Latest Post

 

SANCAnews.id – Kegiatan Jalan Sehat Prabowo yang berlangsung di Lapangan PTC, Entrop, Kota Jayapura, Papua ricuh pada Rabu (22/3).

 

Kericuhan tersebut terjadi saat pembagian kupon doorprize, di mana jumlah kupon tidak sebanding dengan masyarakat yang hadir.

 

Diberitakan Teraspapua yang juga anggota Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), massa jalan sehat sempat mengeroyok panitia karena tidak dapat kupon doorprize. Akibatnya, salah satu panitia pingsan dan satu orang ditampar.

 

“Kami kecewa panitia kerja tidak benar, makanya tadi ada peserta jalan sehat keroyok panitia untuk ambil kupon dalam tasnya,” kata salah satu peserta, Yustus.

 

Selain doorprize, pembagian beras dalam kegiatan itu juga tidak teratur. Panitia hanya melempar beras dari atas mobil truk sehingga ribuan masyarakat yang hadir saling berebut. Massa bahkan melempar panitia di atas mobil dengan batu.

 

Pukul 12.00 WIT, massa dibubarkan polisi menggunakan mobil water canon karena situasi sudah ricuh dan aktivitas pembagian kupon dihentikan.

 

Saat dikonfirmasi, Ketua DPD Gerindra Papua, Yanni menyebut insiden itu terjadi karena antusiasme tinggi dari masyarakat.

 

"Intinya saya juga minta maaf, kalau di dalam kepanitiaan itu ada kekurangan. Saya pastikan dari kepanitiaan, tidak ada kupon yang tidak dibagikan kepada masyarakat," ujar Yanni.

 

Adapun kegiatan Jalan Sehat Prabowo digelar Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Papua dalam rangka HUT ke-15 Gerindra. Hadir pula Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra, Sandiaga Salahuddin Uno.

 

Jalan Sehat Prabowo mengambil rute dari lapangan karang PTC menuju ke arah jalan Jaya Asri, kemudian menuju ke arah jalan kantor Walikota Jayapura untuk mengambil kupon doorprize dan kembali finish di lapangan karang PTC Entrop. (rmol)

 

SANCAnews.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menganggap bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tidak mewakilkan suara-suara rakyat, melainkan mewakilkan suara-suara oligarki.

 

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang saat ditanya mengenai video yang berisi meme kritikan terhadap DPR RI yang telah mengesahkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi UU.

 

"Kita merasa bahwa hari ini tidak ada satupun hal-hal baik, suara-suara yang jelas yang disampaikan oleh para anggota parlemen kita terkait suara-suara penolakan kita terhadap Perppu Cipta Kerja," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

BEM UI kata Melki, merasa aspirasinya tidak diserap oleh DPR. Untuk itu, BEM UI menilai bahwa DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan Dewan Perampok Rakyat. Sebab, telah merampok hak-hak rakyat.

 

Melki juga berpandangan bahwa DPR seperti lembaga yang hanya mewakili suara kepentingan pengusaha yang jelas sangat jauh dari kesejahteraan rakyat.

 

"Kami melihat DPR ini isinya semuanya para perampok-perampok yang rakus, seakan-akan memiliki suara rakyat, padahal yang diwakilkan bukan suara rakyat, tapi suara kepentingan-kepentingan para oligarki," pungkas Melki. (*)

 

SANCAnews.id – Selain menyampaikan pernyataan sikap bersama menolak disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) berencana akan membuat gerakan besar untuk menyalurkan kemarahan kepada DPR RI.

 

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, pihaknya sudah melakukan konsolidasi untuk menggelar pernyataan sikap bersama elemen masyarakat sipil lainnya terkait penolakan tersebut.

 

"Terdekat, di hari Minggu nanti akan ada pernyataan sikap, konferensi pers bersama di depan DPR. Tidak hanya mahasiswa, tapi berbagai elemen sipil juga ikutan," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Selain itu kata Melki, BEM UI saat ini sedang merencanakan melakukan sebuah gerakan besar menolak disahkannya Perppu Ciptaker menjadi UU.

 

"Sedang kita rencanakan, jadi kita sedang merencanakan sebuah gerakan besar untuk menyalurkan kemarahan kita kepada DPR," kata Melki.

 

Hal itu kata Melki, perlu dilakukan karena DPR selama ini bermain-main dengan amarah rakyat sejak 2020 lalu yang mengakibatkan nyawa melayang hingga ratusan orang luka-luka karena menolak UU Ciptaker.

 

Ia mengaku kecewa karena DPR mengesahkan Perppu Cipta Kerja yang secara substasni, sama dengan tahun 2020 yang ditolak oleh banyak elemen masyarakat.

 

Pengesahan Perppu Cipta Kerja saat ini kondisinya lebih parah karena dinilai Melki telah menabrak konstitusi.

 

"Jadi ini sedang permainan amarah rakyat yang luar biasa yang harus kita balas. Kita sedang tahap pembahasan, tapi yang jelas kita sangat terbuka pada seluruh elemen masyarakat sipil yang kemudian ingin menolak bersama," pungkas Melki. (*)

 

SANCAnews.id – Banyak profesor hukum yang ada di dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin dianggap berpura-pura tidak mengerti hukum, hingga membuat kepala negara melanggar konstitusi.

 

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang usai mengeluarkan kritikan keras atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU oleh DPR pada Selasa (21/3).

 

Melki mengatakan, BEM UI sudah melakukan penolakan Ciptaker sejak 2020 lalu yang awalnya diinisiasi Omnibus Law Ciptaker. Pada waktu itu, kata dia, BEM UI menilai bahwa proses pembentukan Omnibus Law tidak transparan. Apalagi, disahkan pada malam hari.

 

"Tetap disahkan malam-malam pun substansinya luar biasa bermasalah. Mengganggu kelestarian lingkungan hidup, mengancam kesejahteraan kelas pekerja, merampas tanah dengan sektor agraria yang ada di dalamnya, dan yang paling penting itu tidak menunjukkan keberpihakan sama sekali bagi kesejahteraan rakyat banyak," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Sedangkan untuk Perppu Ciptaker, sendiri kata Melki, BEM UI menolak adanya pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.

 

"Dia dengan mudahnya mengkhianati konstitusi, menyampingkan putusan MK, membuat Perppu Cipta Kerja yang sangat jauh dari ketentuan yang ada di konstitusi, dia tidak memenuhi unsur-unsur kegentingan memaksa, dia kemudian membuatnya dengan amat sangat tertutup dan tidak transparan sesuai dengan putusan MK," ketusnya.

 

"Padahal putusan MK sudah sangat jelas, dinyatakan bahwa dia harus diubah dengan proses partisipatif yang sangat bermakna," sambung Melki.

 

Sehingga, kata Melki, secara formil dibentuknya Perppu Ciptaker sudah sangat salah. Akan tetapi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI malah mengesahkannya menjadi UU.

 

"Sederhananya kalau BEM UI melihat, banyak sekali profesor hukum di dalam kabinet ini pura-pura tidak mengerti hukum, lalu membuat presiden Jokowi melanggar konstitusi. Sedangkan anggota DPR yang ada sekarang ini, anggota DPR yang bodoh dan tidak mengerti konsep-konsep hukum yang benar dalam merancang peraturan negara," bebernya.

 

Akan tetapi, Melki enggan membeberkan siapa saja profesor hukum yang dimaksudnya. Sehingga, Melki membiarkan masyarakat yang menilai akan hal tersebut.

 

"Itu biar publik saja yang menilai," pungkas Melki. (*)


SANCAnews.id – Kritikan melalui meme bergambar Ketua DPR RI Puan Maharani berbadan hewan tikus dianggap sebagai sebuah kritik yang paling keras dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU.

 

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, tidak ada alasan khusus menggunakan wajah Puan dengan badan hewan tikus. BEM UI menilai, Puan sebagai representasi dari DPR RI.

 

"Terkhusus kami cuma mengisyaratkan beliau sebagai pimpinan DPR saja," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Saat disinggung alam berbuntut dipolisikan akibat meme tersebut, Melki menganggap bahwa kritik yang disampaikan itu harus diberikan, mengingat anggota DPR saat ini sudah tidak mewakili suara rakyat.

 

"Dan ini kami anggap kritik yang keras, sehingga kami harap diterima dengan keras dan dipahami dengan keras. Kalau dianggap ada ketakutan atau tidak, kami rasa ini bukan ketakutan, tapi justru kritik ini adalah keharusan," tegas Melki.

 

Melki justru mempertanyakan delik hukum apa yang bisa menjerat BEM UI atas meme wajah Puan berbadan tikus tersebut.

 

"Karena ini ranahnya ranah kritik, ranah yang demokratis. BEM UI merasa bahwa ini masih ranah kritik yang tepat," pungkas Melki. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.