Latest Post


SANCAnews.id – Pegiat media sosial Bachrum Achmadi mengomentari video lawas mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat bereda di sebuah gereja.

 

Dalam video lawas tersebut, seorang pendeta mempersilahkan Ahok yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memberikan sambutan.

 

Dalam sambutannya, Ahok pun mengenang momen saat dirinya perta kali menjadi bupati dan dukungan yang diberikan gereja meski tidak semua.

 

“Saya mengingat pertama kali ketika saya mendapat visi untuk masuk ke pemerintahan, tentu tidak semua gereja bisa mendukung. Apa saya memulainya 2003 tapi ketika saya jadi bupati semua bisa terima,” ujar Ahok dalam video yang diunggah akun @Yurissa_Samosir.

 

Tidak hanya saat menjadi bupati, Ahok juga mengenang dukungan pendeta dan gereja saat dirinya mendampingi Joko Widodo sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta.

 

“Jadi ketika saya mendapatkan visi untuk masuk ke DKI orang lebih pikir saya mulai gila lagi. Tapi untunglah ada gereja ada pendeta yang juga punya visi yang sama,” imbuh Ahok.

 

Menanggapi hal tersebut, Bachrum menyebut apa yang dilakukan Ahok di gereja tersebut bukan termasuk politik identitas karena politik identitas hanya berlaku untuk Anies Baswedan.

 

“Ini bkn politik identitas. Politik identitas hanya berlaku buat Anies!” ujar Bachrum, dikutip WE NewsWorthy dari akun Twitter pribadi pada Jumat (24/3/2023).

 

Menurut loyalis Anies Baswedan ini, berpolitik di dalam rumah ibadah bukan hal yang salah karena pada akhirnya umat sendiri yang akan menentukan pilihannya.

 

“Mnurut awak pribadi Ahok ga slh bcr sperti ini dlm rmh ibadah. Silakan saja. Hrsnya sah2 sj seorg tokoh bcr politik dlm rmh ibadah, toh nanti ummat sendiri yg putuskan pilihannya,” ujar Bachrum. (wartaekonomi



 
SANCAnews.id – Arahan pemerintah pusat yang melarang pejabat negara berbuka puasa bersama menuai kontroversi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar (Sumbar) pun mengkritisinya dengan menilai arahan itu harus dipertimbangkan kembali karena menimbulkan pertanyaan tersendiri dari masyarakat.

 

“Menurut hemat saya ini perlu dipertimbangkan lagi,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi di Padang, Jumat (24/3/2023).

 

Mahyeldi menjelaskan, arahan menyangkut larangan buka puasa bersama di kalangan pejabat negara harus melalui pertimbangan matang. Tujuannya untuk menghindari adanya persepsi atau pandangan yang kurang tepat dari masyarakat terhadap pemerintah.

 

Terlebih, jika melihat salah satu alasan arahan larangan buka puasa bersama itu dikeluarkan terkait penanganan COVID-19 yang kini dalam transisi pandemi menuju endemi.

 

Lebih lanjut, Mahyeldi mengaku belum menerima surat resmi pemerintah pusat menyangkut larangan buka puasa bersama bagi pejabat negara. Hal itu tercantum dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor: R-38/Seskab/DKK/03/2023 tanggal 21 Maret 2023.

 

Terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menekankan surat bernomor R-38/Seskab/DKK/03/2023 terkait larangan buka puasa bersama hanya ditujukan kepada para menteri/pejabat pemerintahan.

 

Ketentuan dalam surat itu tidak berlaku bagi masyarakat umum. Artinya, publik masih diberikan kebebasan untuk melakukan atau menyelenggarakan buka puasa bersama. (inilah)

 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Ferri Amsari mengkritisi pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU).

 

Ferri menilai Perppu Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 52 ayat 4 dan 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

"Segala perubahannya menyatakan bahwa pembentukan Perppu menjadi UU atau pengesahan Perppu jadi UU itu harus melalui sidang paripurna periode berikutnya," kata Ferri kepada wartawan pada Jumat (24/3/2023).

 

Karena itu, Perppu Cipta Kerja seharusnya disahkan pada Januari atau Februari, bukan pada Maret seperti yang dilakukan DPR.

 

"Jika kemudian tidak dipenuhi masa sidang berikutnya, tentu saja sifat ihwal kegentingan memaksa itu menjadi hilang," ujarnya.

 

Merujuk pada Pasal 52 UU Nomor 12 Tahun 2011, Ferri mengatakan, Perppu Cipta Kerja harus dicabut karena penetapannya sebagai UU dianggap tidak sah.

 

"Upaya melewati masa sidang berikutnya untuk disahkan pada bulan Maret ini menjadi tidak sah," ujar dia.

 

Lebih lanjut, Ferri menyoroti pembentukan Perppu Cipta Kerja yang dinilai mengabaikan aspirasi publik.

 

Apalagi saat ini gelombang penolakan telah terjadi, sejak penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

 

"Pengabaian-pengabaian ini karena mereka memiliki kekuasaan, tentu saja mereka siap untuk menghadapi kemarahan publik itu dan memang ini rezim yang tidak mendengarkan aspirasi publik," katanya.

 

Sebelumnya, DPR RI mengesahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pengesahan itu dilakukan dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna, Selasa (21/3/2023). (suara)


 

SANCAnews.id – Kritik yang disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) sejauh ini dianggap memenuhi standar akademik, berbasis data, hingga memiliki dasar hukum yang jelas dan argumen yang kokoh.

 

Begitu yang disampaikan Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi kritikan BEM UI terhadap DPR RI.

 

Lembaga perwakilan rakyat itu dikritik karena mengesahkan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU. Bentuk kritiknya, mengeluarkan video berisi meme wajah Ketua DPR RI Puan Maharani dengan berbadan tikus dan tulisan Dewan Perampok Rakyat.

 

"Saya cermati sejauh ini kritik-kritik BEM UI sudah benar memenuhi standar akademik, berbasis data, dasar hukum yang jelas dan argumen yang kokoh," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/3).

 

Menurut Ubedilah, dasar argumen yang disampaikan BEM UI sudah clear. Sebab, UU Ciptaker mengganggu kelestarian lingkungan hidup, mengancam kesejahteraan kelas pekerja dan merampas tanah dengan sektor agraria yang ada di dalamnya.

 

Selain itu, kata Ubedillah, UU Cipta Kerja juga tidak menunjukkan keberpihakan sama sekali bagi kesejahteraan buruh dan rakyat banyak. Ia mengapresiasi BEM UI atas konsistennya menolak Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU.

 

"Karena Jokowi mengabaikan putusan lembaga negara Mahkamah Konstitusi, mengelabui konstitusi bahkan melanggar konstitusi karena membuat Perppu tanpa dasar yang bisa diterima secara konstitusi," kata Ubedilah.

 

Dengan demikian, Ubedilah menilai, apa yang dilakukan BEM UI sudah benar dan diyakini akan dilakukan oleh BEM Seluruh Indonesia (SI) Rakyat Bangkit, BEM SI Kerakyatan, dan mayoritas mahasiswa generasi Z yang akan menjadi korban sistemik yang sangat dirugikan dari pengesahan UU Ciptaker.

 

Ubedilah juga melihat bahwa buruh, petani, akademisi, nelayan dan berbagai unsur masyarakat juga menolak.

 

"Oleh karena itu saya meyakini gelombang protes perlawanan ini akan terus berlangsung. Sebab secara teoritik faktor pendorong dan menguatnya social movement semakin terpenuhi, di antaranya terbentuknya kesadaran kolektif tentang pentingnya perubahan," pungkas Ubedilah. (*)


SANCAnews.id – Setelah kritik Ketua DPR Puan Maharani lewan animasi, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) akan membuat aksi gelombang penolakan yang lebih besar setelah pengesahan Perppu Cipta Kerja. Hal itu ditegaskan oleh Ketua BEM UI Melki Sedek Huang.

 

"Kami akan bergabung dengan berbagai elemen masyarakat sipil. Jadi, tidak hanya mahasiswa, tapi bersama kelas pekerja, buruh, petani, pelajar, nelayan, dan lain sebagainya," kata Melki saat dihubungi, Kamis (23/3/2023).

 

Kata dia BEM UI akan berunding dengan elemen masyarakat sipil, lanjut dia untuk menentukan langkah penolakan selanjutnya.

 

Menurut Melki peluang pengajuan judicial review dan demonstrasi akan menjadi opsi untuk langkah ke depan.

 

"Kami akan pikirkan caranya tapi yang jelas, akan ada gelombang penolakan yang lebih besar dari kemarin," tegas dia.

 

Sebelumnya BEM UI mengkritik ketua DPR Puan Maharani dengan menyebarkan video animasi tiga ekor tikus di dalam Gedung DPR.

 

Kemudian keluar seekor tikus besar yang berada di tengah digambarkan memiliki kepala Ketua DPR Puan Maharani.

 

Video itu kata Melki sebagai bentuk kemarahan berbagai pihak atas disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.

 

"Lebih anehnya lagi, yang lebih membuat kami marah lagi, tindakan inskonstitusional Jokowi yang menerbitkan Perppu Cipta Kerja ini malah diamini, diiyakan oleh seluruh anggota DPR yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU kemarin," tutur Melki.

 

Untuk diketahui, DPR RI baru saja mengesahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Selasa (21/3/2023).

 

***Artikel ini merupakan kerja sama Suara.com dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.