Latest Post

 

SANCAnews.id – Viral di media sosial video dangdutan yang digelar di sebuah masjid, netizen beri komentar keras dalam unggahan video tersebut.

 

Dalam video yang dibagikan akun TikTok tauzzbanjarr itu terekam nampak jelas para warga sedang berjoged bersama penyanyi dangdut. Para warga asik berjoged bersama 2 wanita penyanyi dangdut di depan masjid.

 

Masyarakat pun ramai mengerubungi mereka dan mengabadikan momen menggunakan ponsel masing-masing.

 

Namun, lokasi dan nama masjid yang menjadi tempat para warga berjoged dangdutan itu belum diketahui pasti asalnya.

 

Adapun beberapa netizen mengomentari video dangdutan di masjid yang viral itu.

 

"Kiamat sudah dekat," kata keterangan unggahan, seperti dikutip Suara Semarang dari akun instagram Indozone pada Selasa (23/3/2023).

 

"Innalillahi wainnailahi rojiuun, semoga allah selalu melindungi anak keturunan kami ya allah," kata Erni Alfaningsih.

 

"Ya alloh selamat kan warga sekitarnya....jauhi dari balak penyaket segala macem," sambung user452257219946.

 

"Aduh ada2 ajja orng hidup skrng," pungkas Nor Hasanah. (suara)

 

SANCAnews.id – Larangan dari Presiden Joko Widodo untuk kegiatan buka bersama (Bukber) di lingkungan instansi pemerintah dengan alasan Covid-19 membuat banyak pihak keheranan.

 

Hal ini pun dipertanyakan Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Iwan Sumule melalui akun Twitter miliknya, Kamis (23/3).

 

"Pemerintah ini aneh nggak sih? Padahal, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah dicabut Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022," katanya.

 

Iwan Sumule menyebut jika alasan pandemi Covid-19 yang mendasari terbitnya surat edaran tersebut justru tidak tepat. Pasalnya, kegiatan mengumpulkan massa dalam jumlah besar sudah sering terjadi.

 

Mulai dari perhelatan konser musik dengan puluhan ribu penonton seperti Blackpink dan Dewa 19, hingga pernikahan Kaesang Pangarep di Solo yang dihadiri ribuan orang.

 

"Kenapa kegiatan buka puasa bersama di bulan suci Ramadhan 1444 H agar ditiadakan?" pungkasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Larangan buka puasa bersama (bukber) sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo banyak diprotes publik lantaran alasan pelarangan tidak masuk akal.

 

Dalam surat Sekretaris Kabinet nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan penyelenggaraan buka puasa bersama, tidak diperbolehkan karena penanganan Covid-19 masih dalam transisi pandemi menuju endemi.

 

Sontak, alasan ini menjadi sorotan publik. Salah satu pihak yang turut mengomentari adalah komika, Sam Darma Putra alias Sammy Notaslimboy melalui akun Twitter pribadinya, @NOTASLIMBOY.

 

"Alasannya Covid, ini yang bikin aneh. Pesta anaknya udah gede-gedean, wkwkwk," ujar Sammy seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/3).

 

Pernyataan Sammy itu diduga merujuk pada pesta pernikahan anak Presiden Jokowi, yakni Kaesang Pangarep yang menikahi Erina Gunado pada 10 Desember 2022. Banyak kalangan menyebutkan bahwa pesta pernikahan Kaesang tergolong mewah.

 

Pernikahan Kaesang ini bahkan sempat dilabeli sebagai pesta anak raja Jawa. Putra bungsu presiden ini diarak 12 kereta kencana dalam kirab dari rumah Walikota Solo hingga Pura Mangkunegaran, Solo pada Minggu, 11 Desember 2022. (*)

 

SANCAnews.id – Kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam, baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat, harus dibolehkan dan tidak dilarang oleh Presiden Joko Widodo.

 

Saran ini disampaikan Ketua Umum Partai Bulan Bintang dan juga Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, menanggapi Surat dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang berisi "Arahan (Presiden) terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama”.

 

Surat itu mengurai bahwa alasan penanganan pandemi yang berada di tahap transisi menuju endemi memerlukan sikap kehati-hatian. Atas alasan itu, Presiden memberi arahan agar kegiatan buka puasa bersama pada bulan Suci Ramadhan 1444 H ditiadakan.

 

Surat itu ditujukan kepada para menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri juga diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah.

 

“Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan. Akibatnya, surat itu potensial ‘diplesetkan’ dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat,” ujar Yusril kepada wartawan, Rabu (23/3).

 

Yusril menilai surat yang bersifat rahasia, namun bocor ke publik itu bukan surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu. Tetapi sebatas kebijakan atau policy belaka, sehingga setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudharatnya.

 

Untuk itu, dia menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.

 

“Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh Pemerintah Presiden Jokowi anti-Islam,” sambungnya.

 

Masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah, menurut Yusril, akan mengambil contoh aneka kegiatan seperti konser musik dan olahraga yang dihadiri ribuan orang, malah tidak dilarang oleh pemerintah. Sebaliknya kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang pemerintah.

 

“Saya juga mengkhawatirkan Surat Seskab Pramono Anung itu akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan ceramah Ramadhan di berbagai tempat tahun ini,” demikian Yusril. (rmol) Larangan Presiden Joko Widodo agar Buka Bersama (Bukber) pada Bulan Ramadhan 1444 H ditiadakan dan dikaitkan dengan penanganan Covid-19 sangat tidak masuk akal.

 

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat larangan itu sangat kontralogika. Sebab, semua orang tahu permasalahan Covid-19 bukan lagi perintang beraktifitas, termasuk buka bersama.

 

Jamiluddin pun menyinggung konser di Solo dan Jakarta, yang dihadirin ribuan orang dan idak ada larangan berkumpul.

 

"Bahkan saat konser di Solo, Presiden Jokowi bersama keluarga turut menyaksikan hingga selesai," demikian kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/3).

 

Selain itu, kata Jamiluddin, ketika resepsi pernikahan anaknya, tidak ada larangan sama sekali. Bahkan melalui layar kaca terlihat para undangan umumnya tidak menggunakan masker.

 

"Jadi, bila buka puasa bersama yang dihadiri segelintir orang dilarang, tentu sangat mengada-ada. Larangan yang mengaitkan dengan penanganan Covid-19 sangat tidak nyambung," jelas Jamiluddin.

 

Mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini melihat larangan itu justru mengesankan sebagai upaya membatasi umat Islam untuk saling berinteraksi. Dampaknya, akan membuat sebagian umat Islam semakin alergi terhadap pemerintahan ini.

 

"Karena itu, sudah seharusnya larangan itu dicabut. Itu akan menjadi bukti Jokowi memang masih berpihak kepada ummat Islam," pungkasnya. (*)

 

SANCAnews.id – Kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam, baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat, harus dibolehkan dan tidak dilarang oleh Presiden Joko Widodo.

 

Saran ini disampaikan Ketua Umum Partai Bulan Bintang dan juga Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, menanggapi Surat dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang berisi "Arahan (Presiden) terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama”.

 

Surat itu mengurai bahwa alasan penanganan pandemi yang berada di tahap transisi menuju endemi memerlukan sikap kehati-hatian. Atas alasan itu, Presiden memberi arahan agar kegiatan buka puasa bersama pada bulan Suci Ramadhan 1444 H ditiadakan.

 

Surat itu ditujukan kepada para menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri juga diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah.

 

“Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan. Akibatnya, surat itu potensial ‘diplesetkan’ dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat,” ujar Yusril kepada wartawan, Rabu (23/3).

 

Yusril menilai surat yang bersifat rahasia, namun bocor ke publik itu bukan surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu. Tetapi sebatas kebijakan atau policy belaka, sehingga setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudharatnya.

 

Untuk itu, dia menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.

 

“Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh Pemerintah Presiden Jokowi anti-Islam,” sambungnya.

 

Masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah, menurut Yusril, akan mengambil contoh aneka kegiatan seperti konser musik dan olahraga yang dihadiri ribuan orang, malah tidak dilarang oleh pemerintah. Sebaliknya kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang pemerintah.

 

“Saya juga mengkhawatirkan Surat Seskab Pramono Anung itu akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan ceramah Ramadhan di berbagai tempat tahun ini,” demikian Yusril. (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.