Latest Post

 

SANCAnews.id – Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya mengingatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk tidak membenci orang dengan mendarah daging.

 

Hal ini disampaikan Willy dalam merespons pernyataan Hasto ihwal masukan Presiden Jokowi ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait calon presiden. Di mana capres harus yang bisa melanjutkan kepemimpinan Jokowi, agar tidak seperti di Jakarta.

 

"Pendapat Hasto tetap kita hormati. Bagaimanapun kalau benci tetap benci. Pesan saya ke Hasto kalau benci ke orang tidak boleh mendarah daging," kata Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarat, Selasa (21/3/2023).

 

Willy malah memandang Anies Baswedan yang kini dijagokan menjadi calon presiden bisa membawa pikiran dari Presiden ke-1 RI Soekarno.

 

"Jangan jangan Anies yang membawa pikiran Bung Karno menjadi lebih realistis. Karena kita jalani politik dengan riang gembira dan jangan pernah pernah benci berlebihan karena memiliki calon adalah suatu hal yang dinamis,"

 

Willy mengingatkan kembali bahwa dalam berpolitik tidak harus saling menebar kebencian, kendati ada perbedaan.

 

"Dalam politik itu perbedaan adalah yang dinamis. Kenapa kita harus menebar politik kebencian. Siapa yang mengigit cabai maka dia yang kepedasan," kata Willy.

 

Hasto sempat menanggapi soal masukan Presiden Jokowi kepada Megawato soal calon presiden yang akan diusung di Pilpres 2024.

 

Masukan itu sebetulnya disampaikan Jokowi saat melakukan pertemuan dengan Megawati di Istana Merdeka pada Sabtu (18/3/2023).

 

Hasto menyampaikan, Jokowi sangat fokus terhadap capres yang bisa melanjutkan kepemimpinannya. Terlebih jangan sampai terjadi seperti kondisi di Jakarta.

 

"Ya Bapak Presiden Jokowi kan sangat concern bagaimana kepemimpinan beliau selama dua periode itu berkelanjutan. Jangan sampai terjadi di Jakarta," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).

 

Menurutnya, fokus keberlanjutan tersebut juga diharapkan bisa lahir dari PDIP. Kedua tokoh tersebut dalam pertemuannya membahas kepemimpinan yang harus bisa senafas dengan kepemimpinan sebelumnya.

 

"Maka dialog antara Ibu Mega dan Pak Jokowi itu membahas bagaimana kepemimpinan yang satu napas sejak Bung Karno, ini Mega, dan Pak Jokowi dan kepemimpinan nasional yang akan datang," tuturnya.

 

Lebih lanjut, ia menyampaikan, nantinya kepemimpinan yang berkelanjutan tersebut akan ditopang oleh PDIP sebagai partai. Terlebih juga partai-partai lainnya.

 

"Itu ditopang oleh kekuatan politik, yaitu PDI Perjuangan dan tentu saja nanti mungkin akan ada partai politik dalam kerja sama dan paling penting adalah topangan dari rakyat itu," katanya.

 

Beri Masukan 

Jokowi sebelumnya mengaku telah memberikan masukan soal bakal calon presiden yang akan diusung PDIP kepada  Megawati saat keduanya melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Sabtu (18/3/2023) lalu.

 

"Yang jelas saya memberikan pandangan-pandangan dari angka-angka yang kita miliki dan dari data yang kita miliki," kata Jokowi ditemui usai acara penghargaan penanganan Covid-19 di Jakarta, Senin (20/3/2023).

 

Kendati begitu, saat ditanya siapa sosok bacal calon presiden yang akan diusung nantinya, Jokowi meminta awak media bertanya langsung kepada Megawati.

 

"Calonnya tanya Bu Mega," tuturnya.

 

Sementara itu terpisah, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, menyampaikan, pertemuan Megawati dan Presiden Jokowi membahas tentang Pilpres dan tahapan-tahapannya. Dimana masih ada waktu bagi partai untuk menentukan figur yang akan diusung.

 

"Masih ada waktu, buat apa kita punya KPU yang telah menetapkan tahapan-tahapan pemilu kalau tidak percaya pada KPU. Dan menurut KPU September (penentuan Capres),” kata Hasto dalam keterangannya.

 

Hasto memastikan bahwa ketua Umum PDIP Megawati akan mengambil keputusan yang tepat terkait sosok Capres-Cawapres tersebut. Dan Pemilu 2024 juga pasti akan dilaksanakan.

 

"Kemarin sudah diawali dengan suatu dialog. Bayangkan dua jam empat mata antara ibu Mega dan pak Presiden Jokowi. Pasti itu membahas hal hal yang sifatnya serius," tuturnya. (suara)

 

SANCAnews.id – Safari politik Anies Baswedan di Surabaya beberapa waktu lalu sukses membuat partai penguasa sekelas PDI Perjuangan kepanasan.

 

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen mengatakan, sikap tidak nyaman PDIP tercermin saat Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menyindir safari Anies ke Surabaya sepi.

 

"Itu artinya, apa yang dilakukan oleh tim suksesnya Anies sudah membuat partai penguasa kepanasan, yang juga partai pemenang Pemilu 2019," kata Samuel kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (21/3).

 

Politik itu dinamis. Maka, sepatutnya PDIP fokus merawat jajarannya di daerah untuk membantu persiapan partai memperoleh jumlah kursi legislatif terbanyak, bukan malah menyerang sosok yang didukung partai lain.

 

"Itu jauh lebih urgen daripada sekadar sindir capres lain," sambung aktivis organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) itu.

 

Di sisi lain, Silaen berpandangan bahwa Pemilu Serentak 2024 belum punya role model untuk menerapkan basis data karena baru uji coba pertama kali.

 

Yang perlu dilakukan partai politik, kata Silaen, adalah menggerakkan kader sebagai ujung tombak melakukan agitasi dan propaganda politik demi menaikkan elektabilitas calon legislatif (caleg) maupun calon presiden (capres) di semua tempat.

 

"Jadi Hasto tidak perlu risau dengan Anies, cukup 'mainkan' lewat anak buah supaya tidak kelihatan baper yang justru bisa menurunkan citra diri partai politik pemenang," tutupnya. (*)

SANCAnews.id – Komisi III DPR mempertanyakan ihwal polemik transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan PPATK dan diserahkan ke Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.

 

Anggota Komisi III Arteria Dahlan mengatakan, laporan PPATK itu tidak boleh diumumkan ke publik. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

 

"Saya katakan Pak Ivan clear ini. Tadi ada penjelasan dan kami percaya. Tapi yang bagian ngebocorin bukan Pak Ivan kan? Yang menceritakan macam-macam itu bukan dari mulutnya Pak Ivan kan?" tanya Arteria dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3).

 

"Bukan, bukan," jawab Ivan.

 

"Saya bacakan pasal 11, Pak, pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim, dan setiap orang, setiap orang itu termasuk juga menteri termasuk juga Menko, Pak, ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU ini, wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," beber Arteria.

 

"Sanksinya, Pak, sanksinya setiap orang itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ini undang-undangnya sama, Pak. Ini serius," lanjut politikus PDIP itu.

 

Secara lengkap pasal 11 itu berbunyi:

 

(1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.

 

(2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

 

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Muatan Politik?

Anggota Komisi III lain, Benny Harman, mengatakan kewenangan Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan adanya transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang diusut Kemenkeu.

 

"Beliau (Mahfud) umumkan ke publik. Anda tahu?" tanya Benny.

 

"Saya dengar di media, saya tahu," jawab Ivan.

 

"Apa itu boleh?" tanya Benny lagi.

 

"Sepanjang tidak menyebutkan nama," jawab Ivan singkat.

 

"Apa itu boleh?" Benny tanya lagi dengan nada tinggi.

 

"Menurut saya boleh," timpal Ivan.

 

"Kalau Anda katakan itu boleh, tunjukkan ke saya pasal berapa dalam UU. Sebab kalau tidak, Bapak Ibu yang saya hormati, Saudara Menkopolhukam dan Anda juga sebetulnya punya niat politik yang tidak sehat, mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang Saudara lakukan," kata Benny.

 

Politikus Demokrat itu lalu meminta agar Komisi III memanggil Mahfud MD sebagai pihak yang membuka polemik ini ke publik.

 

"Jadi saya minta Kepala Komite Menkopolhukam dihadirkan di tempat ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," pungkas Benny.

 

Diungkap Pertama Mahfud

Polemik dana Rp 349 triliun yang sebelumnya Rp 300 triliun, pertama kali diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD kepada wartawan di UGM, Yogyakarta.

 

Mahfud mengatakan ada pergerakan uang yang mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan, yakni di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.

 

"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 T (triliun) di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud MD di UGM, Rabu (8/3). (kumparan)

 

SANCAnews.id – Seorang kiai, MM (50 tahun), sekaligus pemilik Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an, di Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti, Riau, ditangkap polisi. Kiai tersebut ditangkap setelah mencabuli santriwatinya.

 

Kapolres Meranti AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling mengatakan korban berusia 17 tahun.

 

"Terbongkarnya kasus tersebut, setelah korban bercerita tentang peristiwa yang ia alami kepada bibinya, yang menjadi salah satu tenaga pengajar di sekolah pesantren tersebut," kata Andi Yul, Selasa (21/3).

 

Selanjutnya, korban diminta untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada pamannya.

 

"Pamannya yang tidak terima, memanggil orang tua korban, hingga akhirnya kejadian tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian," ujarnya.

Atas laporan tersebut, polisi langsung melakukan penyelidikan, dan berhasil menangkap pelaku.

 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, pria berusia 50 tahun itu mengaku mencabuli santriwati bukan karena tidak kuat menahan nafsu birahinya, melainkan dengan modus ingin menyalurkan ilmu yang bisa menyembuhkan orang sakit kepada santrinya itu," jelasnya.

 

Selain itu, pelaku juga mengaku memanfaatkan jasa santrinya untuk dijadikan pembantu di rumahnya. Selain itu pelaku juga menjanjikan untuk meringankan biaya sekolah setiap bulannya.

 

"Pelaku juga telah melakukan pencabulan sebanyak 9 kali, dalam kurun waktu satu bulan," bebernya.

 

Tersangka MM dijerat Pasal 82 Ayat 1 atau Ayat 4 Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. (kumparan)

 

SANCAnews.id – Anak Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Wahid, pernah mendapatkan kejadian tidak mengenakkan dari petugas Bea Cukai di bandara. Koper milik Alissa diacak-acak petugas hingga ditanya mengenai pekerjaannya di Taiwan, sepulang dia dari sana.

 

Kejadian tersebut menurut Alissa Wahid, berlangsung pada medio 2019-2020. Saat itu, Alissa menunjukkan paspor dan membuka kopernya atas permintaan petugas. Sambil memeriksa barang-barang, petugas Bea Cukai seakan curiga dengan apa yang dibawa Alissa.

 

"Saya buka koper sambil dia minta paspor. Saya: 'cuma tiga hari di Taiwan'; Petugas: 'kerja apa tiga hari di Taiwan? Kok bawaannya koper gede? Beli apa saja? Emang dibayar berapa?'; Saya: 'konferensi' Petugas: 'kok kamu bisa belanja & bawa barang banyak? Kamu kerja apa?'; Ndedes," cuit Alissa melalui akun Twitter @AlissaWahid, Selasa (21/3).

 

Alissa sudah mengizinkan kumparan untuk mengutip pengalaman yang dia unggah tersebut.

Putri sulung Presiden Gus Dur itu melanjutkan, petugas Bea Cukai masih menanyakan perihal pekerjaannya. Apalagi, sudah diketahui kalau Alissa sering pergi ke luar negeri, terlihat dari stempel imigrasi pada paspornya. Alissa hanya menjawab bekerja sebagai LSM.

 

Jawaban tersebut membuat tampang petugas menjadi kecut seraya mengembalikan paspor. Saya pun beberes koper yang sudah dia aduk-aduk,"

-Alissa Wahid, Putri Presiden ke-4 RI-

 

Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Merespons peristiwa tidak mengenakkan tersebut, Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo, langsung menyampaikan permintaan maaf. Ia mengakui ada petugas Bea Cukai yang menyimpang.

 

"Kami minta maaf sebetulnya tidak ada ketentuan seperti itu. Itu anomali. Tapi lagi-lagi Bea Cukai menerapkan best practice bukan karena kebijakan. Selalu ada individual yang menyimpang. Kami minta maaf ke Bu Alissa, itu sudah lama," ujar Prastowo kepada wartawan, Selasa (21/3). (kumparan)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.