Latest Post

 

SANCAnews.id – Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto mengecam adanya surat ancaman yang diduga berasal dari Pertamina kepada warga korban kebakaran Depo Plumpang, Jakarta Utara.

 

Mulyanto meminta pihak Pertamina tidak menyodorkan dokumen bermaterai untuk ditandatangani keluarga korban agar tidak menuntut atas musibah kebakaran depo Plumpang.

 

"Kalau berita itu benar maka Pertamina mengambil langkah yang tidak etis," kata Mulyanto kepada wartawan, Sabtu (11/3/2023).

 

"Tidak usah lah dibagikan dokumen seperti ini. Setop dan agar ditarik kembali," sambungnya.

 

Menurutnya, Pertamina tidak harus membungkam keluarga korban dengan cara-cara yang tidak etis seperti itu. Dia juga meminta Pertamina bersimpati kepada keluarga korban kebakaran Depo Plumpang yang masih dirundung duka.

 

"Kita mendorong adanya dialog yang baik antara Pertamina dengan keluarga para korban. Barangkali dengan dialog itu bisa dihasilkan kesepakatan yang terbaik untuk semua pihak," tegas Mulyanto.

 

Laporan Warga

Sebelumnya, Ketua RW 01 Rawa Badak Selatan Bambang Setiono mengaku dapat laporan kalau ada keluarga korban tewas kebakaran depo Pertamina Plumpang dikasih uang Rp 10 juta. Tapi mereka juga diminta tidak boleh melayangkan tuntutan kepada Pertamina.

 

Kabar tersebut didapatnya setelah adanya proses pemakaman korban kebakaran Depo Pertamina di Plumpang yang terjadi pada Jumat (3/3/2023) malam.

 

"Iya, kemarin ada yang mengadu ke saya ngomongnya begitu," kata Bambang di Markas PMI di Jakarta Utara (Jakut), Selasa (7/3/2023).

 

Namun sejauh ini, baru satu warga yang melaporkan terkait hal ini kepada dirinya.

 

Surat Ancaman Pertamina

Keluarga korban yang tewas akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang mengaku dapat intimidasi dari pihak Pertamina.

 

Intimidasi ini disebutnya dilakukan oknum pihak Pertamina lewat sambungan telepon karena dirinya mengungkap santunan bersyarat dari perusahaan tersebut.

 

Ahli waris korban tewas yang meminta namanya diinisialkan M mengaku kalau dirinya mendapatkan telepon dari pihak yang mengatasnamakan pihak Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).

 

Dalam telepon itu, ia mengaku si oknum memintanya untuk datang ke RSPP karena ada yang mau disampaikan pihak rumah sakit soal pengakuannya ke wartawan beberapa waktu lalu.

 

"Ditelepon sama orang Pertamina, sangkutannya dengan media. Masalah media katanya,” ujar M saat ditemui di Plumpang Jakarta Utara, dikutip dari Suara.com, Kamis (9/3/2023).

 

Akibat telepon tersebut, M mengaku takut lantaran adiknya masih dalam perawatan di RSPP. Ia takut jika adiknya malah menjadi korban, atas keresahan dirinya tentang santunan bersyarat tersebut.

 

M mengungkapkan keberatannya soal santunan bersyarat yang diberikan pihak Pertamina, dengan dalih biaya pemakaman.

 

Surat pernyataan soal santunan itu berisi poin yang menyebutkan kalau pihak keluarga tidak boleh menuntut Pertamina.

 

"Bahwa saya dan/atau ahli waris menyatakan dengan diterimanya santunan ini, maka kami tidak akan mengajukan gugatan maupun tuntutan lain kepada Pertamina Group."

 

Santunan senilai Rp 10 juta itu, diklaim hanya untuk biaya pemakaman jenazah. (suara)

 

 

SANCAnews.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara soal dugaan tindakan pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp300 triliun di kementerian yang dipimpinnya.

 

“Mengenai 300 triliun sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi 300 triliun itu ngitungnya dari mana transaksinya apa saja siapa yang terlibat,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya yang disiarkan melalui YouTube Kemenkeu pada Sabtu (11/3/2023).

 

“Di surat yang Pak Ivan sampaikan kepada saya pada hari Kamis surat tersebut menyangkut jumlah yang disampaikan PPATK pada kami dan list dari kasusnya tidak ada angka rupiahnya,” tambah Sri Mulyani.

 

Kemudian Sri Mulyani mengatakan bahwa dirinya akan menindaklanjuti perihal informasi mengenai dugaan pencucian uang senilai Rp300 triliun tersebut.

 

“Saya sudah kontak Pak Ivan dan izin Pak Mahfud saya akan tanyakan kepada Pak Ivan tolong 300 triliun itu sampaikan saja jelas kepada media siapa saja yang terlibat transaksi seperti apa,” katanya.

 

Sri Mulyani menegaskan bahwa jika diberikan semakin detail pihaknya semakin senang karena hal itu dapat membersihkan kementeriannya.

 

“Dan apakah informasi itu bisa ke publik apa jadi bukti Monggo makin detail makin bagus saya juga ingin tahu siapa saja yang terlibat semakin terlibat sehingga pembersihan kita semakin cepat,” ujarnya.

 

“Jadi informasi 300 triliun sampai siang hari ini saya tidak bisa menjelaskan karena saya belum melihat angkanya dan datanya sumbernya transaksinya apa saja yang dihitung dan siapa yang terlibat,” tambahnya.

 

Menko Polhukam Mahfud MD (ant) Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD memaparkan berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah ditemukan transaksi mencurigakan mencapai Rp300 triliun di tubuh Kemenkeu pada rentang waktu 2009-2023 yang melibatkan sekira 467 pegawai Kemenkeu.

 

Ia juga menegaskan bahwa temuan tersebut merujuk pada TPPU dan bukannya korupsi. Dia mencontohkan apabila seseorang menerima gratifikasi sebesar Rp10 miliar kemudian diselidiki intelijen keuangan, ternyata anak yang bersangkutan memiliki rekening besar atau sejumlah perusahaan, istri yang bersangkutan juga demikian, sementara sumber kekayaannya masih dipertanyakan.

 

"Nah itu yang di dalam undang-undang kita supaya di konstruksi dalam hukum tindak pidana pencucian uang. Sehingga kalau disimpulkan di Kementerian Keuangan itu memang benar ada masalah-masalah ini, tapi tidak semuanya benar," paparnya.

 

Sementara itu Wamenkeu Suahasil Nazara menyatakan bahwa Kemenkeu berkomitmen penuh untuk bekerja sama dalam pengusutan dugaan TPPU di tubuh lembaganya tersebut.

 

"Kita akan membuka penuh kerja sama kalau ada upaya mengejar tindak pidana pencucian uang ini. Kalau perlu kita lakukan lagi pemeriksaan-pemeriksaan perpajakan maupun kepabeanan, bukan hanya kepada individu pegawai, tetapi kepada seluruh wajib pajak dan wajib bayar seluruh Indonesia," ujarnya. (tvone)

 

SANCAnews.id – Hasil rilis survei terbaru Indonesia Political Opinion (IPO) menempatkan 41 persen tidak puas atas kinerja pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meskipun, mayoritas publik masih merasa puas atas kinerja Jokowi dan para menterinya.

 

Berkenaan dengan itu, Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia mengatakan, menurunnya tingkat kepuasan pada pemerintah bisa mendongkrak elektabilitas Anies Baswedan yang telah diusung Nasdem Demokrat dan PKS sebagai bakal calon presiden (bacapres).

 

“Menurunnya tingkat kepuasan pada pemerintah bisa memicu tingginya elektabilitas Anies,” ujar Dedi dalam diskusi bertajuk “Dinamika Politik Jelang 2024” yang disiarkan secara daring pada Sabtu (11/3).

 

Pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, elektabilitas Anies berpotensi terdongkrak lantaran ia mulai gencar melakukan safari politik ke sejumlah daerah setelah tidak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta.

 

“Itu bisa saja hasil dari safari politik Anies yang kian gencar dilakukan, terlebih adanya penolakan yang sering diberitakan, karakter pemilih kita cenderung mudah bersimpati,” kata Dedi.

 

Tak hanya itu, Dedi juga menyebut parpol pengusung seperti Nasdem, Demokrat, dan PKS pun kecipratan secara elektoral dari Anies Baswedan.

 

“Utamanya Nasdem dan Demokrat yang alami peningkatan juga. Bisa saja Anies mendapat tambahan suara dari kader partai mitra koalisi,” demikian Dedi. 

 

Survei IPO dilakukan secara tatap muka melibatkan 1.200 responden. Survei ini memiliki margin of error (MoE) 2,5 persen dengan tingkat akurasi data 95 persen. Setting pengambilan sampel menggunakan teknik multistage random sampling (MRS) atau pengambilan sampel bertingkat. (rmol)

 

SANCAnews.id Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berpotensi seperti mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin yang ditangkap Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) setelah tidak lagi menjadi orang nomor satu di Malaysia. 

 

Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) Ubedilah Badrun menilai, secara politik Jokowi sulit untuk “bersih-bersih” diri karena terlalu kotor dan jorok pemerintahannya.

 

Menurut Ubedilah, Jokowi sudah terjerat dalam gurita oligarki yang ia suburkan di era kepemimpinannya.

 

“Fakta korupsi yang merajalela dan semakin tumbuh subur dengan data indeks korupsi yang sangat merah dengan skor 34 dan ratusan triliun uang rakyat dikorupsi adalah realitas yang tidak bisa dibantah terjadi di rezim Jokowi,” kata Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/3).

 

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu juga menyebut fakta bahwa mafia, perjudian, dan narkoba tumbuh subur di dalam tubuh aparat penegak hukum di era Jokowi. Contoh kasus, bekas Kapolda Jatim, Irjen Tedy Minahasa terjerat kasus peredaran narkoba jenis sabu dan saat ini masih bersidang di PN Jakarta Barat.

 

“Itu adalah realitas yang tak terbantahkan, parahnya uang ilegal itu memunculkan kecurigaan digunakan untuk biaya pemilu,” kata Ubedilah.

 

Selain itu, Ubedilah juga menyebut adanya fakta tentang “rekening gendut” di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan ini yang diungkap Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu, kata dia, semakin menguatkan asumsi bahwa banyak pejabat korup di rezim Jokowi.

 

“Kekayaan pejabat justru naik lebih dari 70 persen di tengah rakyat menderita terjadi pada rezim Jokowi adalah realitas yang mencurigakan yang juga tak bisa dibantah,” tegasnya.

 

Belum lagi, masih kata Ubedilah, ada juga fakta bahwa Korupsi Kolusi dan nepotisme (KKN) terjadi di lingkar Istana dan kroni-kroninya. Kemudian, fakta lain bahwa pelanggaran HAM baru yang banyak terjadi di rezim Jokowi.

 

Atas dasar itu, Ubedilah meniali Jokowi sulit untuk bersih-bersih karena sejumlah kebobrokan yang sudah bercokol di era kepemimpinannya.

 

“Itu semua membuat Jokowi tidak akan bisa bersih-bersih diri dan karenanya berpotensi akan menjadi seperti Muhyiddin Yassin di Malaysia,” tandasnya.

 

Sebelumnya, mantan PM Malaysia Muhyiddin Yassin ditangkap pada Kamis (9/3). Penahanan Muhyiddin dilakukan usai diperiksa atas kasus proyek pemulihan ekonomi yang dilakukan saat dirinya berkuasa. Dia akan dijatuhi pasal dakwaan terkait penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang. (*)

 

SANCAnews.id – Pergerakan uang atau transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan, sebagaimana diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dinilai sebagai kegagalan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

 

Direktur Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf, salah satu yang mengkritisi Kemenkeu usai mencuatnya transaksi keuangan mencurigakan. Sebabnya, lembaga yang mengelola keuangan negara ini pernah mendapat Anugerah Revolusi Mental tahun 2019.

 

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memberikan anugerah tersebut kepada Kemenkeu, salah satu alasannya adalah karena dianggap berprestasi melakukan gerakan perubahan birokrasi.

 

 

“Ini bukti bahwa pengawasan internal birokrasi gagal. Lebih jauh lagi reformasi mental hanya omong kosong saja,”  ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/3).

 

Ia mengetahui, nilai transaksi mencurigakan yang cukup besar di Kemenkeu itu paling banyak bersumber dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai.

 

Salah satu contohnya, disebutkan Gde Siriana adalah harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo sebagai salah satu yang ganjil, karena di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negaranya (LHKPN), nilai kekayaan pejabat Kemenkeu ini naik hingga Rp 10 miliar pada periode 2013 hingga 2014 dan 2019 sampai 2020.

 

“Pertanyaan besarnya, mengapa mega skandal itu tidak terendus oleh SMI (Sri Mulyani Indrawati) dan sistem pengawasan internal Kemenkeu,” tuturnya.

 

Maka dari itu, Gde Siriana mendorong agar Sri Mulyani diperiksa oleh aparat penegak hukum terkait skandal transaksi janggal Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.

 

“Kan SMI selama ini diam, adem ayem saja soal anak buahnya ada yang korupsi. Ini bukti bahwa pengawasan internal birokrasi gagal. Lebih jauh lagi reformasi mental hanya omong kosong saja,” demikian Gde Siriana menambahkan. (*)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.