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.