Latest Post

 

SANCAnews.id – Sidang etik Polri memutuskan terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E tetap menjadi anggota Polri. Bharada E pun tidak dipecat dan hanya dimutasi dan diberikan demosi selama setahun.

 

Menanggapi hal tersebut, ayah dari Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Samuel Hutabarat mengatakan seharusnya Bharada E dipecat dari anggota Polri.

 

"Dia (Bharada E) kami dukung karena sebagai justice collaborator. Kami ingin kasus pembunuhan anak kami terungkap. Kami dukung LPSK melindunginya supaya kasus terungkap, bukan dukung diterima lagi sebagai anggota Polri," ujar Samuel kepada wartawan.

 

Samuel menyingung bahwa Bharada E merupakan orang yang menembak putranya itu hingga tewas. Karena itu ia mengaku kecewa dengan hasil putusan majelis etik Polri  yang tidak memecat Bharada E.

 

"Saya jelaskan ya di sini saja. Saya mau bicara karena begini,. Anak saya ditembak oleh dia. Bilang alasan diperintah. Jika diperintah, sebagai manusia dia (Bharada E) tahu mana baik, mana buruknya, apalagi dia bukan robot," papar Samuel.

 

"Kecuali robot, bisa disuruh-suruh apa pun oleh operatornya. Sudah menembak, diterima lagi jadi Polri. Kami kecewa," sambungnya.

 

Sebelumnya, sidang etik Polri terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E digelar pada, Rabu (22/2/2023). Hasil sidang menetapkan Bharada E tetap menjadi anggota Polri.

 

"Sesuai Pasal 12 Ayat 1 huruf a PP RI Nomor 1 Tahun 2003 maka Komisi selaku pejabat yang berwenang memberikan pertimbangan selanjutnya berpendapat bahwa terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan saat konferensi pers di Mabes, Rabu (22/2/2023).

 

Dalam sidang tersebut, Ramadhan membacakan sembilan pertimbangan hukum dalam pengambilan putusan sidang KKEP. Pertimbangannya yakni:

 

1. Terduga pelanggar belum pernah dihukum karena melakukan pelanggaran baik disiplin, kode etik, maupun pidana.

 

2. Terduga pelanggar mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan.

 

3. Terduga pelanggar telah menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama di mana pelaku yang lainnya dalam persidangan pidana di pengadilan negeri jakarta selatan berusaha mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara, merusak, menghilangkan barang bukti dan memanfaatkan pengaruh kekuasaan.

 

Tetapi justru kejujuran terduga pelanggar dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi.

 

4. Terduga pelanggar bersikap sopan dan bekerja sama dengan baik selama di persidangan sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.

 

5. Terduga pelanggar masih berusia muda, masih berusia 24 tahun, masih berpeluang memiliki masa depan yang baik. Apalagi dia sudah menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari.

 

6. Adanya permintaan maaf dari terduga pelanggar kepada keluarga Brigadir Yosua di mana saat persidangan pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terduga pelanggar telah mendatangi pihak keluarga Brigadir Yosua bersimpuh dan meminta maaf atas perbuatan yang terpaksa. Sehingga keluarga Brigadir Yosua meminta maaf.

 

7. Semua tindakan yang dilakukan terduga pelanggar dalam keadaan terpaksa dan karena tidak berani menolak perintah atasan.

 

8. Terduga pelanggar yang berpangkat Bharada atau Tamtama Polri tidak berani menolak perintah menembak Brigadir Yosua dan saudara FS karena selain selaku atasan, jenjang kepangkatan Saudara FS dan terduga pelanggar sangat jauh.

 

9. Dengan bantuan terduga pelanggar yang mau bekerja sama dan memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya sehingga perkara meninggalnya Brigadir Yosua dapat terungkap.

 

Untuk diketahui sidang etik Bharada E diketuai oleh Sesrowabprof Divpropam Polri Kombes Sakeus Ginting. Adapun sidang dimulai sejak pukul 10.00 WIB hingga petang.

 

Dalam kasus pembunuhan berencana, terhadap Brigadir J, Bharada E divonis satu tahun enam bulan penjara.

 

Vonis tersebut jauh lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa yakni menuntut hukuman 12 tahun penjara. (suara)

 

SANCAnews.id – Usai mengumumkan bakal calon presiden (Bacapres) 2024, markas PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan langsung memajang baliho raksasa bergambar Anies Baswedan.

 

Baliho tersebut menuliskan "Anies Baswedan untuk Presiden RI 2024". Selain itu, terdapat pula logo PKS dan angka 8 yang merupakan nomor urut PKS di Pemilu 2024.

 

Presiden PKS, Ahmad Syaikhu mengatakan, Anies sosok yang dapat memadukan antara nilai nasionalisme dan nilai agama menjadi satu kesatuan dalam membangun bangsa.

 

"Saudara Anies Rasyid Baswedan adalah sosok pemimpin yang memiliki rekam jejak yang mumpuni dan menjadi simbol perubahan bagi kemajuan pembangunan di DKI Jakarta," ungkap Ahmad Syaikhu, Kamis (23/2).

 

Lebih jauh, PKS berharap Anies dapat melanjutkan cita-cita pendiri bangsa dengan mewujudkan keadilan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

 

"Di pundak Saudara Anies Rasyid Baswedan, PKS berharap beliau dapat melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur dengan mengambil langkah pembaharuan berisikan perubahan dan kesinambungan pembangunan," tandasnya. (rmol)

 

SANCAnews.id – Penyusunan aturan teknis penanganan perkara netralitas anggota TNI dan Polri pada Pemilu Serentak 2024, tengah dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama petinggi lembaga-lembaga tersebut.

 

Anggota Bawaslu RI, Puadi menuturkan, pihaknya merujuk pada ketentuan Pasal 93 huruf f UU 7/2017 tentang Pemilu, yang menugaskan Bawaslu agar tidak hanya mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga anggota TNI dan Polri.

 

“Hanya saja untuk menjalankan tugas ini, Bawaslu perlu membangun kesepahaman dengan pihak Mabes TNI dan Mabes Polri terkait tata cara dan mekanisme penanganan ketidaknetralan TNI atau Polri,” ujar Puadi kepada wartawan, Rabu (22/2).

 

Ia menjelaskan, dalam menyusun aturan teknis penanganan perkara netralitas anggota TNI dan Polri, Bawaslu mesti menyesuaikan dengan regulasi yang berlaku di lembaga-lembaga tersebut.

 

“Kewenangan untuk melakukan penindakan terhadap anggota TNI atau Polri yang tidak netral dalam pemilu merupakan kewenangan TNI atau Polri. Sehingga pola penanganan oleh Bawaslu harus disesuaikan dengan regulasi yang mengaturnya,” urai Puadi.

 

Maka dari itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu RI ini memastikan, penyusunan aturan penanganan perkara netralitas anggota TNI dan Polri akan dibicarakan bersama dengan Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono, dan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

“Terkait hal tersebut, Pimpinan Bawaslu pada dasarnya telah membangun komunikasi dengan Panglima TNI dan Kapolri,” katanya.

 

“Dan sebagai tindak lanjutnya akan dikomunikasikan kembali dalam bentuk penyusunan MoU, sebagaimana telah dilakukan pada pemilu dan pilkada sebelumnya,” demikian Puadi. (rmol)

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menampik kalau pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara membutuhkan waktu yang lama. Ia memperkirakan kalau pembangunan IKN di Kalimantan Timur akan menghabiskan waktu hingga 20 tahun.

 

"Memang ini bukan pekerjaan yang hanya 1-2 tahun, ini mungkin akan selesai insyaAllah 15-20 tahun," kata Jokowi saat berpidato dalam acara Pembukaan Muktamar XVIII PP Pemuda Muhammadiyah Tahun 2023, Balikpapan, Rabu (22/2/2023).

 

Menurut Jokowi perlu ada keberanian untuk memulai pemindahan ibu kota. Apalagi kalau melihat DKI Jakarta yang sudah sangat padat dan diwarnai kemacetan setiap harinya.

 

Dengan pindahnya status ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan, Jokowi menegaskan kalau Jakarta tetap akan diperbaiki untuk menjadi kota ekonomi.

 

"Jakarta sendiri sudah sangat padat, sangat macet, tapi Jakarta tetap akan terus kita perbaiki, dan menjadi kota bisnis, kota pariwisata, kota ekonomi, dan nusantara menjadi kota pemerintahan," jelasnya.

 

Kepala Negara kembali menegaskan kalau pemindahan ibu kota itu bukan menjadi gagasan dirinya, melainkan sejak era Presiden Soekarno atau Bung Karno.

 

"Perlu saya ingatkan bahwa kita pindah ke Ibu Kota Nusantara ini bukan gagasan saya, ndak. Ini sudah sejak Bung Karno tahun 60, Bung Karno sudah akan memindahkan ibu kota Jakarta itu ke Kalimantan, yaitu di Palangkaraya," tuturnya. (suara)

 

SANCAnews.id – Salah satu terdakwa kasus peredaran narkoba Teddy Minahasa, yaitu mantan Kapolsek Kalibaru Kompol Kasranto mengaku dirinya bersedia untuk edarkan dan jual sabu Teddy yang diberikan oleh Linda Pujiastuti.

 

Dihadapan majelis Halim Kasranto mengaku Linda mengatakan kepadanya bahwa barang bukti sabu tersebut milik seorang “Jendral dari Padang”

 

Kasranto mengaku dirinya mengetahui dari mana asal narkoba tersebut, dan merasa lebih aman untuk edarkan barang haram tersebut lantaran ada nama Jendral dari Padang pada Juni 2022 sebanyak 1 KG Sabu.

 

"Karena saya menanyakan ke Linda, bahwa barang (sabu) itu punya jenderal. (Katanya) 'Aman Mas'. Maka dari itu saya bisa tertarik, itu karena barang jenderal, (sehingga) aman," ujar Kasranto memberikan keterangan dalam persidangan kepada majelis hakim, Rabu 22 Februari 2023.

 

Kasranto mengatakan, Linda sebelumnya bilang kepadanya bahwa sabu tersebut berasal dari seorang jenderal yang bertugas di Padang, Sumatera Barat, kepada Kasranto Linda tidak menjelaskan secara rinci siapa sosok jenderal pemilik sabu tersebut.

 

Selanjutnya setelah keduanya sepakat, Linda pun meminta Kasranto untuk datang ke rumahnya yang berlokasi di Kedoya Jakarta Barat.

 

"Saya ke rumahnya Linda di Kedoya, Jakarta Barat. Sampai di sana saudara Linda sudah menunggu dan langsung memberikan satu paperbag kembang-kembang warna coklat langsung dikasihkan ke saya, saya langsung balik ke kantor," jelasnya.

 

Usai mendapatkan barang bukti sabu 1 KG dari Linda, Kasranto menugaskan terdakwa lainnya yakni Aiptu Janto Situmorang untuk mencari calon pembeli sabu 1 KG.

 

Kasranto kemudian meminta terdakwa Janto untuk datang ke Mapolsek Kalibaru untuk ambil sabu, Janto kemudian membawa 1 kilogram sabu dari Kasranto dan membawanya untuk transaksi kepada bandar narkoba di Kampung Bahari, Jakarta Utara yakni Alex Bonpis senilai Rp 500 juta.

 

"Saya sisihkan Rp 400 juta, yang Rp 100 juta saya sisihkan, yang Rp 50 saya buka saya tanya ke Janto 'To kamu mau ngambil berapa?' (katanya) 'saya ambil Rp 20 aja komandan'," ungkapnya.

 

Transaksi kemudian berhasil dan Kasranto menyerahkan uang hasil jual sabu senilai Rp 400 juta kepada Linda Pujiastuti.

 

Diketahui sabu yang dijual Teddy dan tersakwa lainnya itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.

 

Dalam bacaan dakwaan JPU juga diketahui Teddy menugaskan AKBP Dody mengambil sabu barang bukti hasil pengungkapan itu, kemudian diganti dengan Tawas.

 

Diketahui AKBP Dody Prawiranegara juga sempat menolak permintaan Teddy untuk menukar sabu tersebut dengan tawas, namun karena itu perintah dari Teddy yang merupakan Kapolda Sumatera Barat, Dody akhirnya mengiakan permintaan Teddy.

 

Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda, urutan selanjutnya Linda berikan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba kampung Bahari yang bernama Alex Bonpis.

 

Dalam penyelidikan Polda Metro Jaya hingga kini ada 11 orang yang sudah berstatus terdakwa dan dan menjalani persidangan yakni Teddy Minahasa Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.

 

Para terdakwa yang terlibat melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (disway)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.