Latest Post


SANCAnews.id – Kasus pemukulan putra pimpinan GP Ansor, Cristalino David Ozora oleh anak pejabat pajÄ…k, Mario Dandy Satrio, telah menguak kebobrokan Kementerian Keuangan. Fenomena ini dinilai sebagai karma bagi sang menteri, Sri Mulyani Indrawati, atas perbutannya di masa lalu.

 

Jurubicara Presiden keempat RI KH. Abdurrahman Wahid, Adhie M. Massardi menyampaikan dosa masa lalu Sri Mulyani yang dimaksud dalam diskusi Front Page Communication bersama Kantor Berita Politik RMOL bertajuk “Dosa Pajak Sri Mulyani”, yang diselenggarakan di Kopi Timur, Jalan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Selasa (14/3).

 

Adhie memaparkan, Sri Mulyani pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, pernah mendesain satu persoalan yang pada faktanya tidak benar.

 

“Saya kan tahun 2000 di Istana, jadi Jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid. Waktu itu saya mendengar Sri Mulyani dengan Arifin Panigoro dan kawan-kawannya sedang membuat konstruksi kasus keuangan yang personal,” ujar Adhie.

 

Ia menjelaskan, Sri Mulyani bersama Arifin Panigoro yang kala itu masih menjadi aktivis di bidang ekonomi, menciptakan isu skandal korupsi yang seolah-olah terkait dengan Gus Dur.

 

“Yaitu dari (kasus personal) Soewondo (yang diketahui tukang pijit Gus Dur) kepada Sapuan, Wakil Kepala Bulog. Yaitu (soal) pinjam meminjam, ada tipu menipu lah Rp 35 miliar,” urainya.

 

Dari persoalan pribadi tersebut, dijelaskan Adhie, justru Sri Mulyani menjadikannya sebagai isu nasional yang hingga dilaporkan kepada DPR.

 

“Sri Mulyani dan teman-temannya adalah salah satu arsitek konstruksi ini. Ini dibuat konstruksi yang menjadi seolah-olah ini korupsi melibatkan istana,” papar Adhie.

 

“Kemudian dari bahan naskah akademis lah kira-kira, oleh Sri Mulyani dan kawan-kawannya dikirim ke DPR. Jadilah Pansus Bulog Gate,” sambungnya.

 

Akibat mencuatnya skandal Bulog Gate itu, Adhie menilai Sri Mulyani telah membuat Gus Dur celaka, hingga akhirnya tumbang sebelum masa jabatan Presiden RI yang dijalaninya berakhir.

 

“Jadi Sri Mulyani bermain besar di belakang Bulog Gate ini. Saya tanya ke Bang Bahtiar, Ketua Pansusnya saat itu. Katanya memang kita (anggota DPR) rapat-rapat dapat pengarahan dari Sri Mulyani,” ungkapnya.

 

Menurut Adhie, di saat Sri Mulyani menciptakan skandal Bulog Gate, saat itu pula ia sudah menjadi politisi dan bukan lagi akademisi.

 

Sehingga Adhie melihat perkara yang menimpa Kemenkeu saat ini, yaitu soal dugaan korupsi dan/atau pencucian uang akibat abnormalitas transaksi keuangan di internal kementerian sebesar Rp 300 triliun, Sri Mulyani tengah terkena karma dari kasus Bulog Gate.

 

“Ketika ada kasus itu (transaksi janggal di Kemenkeu), saya melihat apakah ini ada urusannya dengan waktu dia mempermalukan Gus Dur dengan kasus Bulog Gate? Dari skandal kecil pemukulan (David oleh Dandy) kemudian melebar, meluas sampai ke menimpa Sri Mulyani,” tandasnya. (rmol)

 

SANCAnews.id – Seorang pegawai Dirjen Pajak Kantor Wilayah (Kanwil) Sumatera Utara II Bursok Anthony Marlon menguliti habis Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

 

Dalam surat pengaduannya yang ditujukan kepada Sri Mulyani melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan dan diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (14/3), Busrok mengurai sejumlah kejanggalan dalam kepemimpinan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.

 

Surat ini dibuat pada 13 Maret 2023 sebagai respons usai Sri Mulyani menggelar konfrensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait isu skandal transaksi gelap Rp 300 triliun di lingkungan Dirjen Pajak Kemenkeu.

 

Busrok menyayangkan saat konpres bersama Mahfud MD, pengaduannya beberapa waktu lalu dianggap sebagai masalah pribadi. Padahal, Busrok menegaskan jika pengaduannya itu berpotensi menambah keuangan negara dimana ada bagian dari pendapatan negara yang jumlahnya tidaklah sedikit.

 

“Hingga saya kemudian jadi mempertanyakan jiwa nasionalisme ibu (Sri Mulyani) kepada negara Republik Indonesia ini yang mana seolah-olah bila itu urusan pribadi, meskipun ada dugaan kerugian negara yang ditimbulkan, tidak perlu ditindaklanjuti,” kata Busrok dalam suratnya tersebut.

 

Disisi lain, Busrok juga heran mengapa Sri Mulyani tidak mengkoreksi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal Rafael Alun Trisambodo bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bukanlah korupsi.

 

“Oknum terduga pelanggar TPPU bisa dijerat dengan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi bila dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan perpajakan,” beber Busrok.

 

Pegawai pajak yang bertugas sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II ini kemudian menguraikan soal TPPU dalam kasus Rafael Alun Trisambodo, mantan pegawai Ditjen Pajak Eselon III yang memiliki uang sebesar Rp 37 miliar disimpan di Safe Deposit Box (SDB). Uang Rp 37 miliar Rafael Alun ini, kata Busrok, sesuai dengan Pasal 17 UU Perpajakan  terdapat PPh yang terutang sebesar Rp 12 miliar lebih.

 

“Itulah pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara. Bila jumlah sebesar Rp 12 miliar lebih tersebut tidak dibayarkan, di sanalah terjadinya kerugian negara dimana tidak membayar pajak sama dengan korupsi,” kata Busrok.

 

Lebih dalam, Busrok menjelaskan kalau Sri Mulyani menjerat Rafael dengan tindak pidana perpajakan maka berdasarkan Pasal 39 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Rafael Alun bisa dikenakan sanksi maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar tersebut. Dengan begitu, pendapatan negara dari Rafael Alun sebagai wajib pajak sebesar Rp 63 miliar lebih.

 

“Kenapa pendekatan dari sisi perpajakan ini tidak Ibu ungkapkan selaku orang nomor 1 di Kementerian Keuangan kepada Bapak Menko Polhukam, Mahfud MD?” ujar Busrok heran.

 

Ia menduga, Sri Mulyani tidak menggunakan pendekatan dari UU perpajakan guna melindungi para pegawai Dirjen Pajak sehingga tidak aneh lagi para pegawai pajak memiliki harta jumbo seperti Rafael Alun Trisambodo.

 

“Terduga pelanggar TPPU diduga bisa saja diskenariokan untuk tidak perlu membayar ke negara. Cukup bayar ke kantong oknum DJP setengahnya dan semua menjadi aman terkendali. Itu sebabnya kenapa Ibu tidak mau menjawab pertanyaan saya terkait para pejabat yang tertangkap tangan (OTT) oleh KPK atau aparat penegak hukum lain, tidak serta merta dijadikan tersangka pelaku pelanggaran tindak pidana perpajakan,” demikian Busrok.

 

Terkait dengan kejanggalan dan modus Sri Mulyani melindungi para oknum pegawai pajak ini, Busrok telah melaporkannya juga kepada Ombudsman RI. Busrok menuliskan surat yang ditujukan kepada Ketua Ombudsman Mokhamad Najih berupa permintaan rekomendasi pemecatan Sri Mulyani karena dianggap telah melakukan pelanggaran SOP atas penanganan pengaduan dirinya. (rmol)


SANCAnews.id – Desakan mencopot Menteri Keuangan Sri Mulyani terus berdatangan. Desakan itu, muncul setelah ramai gaya hidup mewah alias hedonisme pejabat Kementerian Keuangan.

 

Desakan itu, salah satunya datang dari mantan Jurubicara Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi. Dia meminta Presiden Joko Widodo untuk mencopot Sri Mulyani sebelum bulan Ramadhan ini.

 

“Presiden Joko Widodo harus segera mencopotnya, saya minta sebelum bulan puasa harus segera dicopot,” tegas Adhie Massardi dalam acara diskusi Front Page Communication bersama Kantor Berita Politik RMOL bertemakan "Dosa Pajak Sri Mulyani", di Kopi Timur, Jakarta Timur, Selasa (14/3).

 

Menurutnya, jika Presiden Jokowi tidak segera mencopot Sri Mulyani, sebelum bulan puasa, akan ada gerakan besar dari masyarakat.

 

“Kami akan menyuarakan masyarakat, untuk menunda pembayaran pajak sampai Sri Mulyani berhenti (jadi menteri)," pungkasnya. (*)


 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo didesak untuk segera memecat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dinilai tidak becus dalam bekerja. Terbukti, saat ini banyak skandal di Kemenkeu yang terbongkar.

 

Mulai dari harta tidak wajar bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo hingga dugaan adanya transaksi gelap senilai Rp 300 triliun.

 

"Kalau mau sekarang berhentikan Sri Mulyani. Bersihkan yang kotor," kata Aktivis HAM, Natalius Pigai, saat menjadi narasumber dalam diskusi Kantor Berita Politik RMOL bertema 'Dosa Pajak Sri Mulyani, di Kopi Timur, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Selasa (14/3).

 

Pigai mengingatkan Jokowi bahwa rakyat saat ini sedang marah karena uang pajak hasil keringatnya malah disalahgunakan. Sehingga Presiden harus segera bertindak sebelum muncul gerakan rakyat.

 

"Kalau tidak (pecat sekarang), jangan-jangan Rakyat yang membersihkan presidennya. Itukan kita memberikan warning, bukan kebencian," tegas Pigai.

 

Turut hadir dalam diskusi yang dipandu reporter Kantor Berita Politik RMOL, Ahmad Satrio, mantan jurubicara Presiden Abdurahman Wahid, Adhie Massardi dan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. (rmol)

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya diam seribu bahasa saat ditanya soal aliran dana senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sempat disebutkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu.

 

Jokowi sempat ditanya awak media ihwal aliran misterius itu saat dirinya meresmikan Modern Rice Milling Plant (MRMP) atau penggilingan modern padi di Sragen, Sabtu (11/3/2023). Namun, eks Wali Kota Solo itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari awak media tersebut.

 

Tak hanya sekali ditanya, awak media kembali bertanya kepada Jokowi ihwal yang sama setelah dirinya berbincang-bincang dengan kelompok tani yang ikut acara peresmian MRMP. Namun, lagi-lagi Jokowi tidak menjawabnya.

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sempat bingung dengan angka transaksi mencurigakan Rp300 triliun tersebut. Ia mengatakan bahwa pihaknya baru menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) per hari ini.

 

"Pertama surat itu baru saya terima tadi pagi, tapi karena sedang terbang ke sini, jadi saya belum lihat suratnya. Mengenai 300 triliun itu terus terang saya tidak lihat. Di dalam surat itu nggak ada angkanya, jadi saya ngak tahu juga 300 triliun itu dari mana angkanya," kata Sri Mulyani usai mendampingi Jokowi, Kamis (9/3).

 

Sri Mulyani mengaku akan berkoordinasi lebih lanjut terkait kejelasan aliran dana tersebut dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

 

"Iya tadi saya juga berkomunikasi sama Pak Mahfud dan Pak Ivan ya dari PPATK," katanya.

 

Sepulangnya dari Solo setelah mendampingi Presiden Jokowi, Sri Mulyani mengatakan akan melakukan komunikasi lebih mendalam dengan Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Alasannya agar adanya kesamaan informasi.

 

"Nanti saya akan kalau kembali lagi ke Jakarta saya akan bicara lagi dengan (Menko Polhukam) Pak Mahfud dan juga (Kepala PPATK) Pak Ivan, angkanya tuh dari mana sehingga saya juga bisa punya informasi yang sama," katanya.

 

Menurut Sri, sejak tahun 2009 hingga 2023 sudah ada 196 surat yang disampaikan ke Kemenkeu. Bahkan, sudah ada sebagian surat yang sudah ditindaklanjuti.

 

"Dari 2009 sampai 2022 atau 2023 ini ya itu ada 196 surat yang disampaikan, sebagian yang sudah kita sampaikan follow up yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal. Kita juga sampaikan di situ ada yang dilakukan eksaminasi ada yang memang kalau kasusnya memang terbukti maka dilakukan hukuman disiplin ada yang sudah dicopot atau dikeluarkan itu semuanya ada statusnya," katanya.

 

Kendati demikian, Menkeu tersebut mengatakan memang pihak PPATK sempat meminta masih ada 70 surat yang perlu diberikan keterangan lebih lanjut.

 

"Menurut Pak Ivan masih ada 70 yang kita perlu untuk memberikan keterangan tambahan kita akan sampaikan, jadi saya sampai hari ini baru menerima suratnya tadi pagi ini," katanya mengakhiri. (populis)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.