Latest Post

 

SANCAnews.id – Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto menyoroti Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail yang mempertanyakan soal rencana pemindahan sirkuit Formula E dari Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) Ancol ke Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Medan Merdeka.

 

Hal tersebut ditanggapi Gigin Praginanto melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Gigin Praginanto juga memberikan tanggapan bahwa hal itu dilarang lantaran dahulu Anies Baswedan yang jadi Gubernur DKI Jakarta.

 

Gigin Praginanto punmenegaskan bahwa penguasa memanfaatkan hal ini dengan ajang popularitas serta dijadikan alat politik.

 

"Dulu dilarang karena gubernurnya Anies. Penguasa yang sekarang malah mau menjadikan Formula E sebagai ajang pencarian popularitas. Jaman now, olahraga benar-benar dijadikan alat politik!," tutur Gigin Praginanto dikutip WE NewsWorthy dari akun Twitter pribadi miliknya, Kamis (16/3).

 

Dulu dilarang karena gubernurnya Anies. Penguasa yang sekarang malah mau menjadikan Formula E sebagai ajang pencarian popularitas. Jaman now, olahraga benar-benar dijadikan alat politik!https://t.co/BT1EePxk7C

 

— gigin praginanto (@giginpraginanto) March 16, 2023

Sementara itu, Ismail yang mempertanyakan terkait rencana pemindahan sirkuit Formula E itu, ia meminta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) memberikan penjelasan rinci soal ini.

 

Ismail menjelaskan, pada 2020 ajang balap mobil listrik internasional itu awalnya memang ingin digelar di kawasan Monumen Nasional, termasuk jalan Medan Merdeka. Namun, pemerintah melarang dan akhirnya dipindah ke Ancol.

 

Jika ada rencana kembali ke Jalan Medan Merdeka, Ismail meyakini akan muncul polemik seperti 2020. Padahal, saat itu pihak panitia pelaksana dan Jakpro sudah menyampaikan berbagai upaya mengatasi persoalan teknisnya.

 

"Nah kemudian ketika sekarang balik lagi ke arah sana, itu kan harus ada pertanggung jawaban terhadap argumentasi dulu yang melarang dulu seperti ketika di Monas, kan seperti itu logikanya," ujarnya, dikutip dari Suara.

 

Ia pun tidak ingin menyatakan sikap menolak atau menerima rencana tersebut. Pihak Jakpro dan panitia harus bisa menjelaskan secara rinci upaya untuk meredam berbagai konsekuensi yang harus dihadapi nanti.

 

"Nah sekarang mau dikembalikan ke jalan raya, Sudirman, ini argumentasinya apa? Kita butuh penjelasan," tandasnya. (*)




SANCAnews.id – Kemunculan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan menjadi sorotan publik. Transaksi dengan jumlah fantastis itu diawali dengan sorotan Menko Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan menjadi sorotan publik kemudian.

 

Namun, tiba-tiba muncul klaim bahwa misteri tersebut terpecahkan dan sudah selesai. Fenomena ini pun turut menuai kritik dari pihak lain.

 

Awalnya, Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mempertanyakan terkait transaksi mencurigakan Rp300 triliun itu di lingkungan Kemenkeu.

 

Tak hanya itu, sejak 2009 hingga 2023, PPATK menemukan dugaan pencucian uang di Kemenkau dengan nilai tersebut yang melibatkan 477 pegawai Kemenkeu.

 

Sri Mulyani mengaku kerap mendapat surat laporan dari PPATK sebanyak 196 dari 2009 hingga 2023. Namun, ia sudah merespon seluruh laporan dan tidak menemukan satupun laporan dengan transaksi Rp300 triliun.

 

Kemudian, melihat dari kanal YouTube Kemenkeu pada Rabu (15/3/23), Mahfud MD dan Sri Mulyani bertemu dan membahas transaksi tersebut. Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui adanya laporan transaksi sebanyak Rp300 triliun seperti yang disampaikan Mahfud MD.

 

"Mengenai Rp 300 triliun, sampai saat ini saya belum mendapatkan informasi Rp 300 triliun itu hitungannya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Dalam hal ini silakan teman-teman media nanti tanya ke Pak Ivan (selaku Kepala PPATK)," kata Sri Mulyani.

 

Awan Nurmawan selaku Irjen Kementerian Keuangan menyatakan bahwa transaksi itu bukanlah berasal dari pencucian uang maupun korupsi. Pihaknya baru akan menindaklanjuti dengan adanya kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

 

"Rp 300 triliun itu memang sampai saat ini kami, khususnya Inspektorat Jenderal, kami belum menerima informasinya seperti apa," ujarnya Itjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

 

"Mengenai informasi terkait pegawai Kemenkeu, kami tindak lanjuti secara baik, kami panggil, dan sebagainya. Intinya, ada kerja sama antara Kemenkeu dan PPATK" tambahnya.

 

Selanjutnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavanda juga menegaskan bahwa nilai temuan yang mencapai Rp 300 triliun itu bukanlah korupsi melainkan kasus tindak Pidana Pencucian Uang yang dilaporkan PPATK ke Kemenkeu.

 

Angka tersebut merupakan pidana asal kepabeanan maupun perpajakan yang ditangani Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana.

 

PPATK juga menegaskan transaksi itu bukan transaksi korupsi pegawai Kemenkeu. Namun, transaksi itu merupakan tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani berbagai kasus tindak pidana asal TPPU.

 

"Ini lebih kepada kasus-kasus yang kami sampaikan ke Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010," kata Ivan di Jakarta, Selasa (14/3/2023).

 

Melihat fenomena tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni pun bingung mengapa isu tersebut tiba-tiba selesai dengan kesimpulan cepat.

 

Sahroni mengatakan bahwa publik terlanjur dibuat bingung dengan narasi yang beredar. Ia berharap temuan ini benar-benar diusut tuntas.

 

Menurut Sahroni, berhentinya isu ini akan berpotensi munculnya anggapan masyarakat seolah-olah kasus dihentikan dan dapat menjadi fitnah. Sahroni juga meminta publik aktif memantau perkembangan kasus ini kedepannya. (suara)

 

SANCAnews.id – Dua Warga Negara Asing (WNA) yang memegang kartu tanda penduduk (KTP) Denpasar sudah ditetapkan sebagai tersangka.

 

Namun demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa serta merta menghapus mereka dari daftar pemilih dalam pemilu 2024 nanti.

 

Dua WNA itu adalah MNZ (WNA SURIAH) dan KR (WNA UKRAINA) yang kini ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke penjara dalam kasus pemalsuan dokumen dan siap.

 

Sebab, pihak KPU berpegang pada data yang berasal dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Denpasar.

 

Namun demikian, kemungkinan keduanya akan dicoret dalam pencocokan dan pemuktahiran data pemilu atau coklit.

 

"Nanti saat pencocokan kita lihat lagi. Ini kan datanya, data Capil (Disdukcapil)," kata Ketua KPU Bali I Dewa Gede Lidartawan, Rabu 15 Februari 2023. Pihaknya masih menunggu koordinasi dari Disdukcapil.

 

"Orang yang meninggal saja tidak bisa kita coret kalau tidak ada akte (kematian). Sekarang masih konsolidasi di desa dan kecamatan," paparnya.

 

Dia juga menjelaskan untuk penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih terbilang lama. Jadi, ini semua masih berproses dan kasus dua WNA memegang KTP Denpasar itu tentu juga menjadi atensi KPU Bali.

 

Untuk diketahui WNA MNZ pada tanggal 19 September 2022 telah menerima KTP, KK dan Akta Lahir atas nama Agung Nizar Santoso. Sementara WNA KR telah menerima KTP, KK dan Akta Lahir atas nama Alexandre Nur Rudi sekitar akhir Bulan November 2022.

 

WNA MNZ untuk mengurus KK, KTP dan Akta Kelahiran atas nama AGUNG NIZAR SANTOSO telah mengeluarkan uang total sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Sementara WNA KR dalam mengurus KK, KTP dan Akta Kelahiran atasbnama ALEXANDRE NUR HADI telah mengeluarkan uang total sebesar Rp 31.000.000

 

Hal yang sama juga diungkapkan Anggota KPU RI Bidang Data dan Informasi. "Masih dalam penyempurnaan (data) sebelum menjadi DPS (Daftar Pemilih Sementara)," terangnya.

 

Tapi, jika ini berkasus dan ternyata memang terbukti melakukan pemalsuan dokumen, besar kemungkinan bisa masuk daftar pemilih TMS atau tidak memenuhi syarat. (susra)

 

SANCAnews.id – Ratusan mahasiswa yang tergabung dari berbagai unsur menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Kamis (16/3/2023). Mereka meluapkan kekecewaan terhadap proses persidangan kasus Tragedi Kanjuruhan.

 

Koordinator aksi Abi Naga Parawansa, mengatakan Tragedi Kanjuruhan harusnya ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Ironisnya, putusan atau vonis pengadilan terhadap para terdakwa kasus menewaskan 135 korban tersebut masih jauh dari rasa keadilan dan kemanusiaan.

 

"Putusan hakim masih jauh dari rasa kemanusiaan. Kami menuntut tragedi Kanjuruhan ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat," katanya.

 

Aksi yang melibatkan berbagai unsur mahasiswa dan aktivis di Malang ini menyerukan enam poin tuntutan. Pertama, mendesak majelis hakim menjatuhkan hukuman putusan seberat-beratnya dan seadil-adilnya terhadap para terdakwa dalam pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi.

 

Mendesak Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk proaktif melakukan penyelidikan pertanggungjawaban komando pelaku level atas, pelanggaran HAM berat Kanjuruhan secara pro-justitia.

 

Mendesak kepala Polri segera melakukan perbaikan institusi kepolisian dan mengusut keterlibatan pelaku level atas dalam tragedi Kanjuruhan.

 

Mendesak panglima TNI untuk menghentikan segala bentuk militerisme dan kekerasan terhadap masyarakat sipil.

 

Mendesak PSSI dan PT LIB untuk bertanggung jawab secara hukum atas 135 korban jiwa dan ratusan korban luka-luka akibat tragedi Kanjuruhan.

 

"Mendesak Komisi Yudisial untuk menindak tegas hakim yang memeriksa perkara Kanjuruhan karena membiarkan perwira polisi aktif menjadi penasihat hukum dari terdakwa pihak kepolisian," jelasnya.

 

Sebelumnya, Devi Athok, ayah dari korban meninggal Tragedi Kanjuruhan, NBR (17) dan NDA (13) menyatakan kekecewaannya terhadap proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Lantaran, hakim dan jaksa terkesan pasif sehingga meringankan peran para terdakwa.

 

"Saya sangat kecewa dengan hasil sidang di Surabaya karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022," katanya.

 

Harapan Devi, para terdakwa dari kasus yang merenggut nyawa kedua putrinya dijatuhi hukuman mati. "Saya butuh keadilan, pelaku dihukum mati seperti kasus-kasus lainnya, kasus pembunuhan," katanya.

 

Ia menambahkan, kinerja hakim dan jaksa selama proses persidangan dinilai janggal. Besar harapannya bahwa hakim merupakan kepanjangan tangan dari Tuhan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya dan terkesan membela kepolisian.

 

"Pertanyaan hakim dan jaksa (saat proses persidangan) meringankan tentang penembakan gas air mata, minim menyebutkan gas air mata sebagai penyebab kematian," katanya. (suara)


SANCAnews.id – Vonis bebas terhadap mantan kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dalam kasus Tragedi Kanjuruhan membuat keluarga korban menangis.

 

Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Isatus Sa’adah (24) yang menyaksikan sidang vonis tersebut, tak kuasa menahan tangis dan kecewanya mendengar satu terdakwa divonis bebas.

 

“Rasa keadilan kami kembali terkoyak,” kata Isa yang sengaja datang dari Malang untuk mengawal kasus yang merenggut adiknya.

 

Isa yang merasa lelah mengawal kasus ini hingga naik ke persidangan, mengaku kecewa berat mendengar vonis hakim yang seakan menutup mata terhadap 135 nyawa yang hilang dalam tragedi 1 Oktober 2022 tersebut.

 

“Seharusnya, putusan hakim itu maksimal seperti yang ada dalam dakwaan. Tapi kami tidak akan berhenti hanya pada vonis hari ini,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa mantan kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

 

“Menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan jaksa. Membebaskan terdakwa dan memerintahkan dibebaskan dari tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Abu Achmad Sidqi Amsya dalam sidang di PN Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/3/2023).

 

“Membebaskan terdakwa oleh karena dari dakwaan jaksa tidak terbukti, memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dikeluarkan dari tahanan segera setelah putusan,” sambungnya.

 

Menurut hakim, terdakwa tidak bersalah mengakibatkan matinya orang lain dan karena kealpaannya mengakibatkan orang lain menderita luka berat, serta karena kealpaannya mengakibatkan orang lain menderita luka-luka.

 

Menanggapi putusan hakim tersebut, terdakwa menerima dan JPU menyatakan akan pikir-pikir.

 

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa Bambang Sidik divonis tiga tahun penjara karena dianggap tidak bersalah melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP, dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.

 

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022, usai pertandingan antara tuan rumah Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Pertandingan itu berakhir dengan skor 2-3. Kekalahan itu membuat para suporter turun dan masuk ke area lapangan.

 

Kerusuhan tersebut semakin tak terkendali ketika sejumlah flare (suar) dilemparkan, termasuk benda-benda lainnya.

 

Petugas keamanan gabungan dari Polri dan TNI berusaha menghalau para suporter yang pada akhirnya menggunakan gas air mata hingga memicu jatuhnya korban jiwa sebanyak 135 orang. (inilah)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.