Latest Post

 

SANCAnews.id – Kejaksaan Agung seharusnya bisa langsung menangkap Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Bukan justru sekadar diperiksa sebagai saksi.

 

Begitu dikatakan Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Iwan Sumule, menanggapi Johnny yang diperiksa penyidik Kejagung dalam kapasitasnya sebagai saksi di kasus pengadaan base transceiver station (BTS) 4G, dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo tahun 2020-2022.

 

"Sudah semestinya Menteri Kominfo Johnny Plate ditangkap Kejaksaan RI, bukan hanya diperiksa," cuit Iwan Sumule di Twitter, Selasa (14/2).

 

Informasi penyidik, nilai anggaran proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo ini berkisar Rp 10 triliun. Namun dalam proyek ini, muncul dugaan tindak pidana korupsi berupa dugaan mark up maupun pembangunan fiktif yang ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp 1 triliun lebih.

 

"Proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G terbukti fiktif alias tidak dibangun dan uangnya diembat. Ngerii," kata Iwan lagi..

 

Iwan lantas menyinggung rencana pemerataan informasi. Menurutnya, rencana itu sulit terealisasi kalau proyek pembangunannya dikorupsi.

 

"Pantas saja indeks korupsi kita meningkat, pejabatnya marak korupsi. Kata Surya Paloh, bangsa model apa ini?" demikian Iwan menambahkan. (rmol)

 

SANCAnews.id – Menkominfo Johnny G. Plate hingga saat ini masih diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di Gedung Jampidsus Kejagung RI, pada Selasa petang (14/2).

 

Johnny sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus pengadaan base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022.

 

Johnny tiba di Gedung Bundar sekitar pukul 08.49 WIB dan langsung menjalani pemeriksaan. Hingga pukul 17.45 WIB Sekjen DPP Partai Nasdem itu belum juga keluar dari gedung Jampidsus.

 

Johnny sebelumnya dipanggil pada Kamis 9 Februari 2023, namun ia tidak hadir karena ada kegiatan kunjungan kerja ke Sumatera Utara (Sumut).

 

Dalam kasus ini, terungkap pada November 2022 lalu, nilai anggaran yang diketahui penyidik dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo ini berkisar Rp 10 triliun.

 

Dugaan tindak pidana korupsi berupa dugaan mark-up maupun pembangunan fiktif yang dilakukan ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp 1 triliun lebih.

 

Kejagung pun telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut. Salah satu yang ditetapkan adalah anak buah Johnny G Plate yaitu Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo. (rmol)

 

SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak berharap terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E mendapatkan vonis hukuman di bawah 5 tahun dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Pengacara keluarga Brigadir J tersebut mengatakan bahwa Bharada E mau mendengarkan sarannya untuk menyesali perbuatannya.

 

"Bharada Richard Eliezer merespon apa yang saya minta, dia datang bersujud menyesali perbuatannya meminta maaf dan berjanji akan membongkar kasus ini" kata Kamaruddin Simanjuntak seperti dikutip Mamagini dari video yang diunggah akun tiktok @dioysius, Selasa (14/2/2023).

 

Kamaruddin pun mengaku meminta keluarga Brigadir J untuk mau memaafkan Bharada E. Selain itu, Kamaruddin juga menyebut bahwa Bharada E merupakan polisi muda yang masih polos sehingga dirinya berharap hakim memberikan vonis di bawah 5 tahun penjara.

 

"Maka saya minta kepada keluarga dan saya fasilitasi bertemu makan malam dengan orang tuanya, kekasihnya semuanya, dan saya minta keluarga maafkan dia. Dia masih polisi muda dan terlalu polos. maka saya harapkan juga agar majelis hakim yang mulia saya minta memberikan dia vonis di bawah 5 tahun," ungkapnya.

 

Harapan berbeda disampaikan Kamaruddin Simanjuntak untuk terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Rikcy Rizal.

 

Kepada para terdakwa tersebut, Kamaruddin berharap hakim memberikan vonis hukuman yang berat.

 

"Tetapi berbeda dengan Putri, walaupun dituntut 8 tahun, saya minta divonis seberat-beratnya minimal 20 tahun dan terbukti, demikian juga ferdy sambo harus diperberat akhirnya divonis mati," harapnya.

 

"Untuk Kuat Ma'aruf dan Ricky Rizal yang memilih berbohong demi bonus Rp500 juta saya minta juga kepada majelis hakim harus diperberat vonisnya agar jadi pelajaran bagi masyarakat bahwa kejujuran itu sangat diperlukan di pengadilan," katanya lagi. (suara)

 

SANCAnews.id – Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, divonis hukuman mati.

 

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Sambo bersalah melakukan tindak pidana dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Ferdy Sambo dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya." Ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso dikutip dari Youtube Metro TV Senin (13/2/2023)

 

"Menjatuhkan hukuman terdakwa dengan pidana mati," lanjutnya.

 

Putusan ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Sambo dihukum dengan pidana penjara seumur hidup.

 

Adapun dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf turut terlibat.

 

Putri Candrawathi adalah istri dari Sambo. Sementara itu baik Bripka RR, Bharada E, maupun Brigadir J adalah ajudan Sambo kala menjabat Kadiv Propam Polri. Lalu Kuat Ma'ruf adalah sopir keluarga Sambo.

 

Jaksa menilai tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan yang dilakukan Sambo. Jaksa menyatakan Sambo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. (suara)

 

SANCAnews.id – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso dielu-elukan publik pasca menjatuhkan hukuman berat kepada dua terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

 

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi diputus bersalah dengan hukuman pembunuhan berencana. Sambo divonis dengan hukuman mati. Sementara Putri dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

 

Putri Candrawathi terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta.

 

Sementara Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso.

 

Putusan dari majelis hakim PN Jakarta Selatan ini lebih berat dibanding dengan tuntutatn jaksa penuntut umum (JPU).

 

JPU sebelumnya menuntut Putri hanya dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara. Sementara untuk Sambo dituntut hukuman seumur hidup.

 

Publik di laman sosial media pun bersorak. Di laman Twitter, cuitan tentang Wahyu Imam Santoso bahkan menjadi salah satu trending topic. Hampir ada 4000 lebih tweet tentang hakim Imam Santoso.

 

"Tolong jaga keselamatan Pak Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di PN Jaksel," cuit salah satu akun Twitter.

 

"Hormat dan salut untuk Hakim Wahyu Imam Santoso," cuit akun lainnya.

 

"Kiranya pak Hakim Wahyu Iman Santoso, dijauhkan dr marabahaya dan malapetaka," tambah akun lainnya.

 

"Saluutt kpd Majelis hakim yg Anti suap diketuai oleh Pak Wahyu Iman Santoso yg telah memberikan vonis hukuman maksimal sesuai Pasal yg disangkakan," timpal netizen lainnya.

 

Wahyu Imam Santoso merupakan mantan ketua pengadilan Negeri Denpasar. Pria kelahiran 17 Februari 1976 ini pernah juga menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kediri Kelas 1B. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.