Kecewa Sidang Tragedi Kanjuruhan, Mahasiswa Malang Unjuk Rasa
SANCAnews.id – Ratusan mahasiswa yang tergabung dari berbagai unsur
menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Kamis (16/3/2023). Mereka
meluapkan kekecewaan terhadap proses persidangan kasus Tragedi Kanjuruhan.
Koordinator aksi Abi Naga
Parawansa, mengatakan Tragedi Kanjuruhan harusnya ditetapkan sebagai
pelanggaran HAM berat. Ironisnya, putusan atau vonis pengadilan terhadap para
terdakwa kasus menewaskan 135 korban tersebut masih jauh dari rasa keadilan dan
kemanusiaan.
"Putusan hakim masih jauh dari
rasa kemanusiaan. Kami menuntut tragedi Kanjuruhan ditetapkan sebagai
pelanggaran HAM berat," katanya.
Aksi yang melibatkan berbagai
unsur mahasiswa dan aktivis di Malang ini menyerukan enam poin tuntutan.
Pertama, mendesak majelis hakim menjatuhkan hukuman putusan seberat-beratnya
dan seadil-adilnya terhadap para terdakwa dalam pengadilan tingkat pertama,
banding dan kasasi.
Mendesak Komnas HAM dan Kejaksaan
Agung untuk proaktif melakukan penyelidikan pertanggungjawaban komando pelaku
level atas, pelanggaran HAM berat Kanjuruhan secara pro-justitia.
Mendesak kepala Polri segera
melakukan perbaikan institusi kepolisian dan mengusut keterlibatan pelaku level
atas dalam tragedi Kanjuruhan.
Mendesak panglima TNI untuk
menghentikan segala bentuk militerisme dan kekerasan terhadap masyarakat sipil.
Mendesak PSSI dan PT LIB untuk
bertanggung jawab secara hukum atas 135 korban jiwa dan ratusan korban
luka-luka akibat tragedi Kanjuruhan.
"Mendesak Komisi Yudisial
untuk menindak tegas hakim yang memeriksa perkara Kanjuruhan karena membiarkan
perwira polisi aktif menjadi penasihat hukum dari terdakwa pihak
kepolisian," jelasnya.
Sebelumnya, Devi Athok, ayah dari
korban meninggal Tragedi Kanjuruhan, NBR (17) dan NDA (13) menyatakan
kekecewaannya terhadap proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Lantaran, hakim dan jaksa terkesan pasif sehingga meringankan peran para
terdakwa.
"Saya sangat kecewa dengan
hasil sidang di Surabaya karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022," katanya.
Harapan Devi, para terdakwa dari
kasus yang merenggut nyawa kedua putrinya dijatuhi hukuman mati. "Saya
butuh keadilan, pelaku dihukum mati seperti kasus-kasus lainnya, kasus
pembunuhan," katanya.
Ia menambahkan, kinerja hakim dan
jaksa selama proses persidangan dinilai janggal. Besar harapannya bahwa hakim
merupakan kepanjangan tangan dari Tuhan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya
dan terkesan membela kepolisian.
"Pertanyaan hakim dan jaksa
(saat proses persidangan) meringankan tentang penembakan gas air mata, minim
menyebutkan gas air mata sebagai penyebab kematian," katanya. (suara)