Latest Post


SANCAnews.id – Politikus Partai Demokrat Cipta Panca Laksana menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memutuskan melakukan impor beras hingga 2 juta ton.

 

Pemerintah merencanakan impor beras 2 juta ton di tahun 2023 ini. Adapun impor beras tahun ini akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, 500 beras impor akan segera didatangkan.

 

Selain untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), impor beras juga akan dimanfaatkan untuk beberapa keperluan seperti pemberian bantuan sosial pemerintah dan kebutuhan lain seperti yang disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan (CBP).

 

Keputusan impor tersebut telah dikonfirmasi oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. "Sudah diputuskan di Ratas (rapat terbatas)," ujar Zulkifli Hasan dikutip dari Tempo.

 

Menanggapi hal tersebut, Panca menyindir Presiden Jokowi yang sempat mengunjungi aktivitas panen raya di salah satu daerah di Jawa Tengah baru-baru ini.

 

Menurutnya, ketika Presiden Jokowi melakukan aktivitas tersebut lantas berfoto ria, itu menunjukkan ada kabar buruk untuk para petani.

 

“Kalau dia udah bikin2 foto di sawah, alamat celaka petani kita,” ujar Panca, dikutip WE NewsWorthy dari akun Twitter pribadi pada Selasa (28/3/2023).

 

Untuk diketahui Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja di Jawa Tengah, Kamis (09/03/2023). Presiden tiba di Bandar Udara (Bandara) Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar pukul 08.00 WIB.

 

Tampak menyambut kedatangan Presiden yakni Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X beserta istri, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Widi Prasetijono beserta istri, Kapolda DIY Irjen Pol. Suwondo Nainggolan beserta istri, dan Danlanud Adi Sutjipto Marsma TNI Dedy Susanto beserta istri.

 

Dari bandara tersebut, Presiden langsung menuju lokasi panen raya padi di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. (*) 


 

SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut perilaku politik uang atau money politic yang umumnya terjadi jelang Pemilu akan sulit untuk dihapus.

 

Hal itu lantaran, meskipun jelas dilarang dalam aturan Pemilu, namun kebiasaan tersebut terus menerus dilakukan oleh banyak oknum.

 

“Jadi kita nanti teriakin sama-sama, Parpol atau calon yang bagi-bagi uang, walaupun itu sudah sering terjadi,” ujar Refly, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa (28/3/2023).

 

Apalagi, di era pemerintahan Presiden Jokowi, kata Refly, politik uang tampaknya menjadi satu hal yang lazim. Sejumlah pejabat bahkan melakukannya secara terang-terangan di hadapan publik.

 

“Jadi kita melihat itu sebagai sebuah kelaziman, dan itu dicontohkan oleh pejabat-pejabat publik di bawah pemerintahan Presiden Jokowi,” terangnya.

 

“Bahkan, Jokowi sendiri di luar musim Pemilu mencontohkan itu juga, bagi-bagi sembako, lempar sembako,” sambungnya.

 

Refly mengatakan, rakyat sudah dihadapkan pada contoh nyata soal permainan politik uang yang dilakukan oleh para pejabat negara.

 

Hal itu jelas karena Indonesia tak pernah menerapkan aturan hukum yang jelas dan tegas untuk menindak pelaku politik uang.

 

“Kita sudah diberikan contoh yang paripurna dari atas ke bawah, sehingga sulit seperti ini ditegakkan hukumnya, mau diapain lagi? didiskualifikasi ngamuk nantinya,” ujar Refly.

 

“Jadi kita tidak punya sebuah hukum yang keras, tegas, jelas terhadap pelaku money politic, sehingga akan berulang terus menerus,” pungkasnya. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Desakan kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDI Perjuangan agar memberikan sanksi kepada Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDIP Jawa Timur, Said Abdullah, semakin menguat.

 

Pasalnya, Said Abdullah membagikan amplop dengan logo PDIP berisikan uang Rp 300 ribu, kepada jemaah masjid yang dibangun oleh orang tuanya, Masjid Abdullah Sychan Baghraf, Sumenep. Padahal sekarang belum memasuki tahapan kampanye Pemilu Serentak 2024.

 

“DPP PDIP perlu menelusuri, memproses, dan melakukan pemanggilan atas kasus pembagian amplop yang dilakukan oleh Plt Ketua DPD PDIP Jawa Timur (Said Abdullah),” ujar pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/3).

 

Menurutnya, tindakan pemberian uang itu sama saja memperlihatkan kegiatan politik uang yang melanggar UU 7/2017 tentang Pemilu. Makin parah karena dilakukan di tempat ibadah.

 

“Perilaku ini tidaklah terpuji, layak diberikan sanksi teguran. Ini mencoreng wajah banteng moncong putih,” tutur dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo ini,

 

“PDIP selama ini menolak politik identitas, selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan masyarakat, dan mendorong perilaku anggota-anggota partainya berperilaku terpuji,” demikian Efriza. (*)

 

SANCAnews.id – Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto, dituntut 17 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar dalam kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kasranto selama 17 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata salah seorang Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/3).

 

Kasranto terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 

Ia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menerima, menjadi perantara dari jual-beli, dan menyerahkan narkotika golongan 1 bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.

 

Usai mendengar tuntutan, Kasranto melalui kuasa hukumnya bakal mengajukan pembelaan atau pledoi pada Rabu pekan depan (5/4).

 

Selain itu, melalui penasihat hukumnya, Kasranto juga memastikan tidak mengajukan justice collaborator terkait tuntutan jaksa.

 

Selain Kasranto, Irjen Teddy Minahasa juga tersandung kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu bersama AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti alias Anita Cepu, dan tersangka lainnya.

 

Teddy didakwa memperjualbelikan barang bukti hasil pengungkapan Polres Bukittinggi yakni narkoba jenis sabu sebanyak 5 kilogram.

 

Para pelaku yang diamankan oleh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 UU 35/2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (rmol)

 

SANCAnews.id – PDI Perjuangan disarankan untuk segera memberhentikan Said Abdullah dari anggota DPR RI lantaran secara vulgar membagikan uang dengan menggunakan amplop berlogo partai.

 

"Saya terkaget-kaget hari gini masih ada anggota DPR bagi-bagi duit secara vulgar dengan amplop berlogo partai dan gambar dirinya di tengah jemaah yang duduk menanti waktu salat Tarawih di dalam masjid," ujar analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (27/3).

 

Menurut Ubedilah, peristiwa vulgar tersebut telah menantang UU Pemilu, menantang aturan kampanye, dan merusak suasana dan niat ibadah Tarawih.

 

"Saya sarankan segera partai memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaanya di DPR karena menyalahi integritas anggota DPR dan tentu merusak citra partai tersebut," tegas Ubedilah.

 

Selain diberhentikan kata Ubedilah, Said juga layak diproses secara hukum karena melakukan pembagian uang secara vulgar terbuka di tempat ibadah dan di tengah umat Islam sedang beribadah.

 

"Saya kira Bawaslu bisa segera bertindak," kata Ubedilah.

 

Jika dianalisis dari segi aktor atau pelaku bagi-bagi uang tersebut, lanjut Ubedilah, ternyata Said juga sempat dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 dengan tersangka Suryadharma Ali.

 

"Maknanya ada track record yang bersangkutan, ada dugaan terkait dengan kasus korupsi tersebut. Dari segi kekayaan juga terlihat yang bersangkutan memiliki kekayaan yang bisa dinilai tidak wajar. Jadi saya kira rasional jika partai memberi sanksi tegas memberhentikan yang bersangkutan atau menyerahkan yang bersangkutan kepada proses hukum kepemiluan," pungkas Ubedilah. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.