Latest Post

 

SANCAnews.id – Menko Polhukam, Mahfud MD menyinggung momen dirinya dicecar berkali-kali oleh para Anggota Komisi III DPR RI ketika membahas kasus Ferdy Sambo Cs dalam rapat dengar pendapat (RDP) terkait transaksi janggal Rp 349 triliun sore ini.

 

"Saya setiap ke sini, dikeroyok, belum ngomong sudah diinterupsi. Belum ngomong interupsi. Waktu kasus itu juga kasus Sambo, belum ngomong sudah diinterupsi, dituding-tuding," kata Mahfud di ruang rapat DPR, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023).

 

Usai menyampaikan hal tersebut, mendadak mik yang digunakan Mahfud mati.

 

"Jangan begitu dong. Mati ya mik-nya?," tanya Mahfud.

 

Pimpinan RDP, Ahmad Sahroni meminta forum agar tidak menginterupsi Mahfud ketika menjelaskan.

 

"Pak Mahfud kita teruskan saja dulu, yang interupsi biar nanti," ucap Sahroni.

 

Tiba-tiba, dari arah meja pimpinan RDP memberitahu apabila mik yang dipakai Mahfud mati saat rapat.

 

"Interupsi, untuk kasih tahu miknya mati," jelas dia.

 

Mahfud sontak heran dengan hal tersebut. Sebab bagaimana dia mau menjelaskan, jika mik yang dia pakai masih mati.

 

"Lah enggak bisa dong?" tanya Mahfud disambut gelak tawa forum.

 

"Tapi sebelah sini hidup mik-nya nih. Silakan Pak Mahfud," ujar Sahroni.

 

"Kalau mik-nya mati, gimana saya ngomong," sanggah Mahfud.

 

Mahfud lalu berujar adanya sabotase dalam RDP sore ini. Dia meminta Komisi III DPR untuk berani 'buka-bukaan'.

 

"Jangan-jangan disabotase ini. Ndak, kalau mau buka-bukaan ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka," kata Mahfud.

 

Sebut DPR Makelar Kasus 

Sebelumnya, Mahfud MD merasa tak terima dihujani interupsi saat memaparkan penjelasan mengenai transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat rapat dengar pendapat atau RDP bersama Komisi III DPR RI sore ini

 

Bermula ketika, interupsi-interupsi tersebut ditengahi oleh pimpinan rapat, Ahmad Sahroni. Sahroni meminta forum untuk sekedar mendengarkan penjelasan Mahfud.

 

"Berikan ruang Pak Mahfud untuk mengklaridikasi. Nanti setelah Pak Mahfud menyelesaikan, temen-temen silakan menyampaikan apa yang disampaikan Pak Mahfud," kata Sahroni.

 

Mahfud kemudian membalasnya dengan menyindir dan menyebut anggota DPR merupakan makelar kasus. Dia mencotohkan sikap anggota DPR yang memarahi Jaksa Agung ST Burhanuddin.

 

"Saya kira sudah begitu aja hehehe, enggak karena, sering di DPR ini aneh. Kadangkala marah-marah gitu, nggak tahunya makelar kasus dia. Marah ke Jaksa Agung. Nantinya datang ke kantor Kejagung titip kasus," ujar Mahfud.

 

Pimpinan Komisi III, Habiburokhman lantas tidak terima atas pernyataan Mahfud itu. Dia langsung menginsterupsi.

 

"Pimpinan mohon dicatat," sanggah Habiburokhman.

 

Tak hanya Habiburokhman, Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani juga menyatakan pernyataan Mahfud itu tidak relevan.

 

"Interupsi pimpinan. Saya kira ini tidak relevan. Interupsi," timpam Arsul.

 

Dalam kesempatan itu, Habiburokhman menyebut dirinya merupakan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Dia meminta Mahfud untuk melaporkan terkait adanya anggota yang terindikasi sebagai makelar kasus.

 

"Saya kebetulan pimpinan MKD. Saya minta Pak Mahfud apa memang benar ada data yang soal markus anggota DPR disampaikan saja sekarang," jelas Habiburokhman.

 

"Saya sampaikan sekarang," sebut Mahfud. (suara)

 

SANCAnews.id – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar demo tolak pengesahan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU). Mereka mengklaim bakal membawa ribuan massa.

 

Demo tersebut rencananya akan dilaksanakan di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, besok. Kamis (30/3/2023) besok.

 

Koordinator Media BEM SI Ragner Angga mengatakan unjuk rasa tersebut akan diikuti ribuan mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi.

 

"Aksi tolak Perppu Ciptaker jadi UU di Jakarta tiga ribu orang," kata Angga kepada wartawan, Rabu (29/3/2023).

 

Angga menjelaskan pihaknya juga akan menghimpun gerakan demo di berbagai daerah di seluruh Indonesia pada waktu yang sama.

 

"Kami juga menginstrusikan kepada mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia juga turun aksi pada tanggal 30 Maret 2023," tutur dia.

 

Tidak hanya itu, kata Angga, BEM SI juga mengajak berbagai elemen masyarakat ikut aksi, termasuk buruh untuk menolak UU Cipta Kerja.

 

Terlebih, BEM SI kerap unjuk rasa bersama Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) yang salah satunya dihimpun oleh KASBI.

 

"Kami undang mereka juga, undang serikat pekerja. Elemen masyarakat lain juga kita undang," ucap Angga.

 

Angga mengaku heran setelah wakil rakyat yang dipimpin Puan Maharani meloloskan UU yang penuh masalah tersebut. Terlebih adanya gelombang penolakan yang besar dari berbagai elemen masyarakat hingga ditetapkan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

 

"Kami telah bersama-sama merasakan dikhianati oleh bangsa sendiri, berkali-kali suara kami diabaikan. Maka, atas dasar pembangkangan ini. Aliansi BEM Seluruh Indonesia akan turun aksi untuk menuntut dan mendesak DPR RI dan pemerintah agar mencabut UU Cipta Kerja," tutur dia.

 

Jadi Polemik

Diketahui, aturan mengenai cipta kerja kerap menjadi polemik sejak proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).

 

RUU Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR pada Senin (5/10/2020). Namun, UU Cipta Kerja akhirnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan uji formil.

 

UU Cipta Kerja kemudian dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020. Pada putusan itu pula, Mahkamah Konstitusi memerintahkan perbaikan pada pembentukan UU Cipta Kerja.

 

Kemudian pada Jumat (30/12/2023), Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Terbaru, DPR mengesahkan Peppu tersebut menjadi UU dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna, Selasa (21/3/2023). (suara)


SANCAnews.id – Sikap PDIP menolak kehadiran Tim U-20 Israel di Piala Dunia U-20 yang akan digelar di Indonesia dinilai hanya sebatas jualan politik menjelang Pemilu 2024.

 

Pasalnya, penolakan dari kader PDIP seperti Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Gubernur Bali, I Wayan Koster, kontras dengan sikap menerima delegasi Israel pada Sidang Majelis ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Bali pada 2022 lalu.

 

“Penolakan itu kental nuansa politik, karena ada kesan berbeda dengan sikap PDIP selama ini yang cenderung terbuka pada aspek relasi internasional,” kata pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah, Dedi Kurnia Syah, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/3).

 

Menurut Dedi, meskipun Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, tetapi untuk Piala Dunia U-20 tidak terkait langsung dengan itu. Ditegaskan Dedi, kompetisi Piala Dunia U-20 tidak terkait langsung dengan sistem politik negara, karena itu merupakan wewenang FIFA.

 

“Sehingga, menolak Israel bertanding di gelaran FIFA merupakan sikap kurang bijak. Jika alasannya soal pengakuan negara, maka cukup dengan memberi syarat misalnya menolak pengibaran bendera negara Israel atau simbol-simbol negara Israel,” jelas Dedi.

 

Selain itu, Dedi menyebut Indonesia menjalankan sistem politik bebas aktif dalam kebijakan internasional. Lagipula, warga Indonesia sering berkunjung ke Israel.

 

“Jika mengacu pada aspek penolakan politisi PDIP, harusnya mereka juga mengecam warga kita yang datang ke sana, bisa dimulai dengan mengecam Yahya Staquf. Jika tidak, maka PDIP sedang menjadikan isu ini untuk propaganda politik,” pungkasnya. (*)

 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial Helmi Felis mengkritik sikap PDIP yang tengah mempertimbangkan langkah hukum atas penyebar video bagi-bagi uang kepada jamaah salat tarawih di sebuah Masjid.

 

Menurutnya, partai penguasa semakin kurang ajar. Hal itu disampaikan Helmi Felis dalam akun Twitter pribadinya, pada Selasa 28 Maret 2023.

 

"Sebenarnya HUKUM itu sendiri untuk apa? Untuk melindungi Penguasa atau untuk keadilan? Penguasa kok makin kurang ajar ya?," ujar dia seperti dikutip dari WE NewsWorthy.

 

Diketahui sebelumnya, viral di media sosial video pembagian amplop berwarna merah dengan lambang partai khas PDIP di salah satu masjid di Sumenep, Jawa Timur. Dalam unggahan lain, berupa foto amplop yang berisikan dua lembar Rp100.000 dan dua lembar Rp50.000

 

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan pihaknya telah menugaskan Bawaslu Sumenep untuk menelusuri kejadian tersebut. Sebab, pada dasarnya Bawaslu tidak memperbolehkan politik praktis di tempat ibadah.

 

"Sekarang teman-teman Bawaslu Sumenep sedang menyelidiki kasusnya, ini kan dugaannya sehingga kita harapkan bisa ditindak lanjuti ke depan," kata Bagja, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3).

 

"Yang jelas Bawaslu tetap pada komitmen bahwa tidak boleh ada kegiatan politik praktis di masjid atau tempat ibadah tidak boleh. Tidak diperkenankan itu untuk menjaga kondusifitas menjelang masa kampanye," sambungnya.  (*) 

NewsWorthy.


 

SANCAnews.id – Pengamat Komunikasi Politik Jamiluddin Ritonga memberikan respon terkait video viral yang memperlihatkan aksi bagi-bagi amplop dengan logo Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Pembagian uang senilai Rp300 ribu di salah satu masjid Kabupaten Sumenep itu harus ditindak tegas menurut Jaimluddin. Ia pun meminta Bawaslu untuk mengusut video tersebut yang terindikasi melakukan pelanggaran.

 

"Tanpa diminta Bawaslu harus memeriksa pihak-pihak yang terkait kasus tersebut, khususnya DPD PDIP Jawa Timur dan DPC PDIP Sumenep," ujarnya saat dihubungi wartawan, Selasa (28/3/2023).

 

Menurut Jamiluddin, sebagai politisi seharusnya tidak membenarkan tindakan politik uang dengan alasan apapun. Pasalnya, tempat ibadah, sesuai aturan yang berlaku, harus streril dari urusan politik, termasuk penggunaan simbol-simbol partai.

 

"Jadi, alasan uang di amplop itu sebagai zakat tentu patut dicurigai. Jangan hal itu hanya dijadikan pembenaran agar terbebas dari kasus politis," katanya.

 

Jamiluddin menegaskan bahwa kejadian itu juga mengindikasikan adanya upaya menggunakan masjid sebagai ajang mendulang suara. Cara-cara demikian tentu sudah mengarah kepada politik identitas.

 

Seandainya hal itu benar terjadi tentu sangat disesalkan. Sebab, selama ini PDI Perjuangan aktif mengampanyekan anti-politik identitas. Menurut Jamiluddin, hal ini sama saja ibarat jeruk makan jeruk.

 

"Jadi Bawaslu harus menuntaskan kasus tersebut. Masyarakat menanti apakah Bawaslu punya nyali menuntaskan kasus tersebut," pungkasnya.  (kontenjatim)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.