Latest Post

 

SANCAnews.id – Vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan negeri (PN) Surabaya, kepada dua terdakwa tragedi berdarah Kanjuruhan, dirasa tidak adil oleh publik.

 

“Rasa keadilan dan kemanusia sudah hilang,” ujar Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (17/3).

 

Ia menilai, vonis dua terdakwa perkara Kanjuruhan ini, yaitu mantan Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto; dan mantan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmad, harusnya tidak dibebaskan.

 

Jerry ikut menuntut agar ada upaya perlawanan terhadap vonis tersebut, mengingat ratusan orang menjadi korban meninggal akibat upaya mengurai massa yang menggunakan gas air mata.

 

Selain itu, doktor komunikasi politik lulusan America Global University ini juga menyindir Majelis Hakim PN Surabaya, karena seharusnya vonis terhadap pelaku Kanjuruhan bisa maksimal.

 

“ Harusnya untuk memutus hukuman, Majelis Hakim PN Surabaya belajar ke 3 hakim yang vonis mati Ferdy Sambo,” demikian Jerry menambahkan. (*)


SANCAnews.id – Tragedi si jago merah yang menyapu wilayah Tanah Merah, Koja, Jakarta Utara, atau spesifiknya dekat Depo Plumpang Pertamina, dipertanyakan sebabnya.

 

Muncul kecurigaan dari kelompok masyarakat tentang terbakarnya Depo Plumpang hingga menyebar ke rumah warga tanah merah. Muncul kesan tidak wajar karena paska insiden warga di sekitar Depo Plumpang akan dipindah.

 

Disampaikan aktivis senior yang juga Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, ada politik dalam tragedi ini. Sebabnya, ia melihat masalah kebakaran Plumpang ini seolah-olah menjadi salahnya warga Tanah Merah yang tinggal di sekitar depo.

 

"Ini menurut saya, feeling saya ini sabotase," ujar Syahganda dalam diskusi Forum Jakarta Kita (Forjak) yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, di Kopi Timur, Jalan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Kamis (16/3).

 

Ia memandang, pernyataan Direktur Utama PT Pertamina Persero tentang upaya pemerintah menggeser pemukiman warga Tanah Merah dengan memberikan uang ganti untung, tidak adil.

 

"Ini kalau misalkan ada ganti untung, rakyatnya diganti untung kecil. Itu cukong-cukong yang dapat ganti untung besar," cetusnya.

 

Oleh karena itu, ia mendorong agar Jokowi tidak membuat kebijakan yang merugikan warga Tanah Merah yang menjadi korban kebakaran.

 

"Usul saya ini penting untuk mengungkap, ini dibakar atau kebakaran," tegasnya meminta.

 

"Pak Jokowi sebelum turun harus bilang rakyat tetap di situ. Sudah puluhan tahun," demikian Syahganda menambahkan. (rmol)


SANCAnews.id – Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, yang merembet ke pemukiman hingga menewaskan 19 warga Tanah Merah dan puluhan lainnya luka-luka, menyisakan kepedihan dan duka mendalam.

 

Belum lagi ratusan warga kini terpaksa mengontrak, karena rumahnya jadi abu. Sebelum mengontrak, mereka harus melangsungkan hidupnya di tenda-tenda penampungan.

 

Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin didampingi sejumlah Menteri sudah meninjau TKP. Presiden memerintahkan Menteri BUMN, Erick Thohir, dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, gerak cepat mengambil solusi.

 

Opsinya, Depo Plumpang dipindahkan ke kawasan reklamasi, atau warga Tanah Merah, Koja, yang direlokasi.

 

Belakangan, insiden itu diseret-seret ke ranah politik. Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan, dituding bersalah, karena memberi IMB kepada warga untuk tinggal di kawasan yang sebenarnya dilarang.

 

Padahal Anies hanya melanjutkan pekerjaan Jokowi saat masih menjabat Gubernur DKI, yang menerbitkan KTP untuk warga Tanah Merah. Dua perspektif itu pun jadi polemik.

 

Untuk mendalami itu, Kamis (16/3) hari ini, Kantor Berita Politik RMOL kembali menggelar diskusi Forum Jakarta Kita, mengangkat tema: "Siapa Membakar Plumpang?"

 

Diskusi dipandu reporter RMOL, Ahmad Alfian, menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, pemerhati sosial Jakarta/eks Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, dan Penasihat RW 09 Tanah Merah/praktisi hukum, Juharto Harianja.

 

Acara digelar di Kopi Timur, Jalan Pondok Kelapa Raya, Duren Sawit, Jakarta Timur, pukul 14.00 WIB, dan disiarkan langsung melalui Channel YouTube Republik Merdeka TV. (*)

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo alias Jokowi sempat menuangkan kekecewaannya lantaran segelintir instansi negara masih hobi mengimpor perlengkapan. Polri menjadi satu dari beberapa pihak yang turut menerima luapan emosi sang Presiden.

 

Adapun Jokowi sempat menyinggung soal impor perlengkapan instansi negara dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

 

Jokowi dalam pidatonya mengeluhkan bahwa Polri masih gemar mengimpor senjata dan seragam dari produsen luar. Padahal, Jokowi melihat bahwa Indonesia sudah memiliki banyak produsen perlengkapan polisi.

 

"Saya minta di Kemenhan, di Polri, seragam militer. Kita ini sudah bikin, ekspor ke semua negara, eh kita malah beli dari luar, sepatu, senjata, kita bisa bikin lho," kata sang Presiden di pidato pembukaannya.

 

Presiden Jokowi sebelumnya juga telah melayangkan perintah ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk membeli seragam dan senjata yang diproduksi dalam negeri.

 

Polri: Sudah 80 persen menggunakan produk dalam negeri 

Polri tidak menampik bahwa pihaknya mengimpor peralatan dari luar negeri. Namun, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkap Polri sudah 80% memakai peralatan dari produsen Indonesia dan telah menduduki peringkat kedua dalam pemakaian produk dalam negeri.

 

"Polri sudah mencapai 80 persen ke atas dan menduduki ranking ke 2 K/L terkait TKDN (tingkat komponen dalam negeri)," kata Dedi ke wartawan, Kamis (16/3/2023).

 

Dedi juga mengungkap Polri telah berkomitmen untuk mendukung usaha-usaha dan karya anak bangsa.

 

"Itu sudah merupakan komitmen Polri untuk mengutamakan produk-produk dalam negeri," ujarnya.

 

Jokowi juga semprot TNI 

Tak hanya Polri, beberapa instansi lainnya juga mendapatkan wejangan dari sang Presiden untuk berhenti mengimpor.

 

Jokowi mendapatkan informasi dari menterinya bahwa TNI hingga kini masih mengimpor barang dari luar negeri dan urung memperbaharui vendor ke dalam negeri.

 

"Kalau senjata, peluru, kita sudah bisa (produksi sendiri), apalagi hanya sepatu. Kenapa harus beli dari luar?" tanya Jokowi.

 

"Makanan prajurit, saya dapat cerita, dibisiki Pak Luhut Binsar Pandjaitan, 'Pak Presiden saya sejak jadi tentara sampai pensiun, dan sekarang sudah jadi menteri, penyedia barangnya kok masih sama?'" cecar Jokowi.

 

Sang Presiden juga tak akan segan menghukum pejabat yang masih hobi impor perlengkapan.

 

"Kalau BUMN BUMD Kabupaten, Kota. Provinsi atau KL masih coba-coba beli produk impor dari uang APBN/APBD BUMN, ya sudah sanksinya tolong dirumuskan pak menko. Biar kita semu bekerja dengan reward dan punishment," kata Jokowi. (suara)

 

SANCAnews.id – Warga Tanah Merah yang berdekatan dengan Depo Pertamina Plumpang meminta kejelasan dari Presiden Joko Widodo terkait status kepemilikan tempat mereka tinggal.

 

Pasalnya selama ini para warga selalu dicap sebagai penghuni gelap. Padahal masyarakat telah mendapatkan pengakuan berupa penerbitan kartu tanda penduduk (KTP) di era Jokowi saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.

 

Menurut Penasihat RW 09 Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara Juharto Harianja, Presiden Jokowi harus segera bersikap dengan memberikan sertifikat kepada masyarakat.

 

Bahkan pada masa Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 para warga mendapatkan IMB kawasan. Penerbitan IMB seperti jalan tengah agar warga setempat tetap bisa mengakses kebutuhan dasar.

 

"Pak Jokowi yang memulai, Pak Jokowi juga yang harus mengakhiri, kasih Keppres atau Perpres sertifikat untuk rakyat," tegasnya saat menjadi narasumber Forum Jakarta Kita yang digagas Kantor Berita Politik RMOL di Kopi Timur, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Kamis (16/3).

 

Harianja menegaskan, para warga tanah merah kemungkinan akan menyetujui soal buffer zone yang diajukan Pertamina. Dengan catatan, ada kesepakatan yang adil dengan diberikannya hak warga berupa sertifikat.

 

"Ini selagi di injury time Pak Jokowi harapan kami kasih sertifikat untuk rakyat. Tidak masalah buffer zone-nya 50 meter tapi kalau itu tidak adil ke masyarakat siap-siap!" katanya memberi peringatan.

 

Diskusi yang dipandu Reporter Kantor Berita Politik RMOL, Ahmad Alfian, mengangkat tema: "Siapa Membakar Plumpang". Turut hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan dan Pemerhati Sosial, Irwandi. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.