SANCAnews.id – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) Dewi Kartika menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2023 yang
baru saja diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melanggar
Undang-Undang Pokok Agraria hingga Putusan Mahkamah Konstitusi.
Lewat PP ini, Jokowi memberikan
konsensi Hak Guna Usaha (HGU) sampai 190 tahun, serta Hak Guna Bangunan (HGB)
dan Hak Pakai (HP) sampai 160 tahun bagi investor di Ibu Kota Negara atau IKN
Nusantara.
"Kebijakan ini melanggar
Konstitusi dan bersifat kontra reforma agraria," kata Dewi dalam
keterangan tertulis, Selasa, 14 Maret 2023.
Isi Aturan PP 12
PP 12 ini mengatur tentang
Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal
bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Negara.
"Perlu memberikan kebijakan
khusus pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas
penanaman modal kepada pelaku usaha yang melakukan investasi dan kegiatan
ekonomi
dan/atau membiayai pembangunan
dan pengembangan Ibu Kota Nusantara dan/atau daerah mitra," demikian bunyi
poin pertimbangan di PP yang diteken Jokowi pada 6 Maret 2023 ini.
Pasal 17 menyebutkan tanah yang
dialokasikan oleh Otoritas Ibu Kota Nusantara kepada pelaku usaha dapat
diberikan Hak atas Tanah (HAT) berupa HGU, HGB, dan Hak Pakai. Jaminan
kepastian jangka waktu ketiganya dimuat dalam perjanjian.
Kemudian, Pasal 18 menerangkan
jangka waktu HGU di atas HPL Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan paling lama
95 tahun melalui satu siklus pertama.
Mengacu pada PP ini, Hak Guna Usaha
yang selanjutnya disingkat HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan. Tahapannya yaitu:
1. pemberian hak, paling lama 35
tahun
2. perpanjangan hak, paling lama
25 tahun
c. pembaruan hak, paling lama 35
tahun
tahun.
HGU yang diberikan untuk satu
siklus pertama dengan jangka waktu paling lama 95 tahun tersebut dituangkan
dalam keputusan pemberian hak dan dicatat dalam sertifikat HGU. Perpanjangan
dan pembaruan HGU diberikan sekaligus setelah 5 tahun HGU digunakan dan/atau
dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
Dalam tenggang waktu 10 tahun
sebelum HGU siklus pertama berakhir, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan
pemberian kembali HGU untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama
95 tahun sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah.
Kemudian, Pasal 19 menerangkan
jangka waktu HGB di atas HPL Otorita lbu Kota Nusantara diberikan paling lama
80 tahun melalui satu siklus pertama. HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Tahapannya yaitu:
1. pemberian hak, paling lama 30
tahun
2. perpanjangan hak, paling lama
20 tahun
3. pembaruan hak, paling lama 30
tahun
Dalam hal jangka waktu pemberian
HGB untuk siklus pertama akan berakhir, HGB dapat diberikan kembali untuk satu
siklus kedua apabila diperjanjikan.
Kemudian Pasal 20 menerangkan
jangka waktu Hak Pakai di atas HPL Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan paling
lama 80 tahun
melalui satu siklus pertama. Tapi
PP ini tidak merinci secara spesifik Hak Pakai yang dimaksud. Adapun tahapannya
yaitu:
1. pemberian hak, paling lama 30 tahun
2. perpanjangan hak, paling lama 20 tahun
3. pembaruan hak, paling lama 30 tahun
Dalam hal jangka waktu pemberian
Hak Pakai untuk siklus pertama akan berakhir, Hak Pakai dapat diberikan kembali
untuk satu
siklus kedua apabila
diperjanjikan.
Langgar UU Pokok Agraria
Menurut Dewi, PP ini mengatur
pemberian konsesi HGU langsung dalam satu siklus 95 tahun, yakni pemberian hak
35 tahun sekaligus dengan perpanjangan hak 25 tahun dan pembaruan haknya 35
tahun.
"Semakin liberal, sebab
investor langsung dijamin mendapat siklus kedua dengan tambahan 95 tahun lagi.
Total 190 tahun, hampir dua abad konsesi," kata dia.
Sedangkan, HGB dan HP bisa
mencapai 160 tahun. Menurut Dewi, PP ini menciptakan jalan hukum agar siklus
pertama berikut siklus keduanya langsung dicantumkan dalam keputusan pemberian
hak, dan dicatatkan dalam sertifikat
HGU. "Perjanjian siklus kedua HGB dan HP dapat dibuat sejak awal
perjanjian pemberian hak. Negara melalui Otorita IKN mensejajarkan diri dengan
investor," kata dia.
Bahayanya, kata Dewi, pencabutan
atau penghapusan hak sama sekali tidak diatur dalam PP 12 ini. Padahal seharusnya
tata-cara pencabutan hak dan atau pemberian sanksi semakin jelas dan tegas
dengan pemberian konsesi hampir mencapai dua abad lamanya ini.
UU Pokok Agraria pun, kata Dewi,
sudah terang-benderang dalam pemberian hak, dimana harus dilakukan secara bertahap
dan bersyarat.
Menurut UU Pokok Agraria, HGU
diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Bagi perusahaan yang memerlukan
waktu lebih lama dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun. Perpanjangan HGU
paling lama 25 tahun saja.Terkait HGB, UU Pokok Agraria juga sudah mengatur jangka waktu HGB paling lama
30 tahun. Perpanjangan maksimal 20 tahun
"Selain itu, UU Pokok
Agraria juga sudah mengatur bahwa perpanjangan hak hanya dapat dilakukan
sepanjang pemilik hak masih memenuhi syarat sesuai aturan UU Pokok
Agraria," kata Dewi.
Permohonan perpanjangannya pun
harus dilakukan paling lambat 2 tahun sebelum masa HGU dan HGB kedaluwarsa.
Sementara
untuk pembaruan hak, tahapannya
kembali sebagaimana syarat-syarat pemberian hak di awal.
Oleh sebab itu, Dewi menyebut
sistem siklus dalam PP 12 ini telah melanggar UU Pokok Agraria karena regulasi
tersebut tidak pernah memandatkan pemberian HGU, HGB dan HP dengan perpanjangan dan pembaruan hak dalam satu
siklus pemberian hak.
Akan tetapi, PP 12 justru dinilai
kebablasan dengan menjamin pemberian hak dalam dua siklus; 2 kali 95 tahun
untuk HGU, 2 kali 80 tahun untuk HGB dan HP. "Inilah pelanggaran
fundamental terhadap UU Pokok Agraria," ujar Dewi.
Selain itu, Dewi juga menyebut PP
12 ini melanggar Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 terkait pemberian konsesi
sekaligus
di muka. Sebab sebelumnya telah
ada Putusan MK yang menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah sekaligus di muka
(pemberian hak, perpanjangan dan
pembaruannya) berupa 95 tahun HGU, 80 tahun HGB dan 70 tahun Hak Pakai
melanggar Konstitusi.
Putusan MK ini berkaitan dengan
amar putusan atas permohonan judicial
review organisasi masyarakat
sipil terhadap UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dewi menyebut penggunaan
konsep “siklus pemberian” dalam PP 12 sama saja maknanya dengan konsep “di muka
sekaligus” dalam UU Penanaman Modal.
Artinya, ketentuan ini sama-sama
bertujuan memberikan, memperpanjang dan memperbaharui HGU, HGB, dan HP
sekaligus dalam satu siklus pemberian hak. Bahkan PP 12 lebih parah dibanding
UU Penanaman Modal yang dulu juga
ditentang, karena sejak awal PP telah memberikan jaminan pemberian hak dalam
dua kali siklus. "Penanaman Modal saja sudah dinyatakan melanggar UUD
1945, apalagi dua kali lipatnya," kata Dewi.
Alasan Jokowi
Wakil Kepala Otorita IKN Dhonny
Rahajoe telah menjelaskan alasan pemberian HGU hingga 190 tahun dan HGB 160
tahun ini. Tujuannya agar lahan yang dikuasai negara di IKN bisa bersaing
dengan lahan berstatus hak milik yang tersebar di luar wilayah calon ibu kota
ini.
"Kalau di otorita tidak
dibuat bersaing dengan di sekitarnya, IKN-nya sepi," kata dia selepas
rapat bersama Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 8 Maret 2023.
Dhonny menerangkan kemudahan
berusaha sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, yang
belakangan menjadi Perpu Cipta Kerja. Kemudahan berusaha ini pun dibuat lebih
menarik dengan PP Nomor 12 ini. HGB bisa diberikan di tahap awal selama 30
tahun. HGB akan dievaluasi setelah 5 tahun dan bisa diberi perpanjangan 50
tahun lagi.
"Kemudian setelah berakhir
bisa kita perpanjang lagi jadi ini tidak mengubah mekanisme yang ada, tetapi
ada hal-hal yang kita percepatan khusus di IKN," kata Dhonny.
Pemberian HGB ini pun akan
melewati serangkaian proses. Di tahap awal, otoritas sebagai pemegang Hak
Pengelolaan Lahan atau HPL akan membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang
akan menggunakannya. Model semacam ini juga sudah dilakukan di Jakarta dan
kota-kota lainnya.
Lalu di dalam UU Cipta Kerja dan
PP Nomor 18 Tahun 2021, Dhonny menyebut sudah ada aturan juga bahwa HPL ini
dilepas. Sehingga, ketentuan saat ini sebenarnya tidak mengganggu aturan yang
ada sebelumnya. Nantinya, perjanjian dengan otoritas inilah yang akan menjadi
landasan bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk SK pemberian hak atas
tanah.
Bagi Dhonny, pemberian HGB 80
tahun bukan berarti mengobral izin. Ia menjelaskan bahwa IKN dibangun di tanah
yang belum ada infrastruktur apapun, ketika kawasan itu dikelilingi oleh tanah
berstatus hak milik. Sementara di IKN, statusnya HGB dan HPL.
Jika pemerintah tidak menyamakan
daya saing tanah di dalam area IKN dan di luarnya, maka tentu investor akan
memilih untuk memborong tanah-tanah di sekitar IKN. Kondisi itu tidak sesuai
dengan tujuan pemerintah menghadirkan IKN. "Akhirnya jadi seperti banyak
contoh di negara lain, sepi, karena mereka tinggalnya di sekitarnya, jadi bukan
obral, ini dalam rangka menyamakan daya saing IKN dan sekitarnya," kata
Dhonny. (tempo)