Latest Post

 

SANCAnews.id – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menuduh Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai penjahat perang. itu dinilai mereka lantaran TNI dan Polri dianggap melakukan penyerangan secara masif kepada warga asli Papua.

 

Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan kalau TNI dan Polri melakukan operasi militer ke area perkampungan serta perkebunan warga di Papua Barat. Mereka juga diklaim telah membakar rumah penduduk asli Papua.

 

"Melihat kejahatan militer dan polisi Indonesia ini, maka hari ini kami umumkan bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo adalah penjahat perang, yang mana terang-terangan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua," kata Sambom melalui keterangan tertulisnya, Jumat (24/3/2023).

 

Kemudian, Sebby juga melaporkan kalau TNI dan Polri mengklaim telah membunuh anggota TPNPB-OPM. Namun hal tersebut dibantah oleh mereka. Mereka justru menegaskan kalau yang dibunuh oleh TNI dan Polri ialah warga asli Papua.

 

"Tetapi klaim mereka itu tidak benar dan pimpinan militer dan polisi Indonesia di Papua melakukan pembohong publik melalui media massa di Indonesia," tuturnya.

 

Oleh sebab itu, TPNPB-OPM menuntut Jokowi untuk bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan TNI dan Polri.

 

"Hal ini kami berani memberikan fakta kebenaran di pengadilan criminal internasional atas kejahatan Presiden Indonesia Joko Widodo, karena Presiden Indonesia Joko Widodo memberikan instruksi kepada militer dan polisi Indonesia untuk melakukan genocide di Papua terhadap orang asli Papua dan hal ini fakta yang terjadi di Papua." (suara)

 

SANCAnews.id – Satu anggota TNI berinisial Pratu H tewas tertembak kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Nduga, Papua Pegunungan, pada Senin (3/4/2023).

 

Komandan Korem 172/PWY Brigjen TNI J.O. Sembiring menyebut Pratu H tewas saat kontak tembak dengan kelompok TPNPB-OPM sekitar pukul 09.40 WIT.

 

"Terjadi kontak tembak antara gerombolan KST dengan Prajurit Pos Yal Satgas Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad mengakibatkan satu prajurit TNI tertembak dan meninggal dunia atas nama Pratu H di Pos Yal Distrik Yal Kabupaten Nduga," kata Sembiring kepada wartawan, Senin (3/4/2023).

 

Sembiring menjelaskan sejumlah anggota masih bersiaga di sekitar lokasi. Hal ini dikemukakan untuk mengantisipasi adanya aksi serangan susulan.

 

"Saat ini prajurit Pos Yal Satgas Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad melakukan siaga mengantisipasi aksi susulan dari pihak gerombolan KST," katanya.

 

Sedangkan jenazah Pratu H, lanjut Sembiring, telah dievakuasi ke RSUD Timika. Rencanya, Selasa, 4 April 2023 besok jenazah akan diterbangkan ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

 

"Besok jenazah Pratu H akan diterbangkan menuju keluarga di kampung halamannya di Sumbawa," tandasnya. (suara)

 

SANCAnews.id – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengaku sebenarnya sudah tidak ingin menanggapi tindakan KSP Moeldoko, yang masih terus ingin mengambil alih partainya usai upaya KLB di Sumatera Utara beberapa tahun lalu. Menurutnya, isu pengambil alihan Partai Demokrat sudah tidak menarik.

 

"Sebenarnya bagi kami mengangkat kembali isu terkait upaya KSP Moeldoko untuk mengambil alih Partai Demokrat sudah tidak menarik lagi," kata AHY saat konferensi di Kantor DPP Demokrat, Senin 3 April 2023.

 

AHY dan para kader Partai Demokrat, juga mengaku sudah mengetahui watak dari Moeldoko, mantan Panglima TNI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY tersebut. Terutama dalam berpolitik dan berdemokrasi di Indonesia. Kepala Staf Presiden, Moeldoko, dalam forum KLB Partai Demokrat di Deli Serdang. Photo : Istimewa. AHY juga mengatakan, banyak senior di Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tidak sepakat. Bahkan, mereka malu atas tindakan Moeldoko yang jauh dari cerminan sebagai seorang mantan prajurit. 

 

"Bahkan banyak senior saya di TNI dan juga senior KSP Moeldoko merasa malu dengan perilaku KSP Moeldoko. Menurut mereka perilaku KSP Moeldoko tidak mencerminkan sikap ksatria apalagi patriot sebagai prajurit yang pernah digembleng di Lembah Tidar," papar AHY, yang juga pernah menjadi anggota TNI itu.

 

Tetapi AHY juga heran dengan langkah Moeldoko, yang mengajukan Peninjauan Kembali atau PK ke Mahkamah Agung, agar bisa merebut Demokrat. Ia melihat ada pembiaran terhadap mantan Panglima TNI tersebut dalam bertindak seperti ini.

 

"Tetapi yang lebih yang lebih menarik lagi sekarang, betapa perilaku tidak terpuji tersebut seolah dibiarkan begitu saja, padahal yang bersangkutan adalah kepala staf Presiden Republik Indonesia," ujarnya menambahkan.

 

Hal ini juga, kata dia, yang sering diperbincangkan banyak kalangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

 

"Saya ke luar negeri ke beberapa negara banyak yang bertanya, kok bisa terjadi seperti itu di Indonesia dan seolah-olah dibiarkan begitu saja," katanya.

 

Maka dari itu, AHY mengumpulkan para kader dan petinggi Partai Demokrat untuk memperkuat barisan. Mereka bahkan, lanjut dia, menyiapkan kontra memori untuk melawan Moeldoko di Mahkamah Agung karena mengajukan PK. (viva)

 

SANCAnews.id – Puluhan kader Partai Demokrat dipimpin Ketua DPD Demokrat Sumatera Utara, Muhammad Lokot Nasution mendatangi Pengadilan Tinggi (PT), Senin siang, 3 April 2023. Kedatangan mereka bertujuan menyampaikan surat permohonan perlindungan hukum.

 

Perlindungan hukum tersebut terkait dengan Peninjauan Kembali (PK) terkait kepengurusan Partai Demokrat dibawah pimpinan Agus Harimuti Yudhoyono (AHY) yang diajukan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko. Lokot menilai Moeldoko Cs masih berniat merebut paksa partai berlambang mercy dari pengurus yang sah.

 

"Pada hari ini, Kami DPD Partai Demokrat Sumut bersama seluruh jajaran. Ada juga DPC Kota Medan, mengantarkan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) melalui pengadilan Tinggi Medan," kata Ketua DPD Demokrat Sumut, Lokot Nasution kepada wartawan di PT Medan.

 

Lokot mengungkapkan bahwa tujuan kedatangan pihaknya ke PT Medan dengan menyampaikan surat, agar MA untuk melindungi Partai Demokrat dari perampasan Moeldoko. Dengan cara, mengajukan PK untuk kembali mengganggu dan mencuri partai Demokrat dari pengurus yang sah saat ini.

 

"Bersama dengan surat permohonan perlindungan yang kami sampaikan ke MA ini. Kami juga menyampaikan perlindungan kepada bapak Presiden Jokowi. Karena KSP Moeldoko ini, kan pembantunya pak Jokowi. Harusnya sebagian pembantu pak Jokowi, bisa mengatur pak Moeldoko, supaya jangan agak sedikit gila," ujar Lokot.

 

Lokot mengaku siap menghadapi kegilaan Moeldoko yang nekat merebut Demokrat dari pengurus yang sah saat ini, bila ada diperintahkan oleh DPP Demokrat.

 

"Kalau memang Pak Moeldoko ini mau main gila, kami ini berharap Ketua Umum kami, mas AHY memerintahkan kami, supaya gila sekalian aja," tegasnya Lokot menyinggung adab yang dibangun oleh Partai Demokrat dengan etika yang diperintahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan AHY. 

 

"Karena ini proses hukum kita ikuti, nanti kalau urusan politik, kita juga main politik. PK yang dilakukan Moeldoko cs ini setelah Partai Demokrat resmi mengusung mas Anies Baswedan sebagai Capres 2024," ucap Lokot.

 

Lokot mengungkapkan aksi yang sama juga dilakukan 37 DPD Demokrat di Indonesia, dengan menyampaikan surat perlindungan 20 PT se-Indonesia.

 

"Hari ini, seluruh DPD dan DPC, jadi di 37 Indonesia DPD. Tapi, PT ada 20 di Indonesia. Jadi di 20 PT, sementara DPC kami ada 500 an. Hari ini, dilakukan serentak menyerahkan permohonan perlindungan hukum," ucap Lokot.

 

Sementara itu, Humas PT Medan John Pantas Lumbantobing mengatakan pihak Pengadilan Tinggi Medan sudah menerima surat yang disampaikan oleh DPD Demokrat Sumut. 

 

"Jadi, dari Demokrat Sumut menyampaikan surat ke MA melalui pengadilan tinggi dan surat sudah kami terima. Isinya memohon perlindungan hukum. Itu nanti keputusan pimpinan diteruskan ke MA," kata Hakim PT Medan itu. (viva)

 

SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memperingatkan semua pihak untuk mewaspadai dan mengantisipasi dampak buruk putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berpotensi menyebabkan penundaan pemilu tahun 2024.

 

Putusan pengadilan yang dibacakan pada 2 Maret 2023 tersebut menyatakan, "Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari".

 

Jika putusan itu dieksekusi atau terlaksana dan pemilu tertunda, Yusril mengingatkan, penyelenggaraan pemilu melampaui periode masa jabatan presiden dan wakil presiden (berikut para menterinya) dan parlemen sekarang yang merupakan hasil pemilu tahun 2019

 

Segera setelah masa jabatan presiden dan wakil presiden serta parlemen habis pada 20 Oktober 2024, menurut Yusril, negara tidak memiliki pemimpin atau kepala kepala negara-pemerintahan yang bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan negara. Tepat pada saat itulah, katanya, negara berada dalam keadaan kekacauan.

 

Tidak seperti pada masa lalu, katanya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekarang, sesuai konstitusi, tidak bisa memperpanjang masa jabatan presiden, juga tidak bisa menunjuk presiden atau penjabat presiden.

 

"Nah, berarti tanggal 20 Oktober [2024], jam 12 malam lewat 1 detik, Pak Jokowi itu udah kehilangan legalitas dan kewibawaannya; kalau dia memerintahkan sesuatu, orang bilang, 'Pak, minta maaf, ya, Bapak bukan presiden lagi; Bapak bukan wapres, Bapak bukan menteri lagi', tapi [negara] dalam keadaan kekacauan," katanya dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta pada 22 Maret 2023.

 

"Kalau pemilu itu ditunda, berakibat kepada masa jabatan masa jabatan akan terlampaui: DPR habis, presiden habis, menteri habis, semua, DPD habis, MPR habis; negara chaos (kekacauan), anarki, seperti yang saya katakan tadi," katanya, memberikan penekanan.

 

"Jadi, dampak dari putusan pengadilan itu sangat luar biasa besar," ujar sang Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.

 

Mantan menteri kehakiman dan perundang-undangan itu mengingatkan juga bahwa permasalahan tersebut harus segera dicarikan solusinya. Sebab, katanya, situasi negara akan benar-benar buruk jika tak ada pemimpin yang sah dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara.

 

Bahaya akan situasi seperti itu bahkan, katanya, sudah diingatkan oleh para ahli hukum Islam pada masa lampau.

 

"Para ahli hukum Islam mengatakan, lebih baik ada sultan yang zalim daripada tidak ada sultan sama sekali; artinya, sultan itu zalim tapi masih ada yang bertanggung jawab, ada yang memimpin, tapi kalau tidak ada sultan sama sekali yang terjadi adalah kekacauan."

 

"Ahli hukum Islam sudah membicarakan itu 1.200 tahun yang lalu tentang keadaan seperti itu bisa terjadi." (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.