SANCAnews.id – Komisi III DPR mempertanyakan ihwal polemik
transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan PPATK dan diserahkan ke
Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.
Anggota Komisi III Arteria Dahlan
mengatakan, laporan PPATK itu tidak boleh diumumkan ke publik. Dalam UU Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.
"Saya katakan Pak Ivan clear
ini. Tadi ada penjelasan dan kami percaya. Tapi yang bagian ngebocorin bukan
Pak Ivan kan? Yang menceritakan macam-macam itu bukan dari mulutnya Pak Ivan
kan?" tanya Arteria dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Selasa
(21/3).
"Bukan, bukan," jawab
Ivan.
"Saya bacakan pasal 11, Pak,
pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim, dan setiap
orang, setiap orang itu termasuk juga menteri termasuk juga Menko, Pak, ya,
yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya
menurut UU ini, wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,"
beber Arteria.
"Sanksinya, Pak, sanksinya
setiap orang itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ini
undang-undangnya sama, Pak. Ini serius," lanjut politikus PDIP itu.
Secara lengkap pasal 11 itu
berbunyi:
(1) Pejabat atau pegawai PPATK,
penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau
keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib
merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban
menurut Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik,
penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Muatan Politik?
Anggota Komisi III lain, Benny
Harman, mengatakan kewenangan Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan adanya
transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang diusut Kemenkeu.
"Beliau (Mahfud) umumkan ke
publik. Anda tahu?" tanya Benny.
"Saya dengar di media, saya tahu,"
jawab Ivan.
"Apa itu boleh?" tanya
Benny lagi.
"Sepanjang tidak menyebutkan
nama," jawab Ivan singkat.
"Apa itu boleh?" Benny
tanya lagi dengan nada tinggi.
"Menurut saya boleh,"
timpal Ivan.
"Kalau Anda katakan itu
boleh, tunjukkan ke saya pasal berapa dalam UU. Sebab kalau tidak, Bapak Ibu
yang saya hormati, Saudara Menkopolhukam dan Anda juga sebetulnya punya niat
politik yang tidak sehat, mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di
Kemenkeu. Itu yang Saudara lakukan," kata Benny.
Politikus Demokrat itu lalu
meminta agar Komisi III memanggil Mahfud MD sebagai pihak yang membuka polemik
ini ke publik.
"Jadi saya minta Kepala
Komite Menkopolhukam dihadirkan di tempat ini dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya," pungkas Benny.
Diungkap Pertama Mahfud
Polemik dana Rp 349 triliun yang
sebelumnya Rp 300 triliun, pertama kali diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD
kepada wartawan di UGM, Yogyakarta.
Mahfud mengatakan ada pergerakan
uang yang mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan, yakni di
Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.
"Saya sudah dapat laporan
yang pagi tadi terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 T
(triliun) di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat
Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud MD di UGM, Rabu (8/3).
(kumparan)