Latest Post

 

SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut perilaku politik uang atau money politic yang umumnya terjadi jelang Pemilu akan sulit untuk dihapus.

 

Hal itu lantaran, meskipun jelas dilarang dalam aturan Pemilu, namun kebiasaan tersebut terus menerus dilakukan oleh banyak oknum.

 

“Jadi kita nanti teriakin sama-sama, Parpol atau calon yang bagi-bagi uang, walaupun itu sudah sering terjadi,” ujar Refly, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa (28/3/2023).

 

Apalagi, di era pemerintahan Presiden Jokowi, kata Refly, politik uang tampaknya menjadi satu hal yang lazim. Sejumlah pejabat bahkan melakukannya secara terang-terangan di hadapan publik.

 

“Jadi kita melihat itu sebagai sebuah kelaziman, dan itu dicontohkan oleh pejabat-pejabat publik di bawah pemerintahan Presiden Jokowi,” terangnya.

 

“Bahkan, Jokowi sendiri di luar musim Pemilu mencontohkan itu juga, bagi-bagi sembako, lempar sembako,” sambungnya.

 

Refly mengatakan, rakyat sudah dihadapkan pada contoh nyata soal permainan politik uang yang dilakukan oleh para pejabat negara.

 

Hal itu jelas karena Indonesia tak pernah menerapkan aturan hukum yang jelas dan tegas untuk menindak pelaku politik uang.

 

“Kita sudah diberikan contoh yang paripurna dari atas ke bawah, sehingga sulit seperti ini ditegakkan hukumnya, mau diapain lagi? didiskualifikasi ngamuk nantinya,” ujar Refly.

 

“Jadi kita tidak punya sebuah hukum yang keras, tegas, jelas terhadap pelaku money politic, sehingga akan berulang terus menerus,” pungkasnya. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Desakan kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDI Perjuangan agar memberikan sanksi kepada Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDIP Jawa Timur, Said Abdullah, semakin menguat.

 

Pasalnya, Said Abdullah membagikan amplop dengan logo PDIP berisikan uang Rp 300 ribu, kepada jemaah masjid yang dibangun oleh orang tuanya, Masjid Abdullah Sychan Baghraf, Sumenep. Padahal sekarang belum memasuki tahapan kampanye Pemilu Serentak 2024.

 

“DPP PDIP perlu menelusuri, memproses, dan melakukan pemanggilan atas kasus pembagian amplop yang dilakukan oleh Plt Ketua DPD PDIP Jawa Timur (Said Abdullah),” ujar pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/3).

 

Menurutnya, tindakan pemberian uang itu sama saja memperlihatkan kegiatan politik uang yang melanggar UU 7/2017 tentang Pemilu. Makin parah karena dilakukan di tempat ibadah.

 

“Perilaku ini tidaklah terpuji, layak diberikan sanksi teguran. Ini mencoreng wajah banteng moncong putih,” tutur dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo ini,

 

“PDIP selama ini menolak politik identitas, selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan masyarakat, dan mendorong perilaku anggota-anggota partainya berperilaku terpuji,” demikian Efriza. (*)

 

SANCAnews.id – Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto, dituntut 17 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar dalam kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kasranto selama 17 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata salah seorang Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/3).

 

Kasranto terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 

Ia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menerima, menjadi perantara dari jual-beli, dan menyerahkan narkotika golongan 1 bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.

 

Usai mendengar tuntutan, Kasranto melalui kuasa hukumnya bakal mengajukan pembelaan atau pledoi pada Rabu pekan depan (5/4).

 

Selain itu, melalui penasihat hukumnya, Kasranto juga memastikan tidak mengajukan justice collaborator terkait tuntutan jaksa.

 

Selain Kasranto, Irjen Teddy Minahasa juga tersandung kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu bersama AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti alias Anita Cepu, dan tersangka lainnya.

 

Teddy didakwa memperjualbelikan barang bukti hasil pengungkapan Polres Bukittinggi yakni narkoba jenis sabu sebanyak 5 kilogram.

 

Para pelaku yang diamankan oleh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 UU 35/2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (rmol)

 

SANCAnews.id – PDI Perjuangan disarankan untuk segera memberhentikan Said Abdullah dari anggota DPR RI lantaran secara vulgar membagikan uang dengan menggunakan amplop berlogo partai.

 

"Saya terkaget-kaget hari gini masih ada anggota DPR bagi-bagi duit secara vulgar dengan amplop berlogo partai dan gambar dirinya di tengah jemaah yang duduk menanti waktu salat Tarawih di dalam masjid," ujar analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (27/3).

 

Menurut Ubedilah, peristiwa vulgar tersebut telah menantang UU Pemilu, menantang aturan kampanye, dan merusak suasana dan niat ibadah Tarawih.

 

"Saya sarankan segera partai memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaanya di DPR karena menyalahi integritas anggota DPR dan tentu merusak citra partai tersebut," tegas Ubedilah.

 

Selain diberhentikan kata Ubedilah, Said juga layak diproses secara hukum karena melakukan pembagian uang secara vulgar terbuka di tempat ibadah dan di tengah umat Islam sedang beribadah.

 

"Saya kira Bawaslu bisa segera bertindak," kata Ubedilah.

 

Jika dianalisis dari segi aktor atau pelaku bagi-bagi uang tersebut, lanjut Ubedilah, ternyata Said juga sempat dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 dengan tersangka Suryadharma Ali.

 

"Maknanya ada track record yang bersangkutan, ada dugaan terkait dengan kasus korupsi tersebut. Dari segi kekayaan juga terlihat yang bersangkutan memiliki kekayaan yang bisa dinilai tidak wajar. Jadi saya kira rasional jika partai memberi sanksi tegas memberhentikan yang bersangkutan atau menyerahkan yang bersangkutan kepada proses hukum kepemiluan," pungkas Ubedilah. (*)

 

SANCAnews.id – Kinerja Kementerian Keuangan kembali menjadi sorotan publik. Menyusul mencuatnya kasus bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo dan dugaan transaksi gelap ratusan triliun rupiah di kementerian yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati itu.

 

Sri Mulyani mengakui banyak hal yang perlu diperbaiki di Kementerian Keuangan. Terutama di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

 

"Berbagai aspirasi maupun juga kritik dan masukan akan terus kami respons, termasuk dari sisi yang paling penting, Bapak Presiden (Jokowi) minta kami terus memperbaiki pelayanan publik," katanya, saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (27/3).

 

Sosok yang akrab disapa Ani itu mengaku telah menjatuhkan 261 sanksi kepada pegawainya dalam kurun lima tahun. Ratusan pegawai yang mendapatkan sanksi itu karena telah melakukan pelanggaran administratif.

 

Menurutnya, atasan-atasan di kantor pelayanan perlu mendapatkan training, sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan penindakan secara tepat, disiplin, dan memahami risiko dari stafnya itu bisa lebih diandalkan.

 

"Kami mohon maaf di bulan Ramadhan menimbulkan keramaian publik," tandas Sri Mulyani. (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.