SANCAnews.id – Zainal Abidin adalah satu-satunya terpidana mati
atas kasus ganja. Ia adalah satu-satunya warga negara Indonesia yang dieksekusi
mati selain delapan terpidana mati atas kasus heroin, sabu dan ekstasi.
Zainal Abidin ditangkap di
rumahnya di Kelurahan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, akibat kasus
kepemilikan ganja, pada 21 Desember 2000 silam.
Istri Zainal yaitu Kasyah dan
teman Zainal dari Aceh, Aldo juga ditangkap dengan barang bukti 58,7 kilogram
ganja. Mereka kemudian diseret ke meja
hijau atas kasus kepemilikan ganja tersebut.
Majelis PN Palembang, memvonis
Zainal dengan hukuman 18 tahun penjara, Kasyah 3 tahun, dan Aldo 20 tahun
penjara.
Kemudan Zainal mengajukan banding
atas vonis tersebut. Rupanya, dewi fortuna belum berpihak pada Zainal.
Hukuman Zainal Abidin diubah
menjadi vonis hukuman mati di tingkat banding. Vonis mati dikuatkan oleh
putusan Mahkamah Agung (MA).
Tak terima dengan vonis hukuman
menjadi lebih berat, Zainal kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Kisah Zainal Abidin, Lulusan Ponpes Palembang yang dikenal pendiam
Zainal Abidin pernah bersekolah
di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Palembang. Zainal dikenal sebagai
sosok pribadi yang pendiam dan memiliki hubungan baik dengan warga sekitar.
Zainal bersekolah di pondok
pensantren Syariad di Palembang, namun tidak tamat. Wargapun tidak mengetahui
persis alasan dirinya berhenti sekolah.
Sejak kecil Zainal berada di
lingkungan ponpes, seluruh keluarganya pun tinggal di lingkungan tersebut.
Zainal dan istrinya juga
dikabarkan bercerai setelah setahun tersandung kasus narkoba tahun 2001 silam.
Masyarakat mengenal Zainal
sebagai sosok pribadi yang sedikit pendiam. Namun dalam pergaulan keseharian
masih bisa berbaur dengan masyarakat sekitar.
Nasib Buruk yang Selalu Menghantui Zainal Abidin
Upaya hukum yang luar biasa
berupa permohonan Peninjauan Kembali sudah diajukan Zainal pada 2 Mei
2005. Namun, lagi-lagi nasib buruk
menimpanya. Pengajuan PK Zainal kemudian “macet” selama bertahun-tahun karena
berkas PK milik Zainal terselip di PN Palembang.
Setelah berkas ditemukan, PK
Zainal segera dikirim ke Mahkamah Agung dengan Nomor 65 PK/Pid.Sus/2015, dan PK
tersebut diputus hanya dalam waktu beberapa hari.
Pada Desember 2014 silam, Zainal
Abidin mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo, dan ternyata hasilnya ditolak.
Penolakan Presiden bersamaan
dengan penolakan seluruh grasi gembong narkoba menyusul terbitnya Keputusan
Presiden tanggal 2 Januari 2015 yakni Keppres Nomor 2/G Tahun 2015.
Permohonan PK yang diajukan
Zainal Abidin ditolak pada 27 April 2015. Mahkamah Agung menyatakan menolak PK
Zainal yang dijatuhi hukuman mati karena ia terbukti sebagai pedagang ganja
kelas kakap.
Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo,
penolakan PK ini bertujuan untuk memperlancar proses hukum yang berlaku.
Zainal Abidin di vonis mati atas kasus narkoba jenis ganja
Zainal Abidin merupakan
satu-satunya warga negara Indonesia yang dihukum mati di gelombang kedua atas
kasus narkoba.
Selain menjadi satu-satunya warga
negara Indonesia, Zainal, juga memiliki perbedaan atas kasus narkoba diantara
terpidana mati lainnya.
Pertama, Zainal adalah
satu-satunya terpidana mati dengan narkoba jenis ganja. Sedangkan terpidana
mati lain atas kasus narkoba jenis sabu, heroin atau ekstasi.
Kedua, Zainal Abidin adalah
satu-satu terpidana mati dengan hukuman awal yakni vonis penjara 18 tahun, dan
bukan hukuman mati.
Namun karena Zainal mengajukan
banding, ia pun akhirnya tetap di vonis mati menghadap regu tembak di
Nusakambangan pada 28 April 2015. (tvone)