Latest Post


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo diminta segera mencabut surat edaran yang ditandatangani Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, soal larangan buka puasa bersama, karena sangat menyakiti umat Islam.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, berpendapat, surat yang ditandatangani Pramono Anung dan beredar di media sosial itu patut disayangkan, jika benar ada perintah seperti itu dari Presiden Jokowi.

 

"Patut disayangkan. Kenapa? Tahun lalu saja tidak ada larangan buka puasa bersama. Hanya tidak ada open house. Tahun lalu, yang menurut pemerintah tingkat penyebaran Covid-19 masih tinggi saja tidak ada larangan buka puasa bersama saat Ramadhan. Tahun ini soal Covid sudah tidak ketat, kenapa malah melarang buka bersama?" Muslim balik bertanya, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/3).

 

Padahal, sambung dia, pengumpulan massa dalam jumlah besar, seperti berkumpulnya relawan Jokowi di Stadion Gelora Bung Karno, beberapa waktu, diperbolehkan, termasuk di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, saat memperingati 100 tahun Nahdlatul Ulama (NU) juga diperbolehkan.

 

"Kok sekarang, dalam suasan Ramadhan, berbuka puasa bersama dilarang? Ini aneh. Karena menghalangi umat Islam berkumpul bersama untuk buka puasa dan taraweh. Ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2," tegas Muslim.

 

Sebab itu dia meminta surat larangan yang ditandatangani oleh Pramono Anung  atas arahan Presiden itu segera dicabut.

 

"Motif apa yang mendasari keluarnya edaran dari arahan presiden itu. Publik menganggap puasa tahun ini berdekatan dengan Pemilu dan Pilpres 2024. Jangan sampai edaran itu bermotif politik tertentu," katanya lagi.

 

Selain itu, kata Muslim, Presiden Jokowi maupun Pramono Anung juga harus minta maaf kepada umat Islam yang sedang tenang menjalankan ibadah Ramadhan.

 

"Larangan ini sangat menyakiti umat Islam. Kenapa sih umat Islam selalu diganggu dalam berjamaah, termasuk buka puasa bersama. Mengapa rezim ini selalu saja mengeluarkan kebijakan yang tidak pro kehidupan umat Islam, padahal mayoritas di bangsa ini? Ada apa dengan rezim ini?" pungkas Muslim.

 

Seperti diberitakan, pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Kabinet RI nomor R.38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama pada Selasa (21/3).

 

SE yang beredar di media sosial itu menyebutkan, kondisi penanganan Covid-19 masih berjalan di masa transisi pandemi menuju endemi. Sehingga, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadhan 1444 Hijriah agar ditiadakan.

 

Selanjutnya Menteri Dalam Negeri diminta menindaklanjuti arahan itu kepada para gubernur, bupati, dan walikota. (rmol)


SANCAnews.id – Larangan dari Presiden Joko Widodo untuk kegiatan buka bersama (Bukber) bagi umat Islam baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat dinilai tidak bijak dan tidak adil.

 

“Tidak arif dan tidak adil,” ujar Din Syamsuddin dalam keterangannya, Kamis (23/3).

 

Menurut Din, kebijakan itu tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah bukber antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja aparatur sipil negara.

 


Sementara, dinilai tidak adil karena alasan surat edaran yang dikeluarkan Seskab Pramono Anung itu terkesan mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19.

 

“Bukankah Presiden sendiri melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan?” kata mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.

 

Tak hanya itu, Din juga mempertanyakan belakangan Presiden Jokowi justru sering berada di tengah kerumunan dalam setiap kunjungannya.

 

Atas dasar itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menilai kebijakan larangan bukber untuk pejabat pemerintah dan masyarakat tersebut sangat tidak bijak.

 

Apalagi, sambungnya, kebijakan itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadhan yang antara lain mengadakan Iftar Jama'i atau bukber.

 

“Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadhan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu,” pungkasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo mengeluarkan arahan terkait buka puasa bersama kepada para pejabat dan pegawai pemerintah selama Ramadhan 1444 Hijriah. 


Jokowi meminta agar buka puasa bersama ditiadakan tahun ini. Arahan itu tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama. 


Arahan Jokowi tersebut menuai komentar netizen. Banyak yang memprotes arahan tersebut seperti dilihat di akun Twitter tvOnenews, Kamis (23/3/2023).


"Konser boleh, bukber gak boleh. Ada masalah apa sih?" komentar Arizandi.


"Ciri ciri komunisme," kata Rizal Al Kahfi.


"Alergi banget dgn hal2 yg menyangkut kebiasaan umat Islam," kata akun Menuntut Keadilan.


Surat tersebut diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023. Surat arahan itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala badan/lembaga. Ada tiga poin dalam surat arahan Jokowi tersebut. 


Berikut ini poin-poinnya: 

1. Penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian. 


2. Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan. 


3. Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para gubernur, bupati dan wali kota.


"Demikian disampaikan agar Saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing," tulis surat itu. (tvone)

 

SANCAnews.id – Kegiatan Jalan Sehat Prabowo yang berlangsung di Lapangan PTC, Entrop, Kota Jayapura, Papua ricuh pada Rabu (22/3).

 

Kericuhan tersebut terjadi saat pembagian kupon doorprize, di mana jumlah kupon tidak sebanding dengan masyarakat yang hadir.

 

Diberitakan Teraspapua yang juga anggota Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), massa jalan sehat sempat mengeroyok panitia karena tidak dapat kupon doorprize. Akibatnya, salah satu panitia pingsan dan satu orang ditampar.

 

“Kami kecewa panitia kerja tidak benar, makanya tadi ada peserta jalan sehat keroyok panitia untuk ambil kupon dalam tasnya,” kata salah satu peserta, Yustus.

 

Selain doorprize, pembagian beras dalam kegiatan itu juga tidak teratur. Panitia hanya melempar beras dari atas mobil truk sehingga ribuan masyarakat yang hadir saling berebut. Massa bahkan melempar panitia di atas mobil dengan batu.

 

Pukul 12.00 WIT, massa dibubarkan polisi menggunakan mobil water canon karena situasi sudah ricuh dan aktivitas pembagian kupon dihentikan.

 

Saat dikonfirmasi, Ketua DPD Gerindra Papua, Yanni menyebut insiden itu terjadi karena antusiasme tinggi dari masyarakat.

 

"Intinya saya juga minta maaf, kalau di dalam kepanitiaan itu ada kekurangan. Saya pastikan dari kepanitiaan, tidak ada kupon yang tidak dibagikan kepada masyarakat," ujar Yanni.

 

Adapun kegiatan Jalan Sehat Prabowo digelar Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Papua dalam rangka HUT ke-15 Gerindra. Hadir pula Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra, Sandiaga Salahuddin Uno.

 

Jalan Sehat Prabowo mengambil rute dari lapangan karang PTC menuju ke arah jalan Jaya Asri, kemudian menuju ke arah jalan kantor Walikota Jayapura untuk mengambil kupon doorprize dan kembali finish di lapangan karang PTC Entrop. (rmol)

 

SANCAnews.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menganggap bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tidak mewakilkan suara-suara rakyat, melainkan mewakilkan suara-suara oligarki.

 

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang saat ditanya mengenai video yang berisi meme kritikan terhadap DPR RI yang telah mengesahkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi UU.

 

"Kita merasa bahwa hari ini tidak ada satupun hal-hal baik, suara-suara yang jelas yang disampaikan oleh para anggota parlemen kita terkait suara-suara penolakan kita terhadap Perppu Cipta Kerja," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

BEM UI kata Melki, merasa aspirasinya tidak diserap oleh DPR. Untuk itu, BEM UI menilai bahwa DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan Dewan Perampok Rakyat. Sebab, telah merampok hak-hak rakyat.

 

Melki juga berpandangan bahwa DPR seperti lembaga yang hanya mewakili suara kepentingan pengusaha yang jelas sangat jauh dari kesejahteraan rakyat.

 

"Kami melihat DPR ini isinya semuanya para perampok-perampok yang rakus, seakan-akan memiliki suara rakyat, padahal yang diwakilkan bukan suara rakyat, tapi suara kepentingan-kepentingan para oligarki," pungkas Melki. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.