Latest Post


SANCAnews.id – Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, yang merembet ke pemukiman hingga menewaskan 19 warga Tanah Merah dan puluhan lainnya luka-luka, menyisakan kepedihan dan duka mendalam.

 

Belum lagi ratusan warga kini terpaksa mengontrak, karena rumahnya jadi abu. Sebelum mengontrak, mereka harus melangsungkan hidupnya di tenda-tenda penampungan.

 

Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin didampingi sejumlah Menteri sudah meninjau TKP. Presiden memerintahkan Menteri BUMN, Erick Thohir, dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, gerak cepat mengambil solusi.

 

Opsinya, Depo Plumpang dipindahkan ke kawasan reklamasi, atau warga Tanah Merah, Koja, yang direlokasi.

 

Belakangan, insiden itu diseret-seret ke ranah politik. Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan, dituding bersalah, karena memberi IMB kepada warga untuk tinggal di kawasan yang sebenarnya dilarang.

 

Padahal Anies hanya melanjutkan pekerjaan Jokowi saat masih menjabat Gubernur DKI, yang menerbitkan KTP untuk warga Tanah Merah. Dua perspektif itu pun jadi polemik.

 

Untuk mendalami itu, Kamis (16/3) hari ini, Kantor Berita Politik RMOL kembali menggelar diskusi Forum Jakarta Kita, mengangkat tema: "Siapa Membakar Plumpang?"

 

Diskusi dipandu reporter RMOL, Ahmad Alfian, menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, pemerhati sosial Jakarta/eks Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, dan Penasihat RW 09 Tanah Merah/praktisi hukum, Juharto Harianja.

 

Acara digelar di Kopi Timur, Jalan Pondok Kelapa Raya, Duren Sawit, Jakarta Timur, pukul 14.00 WIB, dan disiarkan langsung melalui Channel YouTube Republik Merdeka TV. (*)

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo alias Jokowi sempat menuangkan kekecewaannya lantaran segelintir instansi negara masih hobi mengimpor perlengkapan. Polri menjadi satu dari beberapa pihak yang turut menerima luapan emosi sang Presiden.

 

Adapun Jokowi sempat menyinggung soal impor perlengkapan instansi negara dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

 

Jokowi dalam pidatonya mengeluhkan bahwa Polri masih gemar mengimpor senjata dan seragam dari produsen luar. Padahal, Jokowi melihat bahwa Indonesia sudah memiliki banyak produsen perlengkapan polisi.

 

"Saya minta di Kemenhan, di Polri, seragam militer. Kita ini sudah bikin, ekspor ke semua negara, eh kita malah beli dari luar, sepatu, senjata, kita bisa bikin lho," kata sang Presiden di pidato pembukaannya.

 

Presiden Jokowi sebelumnya juga telah melayangkan perintah ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk membeli seragam dan senjata yang diproduksi dalam negeri.

 

Polri: Sudah 80 persen menggunakan produk dalam negeri 

Polri tidak menampik bahwa pihaknya mengimpor peralatan dari luar negeri. Namun, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkap Polri sudah 80% memakai peralatan dari produsen Indonesia dan telah menduduki peringkat kedua dalam pemakaian produk dalam negeri.

 

"Polri sudah mencapai 80 persen ke atas dan menduduki ranking ke 2 K/L terkait TKDN (tingkat komponen dalam negeri)," kata Dedi ke wartawan, Kamis (16/3/2023).

 

Dedi juga mengungkap Polri telah berkomitmen untuk mendukung usaha-usaha dan karya anak bangsa.

 

"Itu sudah merupakan komitmen Polri untuk mengutamakan produk-produk dalam negeri," ujarnya.

 

Jokowi juga semprot TNI 

Tak hanya Polri, beberapa instansi lainnya juga mendapatkan wejangan dari sang Presiden untuk berhenti mengimpor.

 

Jokowi mendapatkan informasi dari menterinya bahwa TNI hingga kini masih mengimpor barang dari luar negeri dan urung memperbaharui vendor ke dalam negeri.

 

"Kalau senjata, peluru, kita sudah bisa (produksi sendiri), apalagi hanya sepatu. Kenapa harus beli dari luar?" tanya Jokowi.

 

"Makanan prajurit, saya dapat cerita, dibisiki Pak Luhut Binsar Pandjaitan, 'Pak Presiden saya sejak jadi tentara sampai pensiun, dan sekarang sudah jadi menteri, penyedia barangnya kok masih sama?'" cecar Jokowi.

 

Sang Presiden juga tak akan segan menghukum pejabat yang masih hobi impor perlengkapan.

 

"Kalau BUMN BUMD Kabupaten, Kota. Provinsi atau KL masih coba-coba beli produk impor dari uang APBN/APBD BUMN, ya sudah sanksinya tolong dirumuskan pak menko. Biar kita semu bekerja dengan reward dan punishment," kata Jokowi. (suara)

 

SANCAnews.id – Warga Tanah Merah yang berdekatan dengan Depo Pertamina Plumpang meminta kejelasan dari Presiden Joko Widodo terkait status kepemilikan tempat mereka tinggal.

 

Pasalnya selama ini para warga selalu dicap sebagai penghuni gelap. Padahal masyarakat telah mendapatkan pengakuan berupa penerbitan kartu tanda penduduk (KTP) di era Jokowi saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.

 

Menurut Penasihat RW 09 Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara Juharto Harianja, Presiden Jokowi harus segera bersikap dengan memberikan sertifikat kepada masyarakat.

 

Bahkan pada masa Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 para warga mendapatkan IMB kawasan. Penerbitan IMB seperti jalan tengah agar warga setempat tetap bisa mengakses kebutuhan dasar.

 

"Pak Jokowi yang memulai, Pak Jokowi juga yang harus mengakhiri, kasih Keppres atau Perpres sertifikat untuk rakyat," tegasnya saat menjadi narasumber Forum Jakarta Kita yang digagas Kantor Berita Politik RMOL di Kopi Timur, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Kamis (16/3).

 

Harianja menegaskan, para warga tanah merah kemungkinan akan menyetujui soal buffer zone yang diajukan Pertamina. Dengan catatan, ada kesepakatan yang adil dengan diberikannya hak warga berupa sertifikat.

 

"Ini selagi di injury time Pak Jokowi harapan kami kasih sertifikat untuk rakyat. Tidak masalah buffer zone-nya 50 meter tapi kalau itu tidak adil ke masyarakat siap-siap!" katanya memberi peringatan.

 

Diskusi yang dipandu Reporter Kantor Berita Politik RMOL, Ahmad Alfian, mengangkat tema: "Siapa Membakar Plumpang". Turut hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan dan Pemerhati Sosial, Irwandi. (*)


SANCAnews.id – Pertemuan politisi senior Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan, dengan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, beberapa waktu lalu, dipersepsi bermuatan politik, terutama terkait Pilpres 2024.

 

Menurut pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, pengaruh Luhut untuk Nasdem merupakan kepentingan rezim, tujuannya agar Koalisi Perubahan yang diperkuat Partai Demokrat dan PKS, bisa mengikuti kemauannya.

 

"Dalam hal ini Luhut juga dimungkinkan sebagai wakil pemerintah (rezim), mempengaruhi Nasdem agar Koalisi Perubahan memilih wakil Anies dari pihaknya," kata Efriza, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/3).

 

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo itu juga menilai, bagaimanapun Luhut masih aktif sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Sehingga, bukan tidak mungkin ada rencana terstruktur yang coba dia muluskan.

 

"Diyakini, pertemuan Luhut dengan Paloh itu diketahui Presiden Jokowi. Jika sikap Nasdem loyal dan berkomitmen mendukung kebijakan strategis nasional, maka dimasukkan dalam agenda Koalisi Perubahan," tuturnya.

 

Sebab itu Efriza meyakini Nasdem tengah diuji rezim, karena berani membangun koalisi Pilpres 2024 yang berseberangan dengan rezin, sementara di satu sisi tetap harus menyelesaikan janji politik mengawal sisa jabatan Jokowi.

 

"Itu (upaya Luhut mengajukan Cawapres dari kelompok pemerintah), tak lain agar komitmen Nasdem bisa dipegang. Jika wakilnya dari partai yang juga oposisi pemerintah, tentu komitmen Nasdem diragukan, misalnya jika AHY yang dipilih," pungkas Efriza. (rmol)

 

SANCAnews.id – Pertemuan politisi senior Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan, dengan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, beberapa waktu lalu, dipersepsi bermuatan politik, terutama terkait Pilpres 2024.

 

Menurut pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, pengaruh Luhut untuk Nasdem merupakan kepentingan rezim, tujuannya agar Koalisi Perubahan yang diperkuat Partai Demokrat dan PKS, bisa mengikuti kemauannya.

 

"Dalam hal ini Luhut juga dimungkinkan sebagai wakil pemerintah (rezim), mempengaruhi Nasdem agar Koalisi Perubahan memilih wakil Anies dari pihaknya," kata Efriza, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/3).

 

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo itu juga menilai, bagaimanapun Luhut masih aktif sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Sehingga, bukan tidak mungkin ada rencana terstruktur yang coba dia muluskan.

 

"Diyakini, pertemuan Luhut dengan Paloh itu diketahui Presiden Jokowi. Jika sikap Nasdem loyal dan berkomitmen mendukung kebijakan strategis nasional, maka dimasukkan dalam agenda Koalisi Perubahan," tuturnya.

 

Sebab itu Efriza meyakini Nasdem tengah diuji rezim, karena berani membangun koalisi Pilpres 2024 yang berseberangan dengan rezin, sementara di satu sisi tetap harus menyelesaikan janji politik mengawal sisa jabatan Jokowi.

 

"Itu (upaya Luhut mengajukan Cawapres dari kelompok pemerintah), tak lain agar komitmen Nasdem bisa dipegang. Jika wakilnya dari partai yang juga oposisi pemerintah, tentu komitmen Nasdem diragukan, misalnya jika AHY yang dipilih," pungkas Efriza. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.