Latest Post

 

SANCAnews.id – Kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam, baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat, harus dibolehkan dan tidak dilarang oleh Presiden Joko Widodo.

 

Saran ini disampaikan Ketua Umum Partai Bulan Bintang dan juga Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, menanggapi Surat dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang berisi "Arahan (Presiden) terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama”.

 

Surat itu mengurai bahwa alasan penanganan pandemi yang berada di tahap transisi menuju endemi memerlukan sikap kehati-hatian. Atas alasan itu, Presiden memberi arahan agar kegiatan buka puasa bersama pada bulan Suci Ramadhan 1444 H ditiadakan.

 

Surat itu ditujukan kepada para menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri juga diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah.

 

“Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan. Akibatnya, surat itu potensial ‘diplesetkan’ dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat,” ujar Yusril kepada wartawan, Rabu (23/3).

 

Yusril menilai surat yang bersifat rahasia, namun bocor ke publik itu bukan surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu. Tetapi sebatas kebijakan atau policy belaka, sehingga setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudharatnya.

 

Untuk itu, dia menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.

 

“Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh Pemerintah Presiden Jokowi anti-Islam,” sambungnya.

 

Masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah, menurut Yusril, akan mengambil contoh aneka kegiatan seperti konser musik dan olahraga yang dihadiri ribuan orang, malah tidak dilarang oleh pemerintah. Sebaliknya kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang pemerintah.

 

“Saya juga mengkhawatirkan Surat Seskab Pramono Anung itu akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan ceramah Ramadhan di berbagai tempat tahun ini,” demikian Yusril. (rmol)

 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menyoroti surat Sekretaris Kabinet yang berisi perintah Presiden Jokowi tentang larangan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan buka puasa bersama.  Ia mempertanyakan alasan Jokowi untuk memberikan instruksi tersebut.

 

Ia beranggapan bahwa ada ketidaksesuaian antara larangan yang dibuat Presiden Jokowi saat ini dengan sikapnya sendiri. Sebab, beberapa waktu lalu mantan Walikota Solo itu menggelar acara pernikahan putra bungsunya dengan mengundang ribuan orang.

 

"Yang pertama ada paradoks. Karena pak Jokowi bisa mengundang orang banyak ke acara nikahan anaknya yang terakhir, Kaesang beberapa waktu lalu," katanya saat dihubungi Populis.id pada Kamis (23/03/2023).

 

Ia lantas mempertanyakan dasar hukum pelarangan buka bersama tersebut. Jika alasannya karena masih ada Pandemi Covid-19 di Indonesia, Anwar menganggap hal tersebut kurang masuk akal.

 

"Atas dasar apa larangan ini dibuat? Kalau alasannya Covid-19, maka timbul pertanyaan di tengah masyarakat. Mengapa untuk pesta pernikahan anak beliau yang mengundang begitu banyak orang, larangan ini tidak berlaku?," tuturnya

 

"Apakah virus ini hanya menyasar orang buka puasa bersama dan tidak menyerang orang pesta pernikahan? Ini kan menjadi suatu keheranan kita bersama," sambungnya.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang kegiatan buka puasa bersama selama Ramadhan ini. Transisi Covid-19 dari pandemi ke endemi menjadi alasan Presiden melarang kegiatan tersebut.

 

Informasi itu sebagaimana tertuang dalam surat bernomor R-38/Seskab/DKK/03/2023 yang diterbitkan Sekretaris Kabinet pada 21 Maret 2023.

 

Surat terkait ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan atau Lembaga yang nantinya akan dilanjutkan ke Gubernur, Bupati, dan Wali Kota melalui Menteri Dalam Negeri. (populis)

 

SANCAnews.id – Presiden Jokowi melarang para pejabat untuk menggelar acara buka bersama selama bulan Ramadhan 2023. Hal ini untuk mencegah penularan Covid-19.

 

Imbauan tersebut dikeluarkan melalui surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang biasa digelar para pejabat di bulan Ramadhan.

 

Surat tersebut pun ditanda tangani oleh Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pada Selasa, (21/03/2023) yang ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan seluruh Kepala Badan atau Lembaga.

 

Di dalam surat himbauan tersebut, Jokowi menggarisbawahi tiga poin penting yaitu:

 

1. Penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian.

 

2. Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan suci Ramadan 1444H agar ditiadakan

 

3. Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para Gubernur, Bupati, dan Walikota.

 

Di ujung surat, Sekretaris Kabinet juga menulis, "Demikian disampaikan agar saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing. Atas perhatian saudara diucapkan terima kasih," tulis Sekretaris Kabinet.

 

Pihak Kemendagri mengaku akan menyiapkan surat himbauan sesuai arahan Jokowi. Namun, larangan ini menuai pro dan kontra di publik. Pasalnya, larangan pagelaran buka bersama karena alasan masih didalam masa transisi pandemi ke endemi seolah mematahkan peraturan presiden yang sudah mencabut status PPKM/PSBB sejak Desember 2022 lalu.

 

Tak hanya itu, imbauan ini juga mendapat komentar dari politisi Partai Demokrat, Yan Harahap. Ia pun menuliskan cuitan dan sindiran soal pesta pernikahan putra bungsu Jokowi, Kaesang yang mengundang hingga 3000 orang.

 

"Pesta anak Presiden saja menghadirkan kerumunan tamu hingga 3000 undangan,” ungkap Yan di akun Twitter pribadinya pada Rabu (22/3/2023).

 

Yan pun melanjutkan cuitannya soal diskriminasi. "Giliran acara buka puasa bersama, Presiden malah melarang. Kok diskriminatif? Ada apa dengan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan? Benar kah surat ini?” lanjut Yan.

 

Tak hanya Yan, para warganet pun ikut mengomentari cuitan ini. Banyak dari mereka yang mengaku kebingungan dengan peraturan ini karena pagelaran konser, festival, bahkan kompetisi internasional dengan ribuan peserta pun telah digelar bahkan saat masih di masa pandemi. Sedangkan, peraturan ini dianggap masih rancu karena tidak sesuai dengan alasan yang diungkap. (suara)


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo diminta segera mencabut surat edaran yang ditandatangani Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, soal larangan buka puasa bersama, karena sangat menyakiti umat Islam.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, berpendapat, surat yang ditandatangani Pramono Anung dan beredar di media sosial itu patut disayangkan, jika benar ada perintah seperti itu dari Presiden Jokowi.

 

"Patut disayangkan. Kenapa? Tahun lalu saja tidak ada larangan buka puasa bersama. Hanya tidak ada open house. Tahun lalu, yang menurut pemerintah tingkat penyebaran Covid-19 masih tinggi saja tidak ada larangan buka puasa bersama saat Ramadhan. Tahun ini soal Covid sudah tidak ketat, kenapa malah melarang buka bersama?" Muslim balik bertanya, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/3).

 

Padahal, sambung dia, pengumpulan massa dalam jumlah besar, seperti berkumpulnya relawan Jokowi di Stadion Gelora Bung Karno, beberapa waktu, diperbolehkan, termasuk di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, saat memperingati 100 tahun Nahdlatul Ulama (NU) juga diperbolehkan.

 

"Kok sekarang, dalam suasan Ramadhan, berbuka puasa bersama dilarang? Ini aneh. Karena menghalangi umat Islam berkumpul bersama untuk buka puasa dan taraweh. Ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2," tegas Muslim.

 

Sebab itu dia meminta surat larangan yang ditandatangani oleh Pramono Anung  atas arahan Presiden itu segera dicabut.

 

"Motif apa yang mendasari keluarnya edaran dari arahan presiden itu. Publik menganggap puasa tahun ini berdekatan dengan Pemilu dan Pilpres 2024. Jangan sampai edaran itu bermotif politik tertentu," katanya lagi.

 

Selain itu, kata Muslim, Presiden Jokowi maupun Pramono Anung juga harus minta maaf kepada umat Islam yang sedang tenang menjalankan ibadah Ramadhan.

 

"Larangan ini sangat menyakiti umat Islam. Kenapa sih umat Islam selalu diganggu dalam berjamaah, termasuk buka puasa bersama. Mengapa rezim ini selalu saja mengeluarkan kebijakan yang tidak pro kehidupan umat Islam, padahal mayoritas di bangsa ini? Ada apa dengan rezim ini?" pungkas Muslim.

 

Seperti diberitakan, pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Kabinet RI nomor R.38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama pada Selasa (21/3).

 

SE yang beredar di media sosial itu menyebutkan, kondisi penanganan Covid-19 masih berjalan di masa transisi pandemi menuju endemi. Sehingga, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadhan 1444 Hijriah agar ditiadakan.

 

Selanjutnya Menteri Dalam Negeri diminta menindaklanjuti arahan itu kepada para gubernur, bupati, dan walikota. (rmol)


SANCAnews.id – Larangan dari Presiden Joko Widodo untuk kegiatan buka bersama (Bukber) bagi umat Islam baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat dinilai tidak bijak dan tidak adil.

 

“Tidak arif dan tidak adil,” ujar Din Syamsuddin dalam keterangannya, Kamis (23/3).

 

Menurut Din, kebijakan itu tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah bukber antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja aparatur sipil negara.

 


Sementara, dinilai tidak adil karena alasan surat edaran yang dikeluarkan Seskab Pramono Anung itu terkesan mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19.

 

“Bukankah Presiden sendiri melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan?” kata mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.

 

Tak hanya itu, Din juga mempertanyakan belakangan Presiden Jokowi justru sering berada di tengah kerumunan dalam setiap kunjungannya.

 

Atas dasar itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menilai kebijakan larangan bukber untuk pejabat pemerintah dan masyarakat tersebut sangat tidak bijak.

 

Apalagi, sambungnya, kebijakan itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadhan yang antara lain mengadakan Iftar Jama'i atau bukber.

 

“Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadhan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu,” pungkasnya. (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.