Latest Post

 

SANCAnews.id – Selain menyampaikan pernyataan sikap bersama menolak disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) berencana akan membuat gerakan besar untuk menyalurkan kemarahan kepada DPR RI.

 

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, pihaknya sudah melakukan konsolidasi untuk menggelar pernyataan sikap bersama elemen masyarakat sipil lainnya terkait penolakan tersebut.

 

"Terdekat, di hari Minggu nanti akan ada pernyataan sikap, konferensi pers bersama di depan DPR. Tidak hanya mahasiswa, tapi berbagai elemen sipil juga ikutan," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Selain itu kata Melki, BEM UI saat ini sedang merencanakan melakukan sebuah gerakan besar menolak disahkannya Perppu Ciptaker menjadi UU.

 

"Sedang kita rencanakan, jadi kita sedang merencanakan sebuah gerakan besar untuk menyalurkan kemarahan kita kepada DPR," kata Melki.

 

Hal itu kata Melki, perlu dilakukan karena DPR selama ini bermain-main dengan amarah rakyat sejak 2020 lalu yang mengakibatkan nyawa melayang hingga ratusan orang luka-luka karena menolak UU Ciptaker.

 

Ia mengaku kecewa karena DPR mengesahkan Perppu Cipta Kerja yang secara substasni, sama dengan tahun 2020 yang ditolak oleh banyak elemen masyarakat.

 

Pengesahan Perppu Cipta Kerja saat ini kondisinya lebih parah karena dinilai Melki telah menabrak konstitusi.

 

"Jadi ini sedang permainan amarah rakyat yang luar biasa yang harus kita balas. Kita sedang tahap pembahasan, tapi yang jelas kita sangat terbuka pada seluruh elemen masyarakat sipil yang kemudian ingin menolak bersama," pungkas Melki. (*)

 

SANCAnews.id – Banyak profesor hukum yang ada di dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin dianggap berpura-pura tidak mengerti hukum, hingga membuat kepala negara melanggar konstitusi.

 

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang usai mengeluarkan kritikan keras atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU oleh DPR pada Selasa (21/3).

 

Melki mengatakan, BEM UI sudah melakukan penolakan Ciptaker sejak 2020 lalu yang awalnya diinisiasi Omnibus Law Ciptaker. Pada waktu itu, kata dia, BEM UI menilai bahwa proses pembentukan Omnibus Law tidak transparan. Apalagi, disahkan pada malam hari.

 

"Tetap disahkan malam-malam pun substansinya luar biasa bermasalah. Mengganggu kelestarian lingkungan hidup, mengancam kesejahteraan kelas pekerja, merampas tanah dengan sektor agraria yang ada di dalamnya, dan yang paling penting itu tidak menunjukkan keberpihakan sama sekali bagi kesejahteraan rakyat banyak," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Sedangkan untuk Perppu Ciptaker, sendiri kata Melki, BEM UI menolak adanya pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.

 

"Dia dengan mudahnya mengkhianati konstitusi, menyampingkan putusan MK, membuat Perppu Cipta Kerja yang sangat jauh dari ketentuan yang ada di konstitusi, dia tidak memenuhi unsur-unsur kegentingan memaksa, dia kemudian membuatnya dengan amat sangat tertutup dan tidak transparan sesuai dengan putusan MK," ketusnya.

 

"Padahal putusan MK sudah sangat jelas, dinyatakan bahwa dia harus diubah dengan proses partisipatif yang sangat bermakna," sambung Melki.

 

Sehingga, kata Melki, secara formil dibentuknya Perppu Ciptaker sudah sangat salah. Akan tetapi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI malah mengesahkannya menjadi UU.

 

"Sederhananya kalau BEM UI melihat, banyak sekali profesor hukum di dalam kabinet ini pura-pura tidak mengerti hukum, lalu membuat presiden Jokowi melanggar konstitusi. Sedangkan anggota DPR yang ada sekarang ini, anggota DPR yang bodoh dan tidak mengerti konsep-konsep hukum yang benar dalam merancang peraturan negara," bebernya.

 

Akan tetapi, Melki enggan membeberkan siapa saja profesor hukum yang dimaksudnya. Sehingga, Melki membiarkan masyarakat yang menilai akan hal tersebut.

 

"Itu biar publik saja yang menilai," pungkas Melki. (*)


SANCAnews.id – Kritikan melalui meme bergambar Ketua DPR RI Puan Maharani berbadan hewan tikus dianggap sebagai sebuah kritik yang paling keras dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU.

 

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, tidak ada alasan khusus menggunakan wajah Puan dengan badan hewan tikus. BEM UI menilai, Puan sebagai representasi dari DPR RI.

 

"Terkhusus kami cuma mengisyaratkan beliau sebagai pimpinan DPR saja," ujar Melki kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (22/3).

 

Saat disinggung alam berbuntut dipolisikan akibat meme tersebut, Melki menganggap bahwa kritik yang disampaikan itu harus diberikan, mengingat anggota DPR saat ini sudah tidak mewakili suara rakyat.

 

"Dan ini kami anggap kritik yang keras, sehingga kami harap diterima dengan keras dan dipahami dengan keras. Kalau dianggap ada ketakutan atau tidak, kami rasa ini bukan ketakutan, tapi justru kritik ini adalah keharusan," tegas Melki.

 

Melki justru mempertanyakan delik hukum apa yang bisa menjerat BEM UI atas meme wajah Puan berbadan tikus tersebut.

 

"Karena ini ranahnya ranah kritik, ranah yang demokratis. BEM UI merasa bahwa ini masih ranah kritik yang tepat," pungkas Melki. (*)


SANCAnews.id – Menyambut bulan Ramadhan, warga mandi di sungai dan kerap melakukannya setiap tahun. Namun, tradisi Balimau tak luput dari kejadian di lokasi pemandian yang menelan korban jiwa.

 

Atas perhatian Polda Sumbar, memberikan pengamanan kepada warga di pemandian yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung, menerjunkan satuan Birimob untuk membantu warga dalam melakukan kegiatan bersama keluarga atau rombongan.

 

Hal itu disampaikan Ipda Andi Susandi yang bertugas mengantisipasi lokasi dari H-2 menjelang bulan Ramadan yang rutin digelar setahun sekali, salah satunya di Batang Air Dingin Lubuk Minturun Padang, Rabu (22/3).

 

“Sesuai dengan perintah Kapolda kepada Dansat Brimob untuk menerjunkan Tim SAR dalam rangka tradisi Mandi Balimau setiap tahun diadakan POSKO dengan mendirikan tenda,” jelas Iptu Andi

 

Kemudian Iptu Andi menjelaskan dengan membawa 14 personel yang terdiri dari 12 tim SAR dan 2 personel dari seksi KESJAS (Kesehatan Jasmani) Batalyon A Polopos Polda Sumbar yang dipimpinnya.


“Untuk mengantisipasi korban jiwa, ada 14 personel yang terdiri dari 12 tim SAR dan 2 personel seksi KESJAS yang merupakan seksi kesehatan Batalyon A Polopos Polda Sumbar yang saya pimpin langsung dari Danton I Kompi II Batalyon A Polopos Polda Sumbar di pemandian Lubuk Lukum,” ujar Ipda Andi Susandi.

 

“Selain tugas utama kami menyelamatkan, kami menghimbau kepada masyarakat bagi yang membawa anak kecil yang belum bisa berenang untuk menjaga keselamatannya sendiri agar tidak masuk ke tempat yang dalam dimana mereka tidak bisa berenang dan anaknya tidak bisa lolos dari pantauan,” ujar Ipda Andi yang sudah 2 hari bertugas di lokasi pemandian tampak aman dan terkendali hingga sore tadi meski tertutup awan hendak hujan. (sanca)


SANCAnews.id – Ketua DPR RI Puan Maharani kembali mematikan mikrofon anggota DPR saat pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (21/3).

 

Pantauan apahabar.com, anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan semula melayangkan protes saat Ketua DPR Puan Maharani meminta persetujuan kepada anggota DPR untuk Perppu Cipta Kerja.

 

"Berkenaan dengan itu apakah RUU tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja bisa disetujui?" tanya Puan.

 

Lalu Partai Demokrat dengan tegas menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Sebab Demokrat menilai Perppu Cipta Kerja tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

 

"Fraksi Demokrat menolak Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja," timpal Hinca.

 

Namun, usai Demokrat menyampaikan interupsi penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja, Puan Maharani langsung mematikan mikrofon Hinca Panjaitan.

 

Sementara, Fraksi PKS menyatakan walk out atau keluar rapat paripurna setelah perwakilan fraksi, Bukhori Yusuf menyampaikan interupsi.

 

Mereka menilai Perppu Ciptaker tidak jauh beda dengan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Isi dari Perppu juga dianggap memuat pasal pasal bermasalah yang merugikan, terutama untuk buruh dan lingkungan.

 

Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja diteken Jokowi untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021. (apahabar)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.